Mohon tunggu...
ursula lintang
ursula lintang Mohon Tunggu... Mahasiswa - Ilmu Komunikasi Universitas Atma Jaya Yogyakarta

Ilmu Komunikasi Universitas Atma Jaya Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kilas Balik Kebijakan Penyiaran pada Pemerintah Militer Jepang

9 Juli 2022   17:15 Diperbarui: 9 Juli 2022   17:19 114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: austamradiohistory.com

Kebijakan media massa terutama bidang penyiaran cenderung represif, dalam hal ini represif dapat diartikan bahwa Jepang memiliki kuasa yang besar dalam mengontrol penyiaran Indonesia sehingga menyebabkan masyarakat Indonesia tidak leluasa dalam melakukan aktivitas dalam bidang media massa terkhusus bidang penyiaran (Darmanto dan Istiyono, 2013, h. 25). 

Mengenai hal tersebut, pemerintah militer Jepang mendirikan Bunkaka yaitu sebuah badan propaganda yang memiliki fungsi untuk memberikan pengawasan dan memeriksa sensor bagi media massa baik media cetak, film, dan radio. 

Mengenai pengawasan dan kebijakan sensor atas media massa penyiaran yaitu radio, pemerintah Jepang mendirikan Hoso Kanri Kyoku yaitu sebuah badan pengawasan dan kontrol terhadap radio Indonesia. Hoso Kanri Kyoku dengan kantor pusat yang terletak di Jakarta, dan kantor cabang yang tersebar di berbagai penjuru Indonesia seperti Yogyakarta, Bandung, Purwokerto, Medan, Semarang, Surakarta, Surabaya, dan Malang.

Tak hanya Hoso Kanri Kyoku saja, pada tingkat kabupaten Jepang membentuk sebuah badan pengawasan yang diberi nama Shadanso yang memiliki fungsi untuk mengontrol radio-radio yang berada di seluruh kabupaten agar menyerahkan radio kabupaten kepada studio reparasi atau bengkel servis bertujuan untuk menambahkan gelombang penerimaan radio agar tidak dapat menerima radio atau siaran dari luar negeri, kecuali siaran relay dari Tokyo. 

Namun berbeda pada daerah Medan, di Medan semua masyarakat yang telah memiliki radio harus menyerahkan radio-radio pribadi miliknya kepada polisi sehingga mereka hanya bisa mendengarkan siaran radio di tempat umum yang hanya berjumlah 25 radio (Darmanto dan Istiyono, 2013, h. 25).

Seiring berjalannya waktu, Jepang semakin menyadari bahwa radio memiliki kekuatan yang besar dalam memberikan pengaruh terhadap masyarakat Indonesaia, Menindaklanjuti hal ini, Jepang membentuk beberapa kebijakan bagi penyiaran radio Indonesia (Darmanto dan Istiyono, h. 25-27). Kebijakan tersebut antara lain:

  1. Lembaga penyiaran dilarang menyiarkan lagu-lagu Belanda dan musik barat
    Namun di balik itu, pelarangan ini justru memberi keuntungan bagi Indonesia. Keuntungan tersebut disebabkan karena durasi konten di Indonesia tidak sebanding dengan waktu siaran radio, sehingga muncul berbagai seniman baru seperti pencipta lagu. Oleh sebab itu, pada masa ini tercipta pula musik keroncong, lagu-lagu Indonesia, serta berbagai kesenian Indonesia yang berkembang pesat didukung oleh situasi dan kodisi pada zaman itu.
  2. Lembaga penyiaran hanya boleh menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa Jepang karena ada pelarangan menggunakan bahasa Belanda dan bahasa asing lainnya.
    Pelarangan ini tentu memberi keuntungan bagi negara Indonesia, karena dengan adanya ketentuan hanya boleh menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa Jepang, masyarakat Indonesia menjadi semakin familier dengan bahasa Indonesia sehingga bahasa Indonesia digunakan sebagai bahasa sehari-hari oleh masyarakat Indonesia.
  3. Menjadikan radio sebagai alat untuk menanamkan semangat ksatria Jepang (Bushido Seisyin).
    Ksatria Jepang memiliki semangat yang tinggi, ketaatan yang kuat, dan memiliki rasa hormat yang tinggi kepada orang tua, pemimpin, dan raja. Penanaman semangat ksatria Jepang dilakukan melalui pelatihan militer dan pendidikan jasmani yang diterapkan pada murid-murid sekolah, pegawai swasta, pegawai pemerintah, hingga masyarakat umum. Tentunya dengan penanaman semangat ksatria Jepang ini, masyakarat Indonesia turut memiliki semangat, ketaatan dan rasa hormat yang tinggi.

    Daftar Pustaka:
    Darmanto dan Istiyono, 2013. RRI Surakarta dari Radio Komunitas menjadi Radio Publik, CV Diandra Primamitra Media dan RRI Surakarta.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun