Mohon tunggu...
Urip Widodo
Urip Widodo Mohon Tunggu... Freelancer - Pensiunan yang ingin terus menulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Berusaha menuliskan apa saja yang bermanfaat, untuk sendiri, semoga juga untuk yang lain

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Bohong, Wabah yang Harus Diwaspadai

13 April 2021   08:47 Diperbarui: 13 April 2021   08:59 491
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: theconversation.com

Rasulullah SAW menjawab, ''Tidak!''

Ulama besar dari Universitas Al-Azhar, Kairo, Sayid Sabiq (almarhum) ketika menukilkan hadis ini dalam bukunya Islamuna menjelaskan bahwa iman dan kebiasaan bohong tidak bisa berkumpul dalam hati seorang Mukmin.

Dua riwayat di atas menunjukkan bahwa berbohong atau berdusta adalah bukan karakter seorang Mukmin. Dengan kata lain, ketika seorang Mukmin berbohong maka secara otomatis dia melepaskan statusnya sebagai seorang Mukmin (seorang yang beriman).

Betul, berbohong tidak sampai mengeluarkannya dari status seorang Muslim (orang yang beragama Islam). Namun, ketika tidak beriman. Apalagi yang akan ditunjukkan dalam keislamannya?

Bahkan, Rasulullah Saw mengecap seseorang yang suka berbohong sebagai seorang Munafik. Sebagaimana hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah.

"Rasulullah SAW bersabda: Tanda orang munafik tiga; apabila berkata ia berbohong, apabila berjanji mengingkari, dan bila dipercaya mengkhianati."

Manusia adalah makhlul sosial yang tidak bisa hidup terpisah dari komunitas masyarakat. Setiap pribadi tidak mungkin memenuhi kebutuhannya sendiri. Keseimbangan dan berjalannya aktivitas bersama dalam interaksi antar manusia ini membutuhkan komunikasi aktif antar sesama. Dan, ucapan mempunyai peran paling besar dalam interaksi tersebut.

Bohong adalah perbuatan lisan. Perbuatan yang hanya cukup dengan membuka mulut dan menggerakkan lidah. Sehingga banyak dari kita yang tergelincir pada perbuatan berbohong. Sebagaimana peribahasa yang kenal sejak kecil, 'Lidah tak bertulang' yang artinya manusia sangat mudah untuk berbohong.

Banyak motivasi seseorang saat berbohong; menyembunyikan sesuatu, membangun citra diri, menghibur orang lain, menenangkan suasana, membodohi orang lain, dan sebagainya. Dan, semuanya akan mengganggu keharmonisan hubungan dalam interaksi antar manusia.

Bahkan berbohong dapat mencelakakan orang lain. Sedikit banyaknya orang yang celaka karena kebohongan, tergantung posisi orang yang berbohong. Orang biasa yang berbohong, mungkin dampakanya hanya dirasakan satu atau dua orang saja. Tetapi ketika seorang pemimpin berbohong, maka dampaknya akan menimpa orang-orang yang dipimpinnya.

Seorang ketua RT berbohong akan berdampak pada orang-orang di lingkungan RT-nya. Namun, jika seorang kepala negara berbohong, dampaknya pun akan lebih luas. Masyarakat senegara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun