Mohon tunggu...
Urip Widodo
Urip Widodo Mohon Tunggu... Freelancer - Pensiunan yang ingin terus menulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Berusaha menuliskan apa saja yang bermanfaat, untuk sendiri, semoga juga untuk yang lain

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Anti Klimaks "Gajah Mada": from Hero to Zero

8 Januari 2021   11:12 Diperbarui: 8 Januari 2021   11:25 1721
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dokpri/tiga serangkai

Buku ini merupakan buku terakhir dari lima kisah Gajah Mada yang ditulis oleh Langit Kresna Hariadi, seorang penulis asal Banyuwangi.

Untuk mengingat, berikut judul novel seri Gajah Mada sebelumnya.

  • Gajah Mada (2005) menceritakan awal karier Gajah Mada saat ia menyelamatkan Raja Jayanegara dari para pemberontak,
  • Gajah Mada: Bergelut dalam Kemelut Takhta dan Angkara (2006), menceritakan bagaimana Gajah Mada mesti bermanuver di antara perseteruan dua kubu calon pengganti Jayanegara
  • Gajah Mada: Hamukti Palapa (2007), yang mengisahkan ambisi Sang Mahapatih untuk menaklukkan kerajaan-kerajaan kecil yang berserakan di Nusantara di bawah Majapahit.
  • Gajah Mada: Perang Bubat (2007), mengisahkan fragmen tragis dalam karier Gajah Mada dan hubungan antara Kerajaan Sunda dan Majapahit.

Buku kelima ini atau yang terakhir diberi judul Gajah Mada: Hamukti Moksa. Diterbitkan perdana oleh Tiga Serangkai Solo bulan November 2008.

Novel setebal 594 halaman ini mengisahkan tentang Gajah Mada yang dibebastugaskan dari jabatannya karena kesalahannya hingga menyebabkan para tamu dari Kerajaan Sunda Galuh terbunuh. Peristiwa itu dikenal dalam sejarah sebagai Perang Bubat. Walaupun Gajah Mada berpendirian apa yang dilakukannya bukan kesalahan, tetapi dia tetap menerima hukuman tersebut.

Berbeda dengan 4 novel sebelumnya. Dalam novel terakhir ini tidak ada peristiwa peperangan. Walaupun begitu, ketegangan sudah bisa dirasakan pembaca di awal-awal bab. Saat di mana terjadi perseteruan dua kubu, yang meminta Gajah Mada untuk dihukum dengan kubu yang mendukung Mahapatih Gajah Mada, terutama dari pasukan Bhayangkara.

Perang saudara hampir terjadi, kalau saja Gajah Mada dengan kewibawaannya tidak dating, menengahi dua kubu tersebut.

Kepiawaian Langit Kresna Hariadi, dengan untaian kalimat dan pemilihan kata, mampu menggambarkan suasana ketegangan tersebut. Setidaknya itu yang saya rasakan.

Cerita selanjutnya bergulir seputar bagaimana mengantisipasi ancaman balas dendam dari pihak Sunda Galuh, yang indikasinya sudah terbaca oleh pasukan teliksandi Majapahit.

Gajah Mada sendiri setelah dicopot jabatannya, kemudian menyepi ke sebuah daerah sunyi yang memang sejak dahulu diimpikan olehnya untuk tinggal di sana. Perjalanannya menuju lokasi tersebut pun, penuh dengan alur cerita yang menegangkan. Karena, rupanya kewibawaan Gajah Mada tidak hilang walau sudah tidak memiliki jabatan.

Gajah Mada menyendiri, hidup bagai seorang pertapa. Merupakan anti klimaks. Empat novel sebelumnya menggambarkan keperkasaan seorang Gajah Mada yang mampu mempersatukan kerajaan-kerajaan di Nusantara untuk tunduk dalam kekuasaan Majapahit. Di novel terakhir ini, Gajah Mada hidup seorang diri, hanya ditemani beberapa penduduk yang berterima kasih karena telah ditolongnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun