Mohon tunggu...
Urip Nurhayat
Urip Nurhayat Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Revolusi Mental, "Legacy" Seorang Leader

2 September 2018   21:36 Diperbarui: 2 September 2018   21:49 318
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Teaser

Waktu hampir menunjukan jam 12 tengah malam, saya dalam perjalanan kembali ke hotel dengan menggunakan taksi. Lima puluh meter menjelang persimpangan, lampu kuning pengatur lalu lintas menyala dan kemudian berubah merah. Taksi pun berhenti sebelum zebra cross, "terobos aja pak! kan engga ada mobil juga dari arah lain" perintah saya kepada pengemudi taksi. Dia menjawab dengan tenang "demi 3 menit bapak menyuruh saya meruntuhkan hukum yang sudah ditegakkan leluhur kami selama ratusan tahun?"    

Tulisan yang pernah viral di media sosial beberapa tahun lalu itu diceritakan oleh seorang anggota DPR setelah kembali dari kunjungan kerja di sebuah Negara Skandinavia.    

Bukan suatu kebetulan apabila mentalitas suatu bangsa tercermin dalam Corruption Preception Index (CPI). Hal ini dapat dilihat bahwa Negara-negara Skandinavia, tempat dimana sopir taksi di atas diceritakan, semuanya menduduki ranking 10 besar dalam CPI. Sebagai perbandingan, Indonesia berada pada posisi 101. (Corruption Perceptions Index 2017: Global Scores).

Masalah Bangsa yang Paling Mendasar

Dalam tulisan sebelumnya "Tol Laut, Legacy Seorang Leader" diuraikan bahwa visi seorang leader tidak mungkin dapat diwujudkan dalam masa kepemimpinannya. Namun ketika dia berhasil membuat fondasi yang baik bagi masa depan bangsa, maka dia telah membuat legacy.

Selain Tol Laut, pada tahun 2014 Pak Jokowi juga pernah menyerukan ide mengenai Revolusi Mental. Beliau sadar betul bahwa mentalitas bangsa merupakan masalah yang paling mendasar pada bangsa ini untuk maju. Mungkin saja menurut Pak Jokowi bahwa mental supir taksi di atas belum banyak dimiliki oleh bangsa kita.

Kalau pemimpin-pemimpin sebelumnya mengangkat isu pemberantasan korupsi sebagai tema dalam kampanye pemilihan presidennya, Jokowi dengan jeli melihat bahwa root cause-nya lah yang harus diatasi terlebih dahulu. Korupsi pada dasarnya adalah pencurian namun memiliki kompleksitas dan tidak sesederhana pencurian biasa sehingga penangannya pun harus dibedakan. Di Kepolisian korupsi ditangani oleh Reskrimsus, di Kejaksaan ditangani oleh Pidsus, bahkan ditambah lagi dengan Komisi Pemberantasan Korupsi.  

Dalam Bahasa Inggris pun kata corrupt dan steal memiliki arti yang sangat berbeda. Corrupt merupakan kata sifat yang berarti rusak, namun kemudian memiliki arti menyempit karena kata corrupt lebih sering digunakan untuk kerusakan moral atau mental.  

Kerusakan mental ini kemudian merusak sistem dan tatanan, mulai dari penyusunan anggaran hingga realisasi anggaran. Prevalensinya demikian tinggi karena cenderung melibatkan banyak pihak secara bersama-sama untuk membobol sebuah sistem.   

Karena korupsi bukan lagi sekedar pencurian biasa maka tindak pencegahan yang paling efektif bukan dengan penjagaan tapi dengan Revolusi Mental.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun