Mohon tunggu...
Untung Sudrajad
Untung Sudrajad Mohon Tunggu... Freelancer

Hobi membaca artikel Ekonomi dan Politik, Novel, Cerpen dan Puisi

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Dapatkah Premanisme Ditangani dan Diatasi dengan Serius?

21 Maret 2025   09:13 Diperbarui: 22 Maret 2025   15:06 66
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Premanisme adalah fenomena sosial yang sudah lama ada di Indonesia, namun dalam beberapa tahun terakhir, isu ini kembali mencuat seiring dengan berkembangnya laporan tentang pemerasan yang dilakukan oleh kelompok-kelompok yang mengatasnamakan diri sebagai organisasi masyarakat (ormas) atau preman terhadap perusahaan-perusahaan, khususnya saat momen-momen tertentu seperti pembagian Tunjangan Hari Raya (THR).

Ramainya perbincangan di dunia maya menunjukkan bahwa masalah premanisme ini masih relevan dan semakin menekan banyak kalangan. Namun, muncul pertanyaan besar: dapatkah premanisme ditangani dan diatasi secara serius oleh pemerintah dan masyarakat?

Premanisme dan "Damai" yang Mahal

Premanisme sering kali merujuk pada sekelompok orang yang menggunakan kekerasan, intimidasi, atau ancaman untuk memperoleh keuntungan materi, baik melalui pemerasan langsung, pungutan liar, atau bentuk-bentuk "jatah keamanan". Di saat-saat menjelang lebaran atau hari raya lainnya, perusahaan-perusahaan kerap kali menjadi sasaran "preman" atau ormas yang meminta THR, baik dalam bentuk uang tunai atau barang.

Di banyak kasus, perusahaan merasa terpaksa memberikan "jatah" tersebut demi mencari jalan damai dan menghindari ancaman kerusakan fisik atau kerugian lebih besar. Ini menempatkan perusahaan dalam dilema: membayar untuk ketenangan sementara, atau menolak dan menghadapi kemungkinan intimidasi atau tindakan balasan. Dalam konteks ini, mencari "damai" ternyata adalah proses yang mahal, baik dari sisi materi maupun ketenangan psikologis.

Tanggapan Masyarakat dan Pengalaman Menghadapi Premanisme

Banyak masyarakat, khususnya pengguna internet seperti netizen di media sosial, turut memberikan komentar terkait isu ini. Mayoritas menyuarakan keprihatinan atas bagaimana premanisme dapat tumbuh subur di masyarakat. Mereka melihat aksi pemerasan yang melibatkan ormas dan premanisme sebagai bentuk ketidakadilan sosial yang sangat merugikan, terutama bagi sektor swasta yang seharusnya bisa bekerja dengan tenang tanpa adanya ancaman.

Beberapa dari mereka bahkan berbagi pengalaman pribadi, di mana mereka berhadapan langsung dengan preman atau ormas yang meminta "jatah" kepada bisnis atau usaha kecil mereka. Ada yang terpaksa membayar karena takut usahanya dirusak atau mengalami masalah keamanan, sementara ada juga yang memilih untuk melibatkan pihak keamanan atau kepolisian untuk menyelesaikan konflik tersebut. Namun, tidak semua orang merasa nyaman atau percaya kepada pihak keamanan dalam menindaklanjuti laporan mereka, terutama jika ada ketakutan akan balas dendam dari para preman.

Banyak di antara mereka mengaku kesepakatan yang dicapai dengan preman atau ormas sering kali tidak seimbang, karena pengusaha atau warga sering kali berada dalam posisi tawar yang lebih lemah. Kondisi ini mencerminkan adanya celah besar dalam penegakan hukum dan ketidakmampuan aparat keamanan dalam mengatasi masalah premanisme secara efektif.

Premanisme: Akar Masalah Sosial yang Lebih Dalam

Untuk memahami premanisme, kita harus melihatnya sebagai masalah sosial yang lebih kompleks daripada sekadar kekerasan atau ancaman. Banyak individu yang terlibat dalam kegiatan premanisme berasal dari lapisan masyarakat yang terpinggirkan, dengan latar belakang ekonomi yang buruk. Premanisme seringkali menjadi pilihan terakhir bagi mereka yang merasa tidak memiliki akses pada kesempatan kerja yang layak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun