Mohon tunggu...
Untoro Surya
Untoro Surya Mohon Tunggu... -

Saya seorang pria 30an tahun. Bekerja sebagai pegawai di perusahaan swasta.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Artikel Utama

Pretty Woman van Bandung

7 Juni 2011   16:04 Diperbarui: 26 Juni 2015   04:46 940
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

[caption id="attachment_114996" align="aligncenter" width="640" caption="Gbr: Admin/Shutterstock"][/caption]

Nasib memang sering kali sulit ditebak. Orang yang pernah kita anggap remeh bisa saja menjadi penting di suatu saat. Itulah yang terjadi dengan Ririn.

Ririn adalah seorang PSK yang biasa mangkal tiap malam di sekitar alun-alun Bandung. Kelahiran Garut yang tidak dapat menyelesaikan SMAnya itu akhirnya pamit pada orang tuanya untuk bekerja sebagai penjaga toko di Bandung. Namun entah kenapa, sampai di Bandung dia berubah haluan menjadi PSK.

Badan langsing, rambut lurus panjang, kulit sawo matang dan wajah (maaf) rada ndeso, begitulah deskripsi fisiknya.

Aku mengenalnya karena kami pernah tinggal berdekatan. Saat itu status aku adalah mahasiswa yang kos di daerah tersebut sedangkan dia dengan beberapa rekan seprofesinya mengontrak rumah di sebelahnya. Walaupun tampang biasa-biasa saja dan kerap telat menerima kiriman dari orang tua, tapi sepertinya status sebagai “mahasiswa” cukup menarik bagi para tetanggaku itu hingga mereka sering menggodaku kalau papasan. Biasanya aku hanya tersenyum atau ngobrol sekedarnya saja dengan mereka biar gak dianggap sombong. Tapi aku juga tidak ingin terlalu dekat dengan mereka karena sudah tahu pekerjaan mereka. Bisa rusak pasaranku kalau dilihat tetangga yang lain.

Satu sore, sahabatku Aldi berkunjung ke rumahku sehabis dari kantornya. Aldi adalah anak bekas pejabat kaya yang saking bandelnya di-DO dari kampusnya. Karena orang tuanya sudah tidak mau mengirim duit padanya, diapun terpaksa mencari kerja sebagai seorang staf rendahan di sebuah perusahaan multi nasional. Beruntung karena bekas anak gaul yang sering pesta, diapun bisa masuk ke lingkungan pergaulan bos-bos di perusahaannya.

Tiap bulan para bos yang lelaki semua itu punya acara rutin, hang-out bareng. Alkohol dan Wanita merupakan menu wajib acara tersebut. Dan Aldi yang punya banyak kenalan wanita cantik pun ditunjuk sebagai EO acara tersebut.

Tugas yang dilakukannya dengan senang hati itu kini menjadi beban yang membuat dia pusing delapan keliling. Ceritanya ada seorang General Manager berkebangsaan Perancis bernama Pierre di kantornya. Pierre berwajah ganteng, bodi atletis dan pintar. Idola para wanita di kantornya ini sayangnya sangat dingin pada wanita sejak kematian istrinya. Satu-satunya wanita yang dicintainya hanya anak perempuan semata wayangnya yang masih TK.

Setiap kali hang-out, Pierre hanya tertarik pada botol-botol minuman tapi tidak pernah peduli pada wanita-wanita yang dihadirkan Aldi. Hingga akhirnya rekan-rekannya pun menyuruh Aldi membawa wanita yang berbeda setiap acara tersebut dan kemudian membuat taruhan kecil-kecil dengan menebak apakah Pierre akan tertarik pada wanita tersebut atau tidak. Taruhan yang mulanya hanya sekedar lucu-lucuan ini akhirnya mulai menyebalkan Aldi karena pihak yang kalah sering menyalahkannya karena tidak bisa mencari wanita yang pas untuk Pierre.

Tengah menceritakan uneg-unegnya di teras rumah kos-ku, tiba-tiba Ririn lewat dengan salah satu teman serumahnya. Kali ini wajah mereka tanpa polesan karena tidak sedang dinas dan hanya mengenakan daster rumahan kumal yang tidak berlengan. Dengan genit Ririn menyapaku sambil melambaikan tangan hingga menampakkan bulu ketiaknya yang tidak dicukur.

Aku menyapa mereka sekedarnya saja dan mereka pun terus berlalu masuk rumah mereka.

Tiba-tiba Aldi, sambil tersenyum nakal melirik padaku dan berkata “Teman lu boleh juga tuh, Ro. Siapa namanya?”

“Jangan ngejek. Mereka tetangga sebelah kok, makanya gw kenal.” Jawabku yang takut Aldi salah paham menyangka aku akrab dengan wanita-wanita tadi. Soalnya walaupun tidak dandan, dari penampilan mereka orang-orang pasti banyak yang bisa menebak kalau mereka perempuan nakal.

“Hehe.. Toro, biasa aja deh. Gak usah malu kalo kenal ama mereka. Kenalin gue dong ama yang keteknya lebat tadi”

“Hah ngapain, Di? Lu biasa maen ama yang high-class, ngapain juga kenalan ama yang kaya gitu?” Tanyaku tak percaya.

“Bukan buat gw. Mau gw sodorin ke si Pierre. Siapa tahu dia cocok ama yang eksotis kaya gini. Hehehe…”

Akhirnya aku pun memperkenalkan Aldi pada Ririn dan kemudian langsung pergi untuk memberi mereka kesempatan bernegosiasi secara langsung. Tidak panjang waktu yang mereka butuhkan untuk negosiasi karena Rp 300,000 terasa sangat kecil bagi Aldi yang bisa mengeluarkan uang sampai satu juta untuk seorang wanita namun terasa besar bagi Ririn yang tarifnya tidak sampai segitu. Apalagi transportasi dan akomodasi satu malam juga akan ditanggung mengingat acaranya berlangsung di luar kota.

Setelah pertemuan sore itu, aku tidak pernah lagi menerima kabar dari mereka berdua hingga akhirnya aku pindah kos ke daerah lain.

Setelah beberapa bulan di tempat yang baru, tiba-tiba suatu sore pintu kamarku diketuk. Ternyata muncul Ririn dengan celana jeans pendek dan kaos you can see yang ketat. Kesan binal masih tampak didirinya diantara senyum riangnya.

Cukup keras juga usahanya mencari alamat kos-ku yang baru karena saat pindah dulu aku tidak berpamitan. Dia harus menghubungi beberapa orang hingga tata usaha kampusku untuk mendapatkan alamatku yang terakhir.

Ririn bercerita tentang pertemuannya dengan Pierre yang diatur Aldi. Tidak terjadi apa-apa pada pertemuan pertama karena Pierre masih jaim. Itu bukan masalah bagi Ririn karena ia tetap menerima bayaran sesuai yang dijanjikan Aldi.

Namun ia kaget karena beberapa hari kemudian si Bule tiba-tiba muncul mencarinya di rumah kontrakannya dan mengajak berkencan. Kencan yang menarik bagi Ririn karena dibayar lebih tinggi dan dilakukan di hotel berbintang sementara kencannya yang lain biasa berlangsung di losmen atau bahkan di parkiran yang sepi.

Setelah mengulang kencan tersebut beberapa kali, si Bule pun mengutarakan cintanya pada Ririn. Ririn yang tidak pede jadi bingung dan akhirnya menghindar dengan pulang ke kampungnya untuk sementara.

Dasar Bule nekad, diapun mencari informasi ke sana ke mari dan akhirnya bisa muncul di Garut untuk langsung melamar Ririn pada orang tuanya. Ririn yang masih bingung minta waktu seminggu untuk menjawab. Namun karena hatinya sudah luluh tak sampai seminggu iapun sudah menerima lamaran si Bule.

Kini ia sedang mengurus Visa dan kursus bahasa Perancis karena akan segera ikut Pierre balik ke Paris. Tugas Pierre di Indonesia akan segera berakhir dan dipromosikan sebagai direktur di kantor pusatnya.

Rasa gembira tampak jelas di wajah Ririn. Anak pegawai honorer di kantor Pemerintah yang tidak tamat SMA ini tidak pernah bermimpi jadi Nyonya Direktur di tempat yang sangat jauh dari kampungya. Walaupun tidak ada kemiripan fisik dengan Julia Roberts, namun nasibnya bagaikan Vivian dalam film Pretty Woman.

Sore itu ia bermaksud menraktirku makan bakso sebagai ungkapan terima kasih padaku yang dianggap sudah membuka jalan buat merubah nasibnya. Tawaran yang dengan halus kutolak dengan alasan yang kukarang. Alasan sebenarnya sih karena aku takut kepergok teman-temanku makan bareng dia. Tengsin juga kalo ketahuan teman-teman kampus dekat sama PSK. Tampak jelas dia sangat kecewa tapi aku pura-pura tidak memperhatikan saja.

12 tahun setelah kejadian itu, aku sudah berkeluarga dengan satu anak di Jakarta dan bekerja di perusahaan desain interior. Suatu hari aku mendapat tugas ke Bandung untuk presentasi pada klien yang akan membangun Factory Outlet yang cukup besar dan memiliki kafe serta taman bermain sendiri. Tugas yang menyenangkan karena bisa sekalian nostalgia di kota di mana aku pernah tinggal sedari SMA sampai kuliah.

Presentasi akan dilakukan pukul 8 pagi di rumah di rumah sang klien yang asri dan berhalaman luas. Takut mengecewakan klien, aku pun datang 15 menit lebih awal dengan pakaian rapi berdasi ala salesman obat. Sementara sang klien yang menurut sekretarisnya sedang “nge-gym di dalam” baru muncul setelah aku menunggu 2 jam lebih di teras rumahnya, masih dalam pakaian olahraga dan bermandikan peluh.

“Huhh… dasar orang kaya belagu” maki dalam hati walaupun masih tetap berusaha tersenyum. Kalau bukan klien gede, pasti sudah aku tinggal dari tadi.

Si Nyonya Klien menatapku dalam dari atas sampai bawah, sementara aku jadi salah tingkah diperhatikan seperti itu.

TIba-tiba ia berkata “Toro? Kamu Toro bukan? Masih ingat saya gak? Aku Ririn”

Hah!?!? Aku kaget kerana ternyata klien yang harus ketemui sudah pernah kukenal sebelumnya.

Siang itu presentasiku berjalan lancar tanpa banyak komentar dari Ririn selain kata “Setuju”. Ia malah lebih tertarik berbicara tentang diriku selama pertemuan tersebut. Sementara aku diam-diam memperhatikan banyak perubahan pada dirinya. Penampilan sekarang tampak lebih terawat dan segar walaupun sudah punya 3 anak. Si anak desa ini juga kelihatan sangat percaya diri. Wanita yang dulu tidak tamat SMA ini juga kini sangat lancar berbahasa Inggris dan Perancis.

Ririn sebenarnya masih tinggal dengan suaminya di Paris. Namun belakangan dia sering berkunjung ke Bandung untuk memulai berbagai bisnis.

Setelah hampir 2 jam berada di sana, aku pun pamit pulang dan berjanji akan mempersiapkan kontrak pembangunan FOnya serta akan mengirimkannya dalam waktu seminggu. Tangan kanan kuulurkan padanya untuk berjabat tangan sebagai awal dari bisnis kami. Namun ia malah membalas dengan memelukku erat serta mencium pipi ku dan berbisik di telingaku “Minggu depan kamu antarin sendiri yah kontraknya. Awas kalau nyuruh orang lain, aku batalin kontraknya”

Terbius karena bau parfum mahalnya yang bercampur keringat, aku hanya bisa menggangguk.

Sebelum berangkat aku masih sempat melihat Ririn melambaikan tangan padaku. Dalam hati aku masih kaget melihat banyaknya perubahan pada diri sang PSK setelah ia mendapatkan Richar Gere-nya. Satu-satunya yang tak berubah pada dirinya adalah masih tetap malas cukur ketek.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun