"Ibuu tambah satu menit lagi dong!"
Begitulah rajukkan anak balitaku. Setiap kali mereka diberi kesempatan melihat tayangan lewat layar gawai. Selama masa pandemi pintanya tak kunjung usai. Menonton kartun yang menjadi kesukaan. Jika tak dituruti tak henti melayangkan rengekan. Dengan satu alasan, bosan!
Aku memang tak menyalahkan. Sejak kondisi alam berubah, ketiga anakku tak kuijinkan bermain di luar rumah. Mereka harus patuh, meski mengulur keluh. Namun aku mencoba memberi pengertian. Mengenai bahaya yang ditimbulkan jikalau tak mematuhi aturan kesehatan.
Ya, mereka bertiga tetap berada di dalam rumah. Meski seiring waktu berjalan, mereka pun merasa gelisah. Akibatnya di rumah kerap membuat ulah. Terutama anak kedua yang gemar mengembara di alam terbuka. Sungguh bagai hidup di dalam penjara!
Tetiba gawai menjadi incaran. Dengan dalih agar betah di dalam ruangan. Baiklah. Namun aku tak kan tinggal diam. Apalagi dua balitaku masih dalam masa pengawasan yang tak mungkin kuabaikan.
Beruntung, si sulung sudah menapak usia 11. Sehingga bisa diberi pengertian dengan tegas. Dia pun sudah lebih menerima tuk tak menggunakan gawai secara bebas.
Sedangkan dua adiknya masih butuh bimbingan. Untuk bisa lebih memahami alasan tak diperbolehkan menikmati gawai tanpa jeda waktu yang diberikan.
Nonton boleh saja. Tapi jangan semaunya. Tetap ada batasan waktu. Itu yang harus mereka tau.
Manajemen Waktu
Aturan satu jam sehari kiranya menjadi senjata kami. Ini pun kami bagi. Tak mengumpul di satu waktu. Semisal pagi hanya setengah jam. Siang dan sore, masing-masing cukup seperempat jam.
Kiranya sudah lebih dari cukup. Sebab sebelum pandemi bahkan hanya kami turuti sehari beberapa menit saja. Kini, mendapat bonus yang istimewa.
Nah, aturan ini harus konsisten dilakukan. Setiap hari musti senada satu aturan. Sehingga tidak terjadi kebingungan yang menimbulkan penolakan. Anak akan patuh jikalau kita tak berganti-ganti aturan.
Tegas! Wajib diiringi sikap ini. Jika memang sudah tiba waktu yang ditentukan. Maka gawai sebisa mungkin segera lepas dari genggaman tangan. Tega! Tentu harus demikian. Ini demi satu kata "kebaikan".