Mohon tunggu...
Ummu el Hakim
Ummu el Hakim Mohon Tunggu... Wiraswasta - Hanya seorang emak biasa

Penyuka alam dan rangkaian kata

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Srikandi Keluarga

31 Januari 2020   22:58 Diperbarui: 1 Februari 2020   21:15 264
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : balasoka.web.id

Kusandarkan kendaraanku di tepi jalan nan sempit. Agak menepi sedikit agar yang lain tak saling berhimpit. Tak perlu kukunci stang. Sebab kupikir hanya sebentar bertandang.

"Ibu ada?" tanyaku pada seorang anak laki-laki belasan tahun yang berdiri tak jauh dari pintu. Yusuf namanya.

"Ada, sedang di belakang, tunggu sebentar, silahkan duduk," jawabnya tersenyum sembari menawarkan bangku kecil di sudut ruang itu.

Aku mengangguk, lalu duduk. Sambil menunggu, kuperhatikan beberapa meja di depanku. Ada yang aneh. Tak seperti biasa. Belum ada aktivitas menyapa. Tumben. Biasanya benang dan kain sudah bercengkerama di atas mesin. Ada apa dengan Srikandi pagi ini?


Mbak Kas. Begitulah aku memanggil. Sosok Srikandi yang tangguh. Memikul beban keluarga tanpa kata keluh. Aku mengenalnya sudah sejak lama. Kami tinggal berdampingan desa.

Keseharian Mba Kas disibukkan dengan beragam jahitan. Dari ukuran anak-anak hingga dewasa tak henti dikerjakan. Begitu cekatan dilakukan demi dua buah cinta dalam pelukan.

Suami Mba Kas adalah seorang pengrajin kayu. Jika ada pesanan maka beliau akan mendapat upah. Namun jika tidak, beliau pun harus rela meski tak menerima rupiah.

Oleh karenanya Mba Kas tak bisa berpangku tangan. Membantu suami pun membiayai kedua putra putri menempuh pendidikan. Seakan tlah menjadi kewajiban.

"Ada apa Mba? Pagi-pagi sendiri saja kemari," suara lirih terdengar dari arah belakang. Sejenak menyadarkanku dari lamunan.

"Eh, Mba sehat?" sapaku pada wanita paruh baya yang kemudian berdiri agak lesu di depanku.

"Kenapa belum mulai? Biasanya sudah bergelut dengan aneka benang pun kain yang terajut," pertanyaanku mulai tak bisa kupertahankan. Segera saja kuhadirkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun