"Bu, aku kok keriting sih. Temanku bilang aku mirip orang Papua. Malu aku Bu," ungkapan Mamas memecah kesunyian.
Saat itu dua adiknya tengah terlelap dalam dekapan siang. Mamas mendekatiku sembari sampaikan keluhan.
"Untuk apa kamu malu Mas. Seharusnya kamu bersyukur. Karena toh semua itu pemberian Tuhan. Tentu banyak hikmah yang diberikan. Percayalah," aku berusaha menenangkan.
Namun Mamas tak menghiraukan. Dia masih saja terpikir ucapan teman. Rupanya kurang percaya diri lah yang menyebabkan kesyukuran menjadi berkurang. Hingga untuk melakukan sesuatu kerap berpikir ulang. Tersebab rasa malu yang menyerang.
Pernah satu ketika dia diberi tugas guru kelasnya untuk menjadi petugas upacara bendera. Dia enggan menerima. Karena malu ditertawakan oleh teman temannya. Ketika hari H tiba dia pun tak mau jumpa. Memilih berdiam di rumah saja.
"Ayolah Mas kamu pasti bisa, tak usah malu yang terpenting adalah usaha," lagi lagi aku berusaha merajuk agar dia tak tepuruk pada kondisi yang lebih buruk.
Tetap saja Mamas belum bisa menghalau gurauan teman teman. Tentang rambut keriting yang terjadi pada dirinya. Hingga rasa percaya diri terlupa dihiraukannya.
Aku sempat kehabisan cara. Bagaimana agar Mamas mau menerima keadaan dirinya. Rasa percaya diri memang hal yang begitu berharga. Tak bisa didapat tanpa kita sendiri yang mengusahakannya. Sebagai orang tua tentu aku kerap memberi pengertian padanya. Lagi lagi tanpa usaha dari dalam diri tentu saja tak akan menuai hasil yang diharapkan.
Hingga di awal semester ketika Mamas memasuki bangku kelas 5. Salman Al Farisi, tempatnya menimba ilmu, bekerjasama dengan Cinema Innovator Jogjakarta. Mereka membuka kegiatan ekstrakurikuler cinematography. Tak kusangka dan tak percaya Mamas tertarik untuk mengikutinya.
Bapaknya berulang kali bertanya, "Sebelum mendaftar, apakah Mamas serius ingin bergabung?".
Sebab kegiatan ini tentu saja membutuhkan kepercayaan diri yang cukup tinggi. Mengingat selama ini Mamas memiliki sedikit masalah dengan rasa istimewa ini. Ada kekhawatiran kami jikalau di tengah kegiatan Mamas minta berhenti. Bukankah hanya mubadzir waktu dan materi?