Mohon tunggu...
Nurhasanah Munir
Nurhasanah Munir Mohon Tunggu... Mahasiswa - Taruna

I'm a dreamer and wisdom seeker// Ailurophile// write to contemplate

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Giyas dan Arul; Pedagang Cilik

11 Juni 2017   22:06 Diperbarui: 12 Juni 2017   05:31 467
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hari ini begitu cerah, tak heran jika saat siang hari cuaca sangat terik. Saya bergegas ke pelataran depan rumah karena ingin menunggu tukang sayur langganan, membeli beberapa kebutuhan untuk berbuka puasa. Bang Agus dan gerobaknya sudah nampak di ujung jalan, namun sepertinya masih lama karena banyak juga ibu-ibu yang masih berbelanja.

"Kueeeeeee putu maayaaaaaaang...." suara anak kecil terdengar menjajakan kue khas bulan Ramadhan. Aku menoleh, dan menyaksikan dua bocah laki-laki berjalan kaki dibawah teriknya matahari.

Aku tersenyum memanggil mereka, "dek... beliiii!" Suaraku sedikit teriak agar terdengar, langkah mereka terhenti mencarai arah suara. Ya, maklum saja karena saya berada didalam warung milik keluarga.

"Sini.." aku memanggil mereka untuk kedua kalinya agar mendekat. Tak tampak ada kelelahan di wajah mereka berdua, murah senyum dan bersemangat, begitu kesanku pertama kali.

Dokumentasi pribadi
Dokumentasi pribadi
"Berapa harganya?" saya menunjuk kue putu mayang yang tersisa didalam 4 buah wadah berbahan plastik mika pada sebuah tampah mungil yang dibawa oleh bocah yang lebih besar. Harganya sepuluh ribu jawab si anak lelaki yang besar; "kalau begitu saya beli dua ya!" -- tapi kalian tunggu disini dulu, saya mau ambil hape untuk memotret kalian.  

Saya masuk ke dalam rumah untuk mengambil hape, agar dapat mengabadikan wajah mereka yang ceria. Tak lama kemudian, saya kembali keluar dan menanyakan nama mereka, nama kalian siapa? Mereka menjawab; "saya Giyas, yang ini namanya Arul." Ya, Giyas memperkenalkan si kecil yang bernama Arul.

Saya penasaran dan bertanya lagi; "Arul, berapa usianya?" lima tahun, jawabnya singkat. Ternyata kakak lelaki Arul adalah teman Giyas. Mereka mengaku bahwa kue putu mayang tersebut dijajakan keliling dengan sukarela, sayangnya hari ini kakak Arul tidak dapat berdagang bersama mereka.

Dokumentasi pribadi
Dokumentasi pribadi
Ya, saya melihat mereka berdua bersemangat. Giyas juga bilang jika dirinya sedang berpuasa. Saya berpikir apa yang mereka lakukan adalah sebuah pengalaman berharga, dan tidak masalah karena mereka masih sangat kecil untuk berdagang.

Namun yang pasti, hal ini bukanlah upaya eksploitasi anak. Sebenarnya, pemandangan anak-anak yang berdagang kue putu mayang di lingkungan saya sudah terlihat sejak bertahun-tahun lalu. Anggap saja musiman, karena mereka hanya berdagang saat bulan Ramadhan tiba, dan yang dijajakan adalah kue putu mayang, kue khas bulan Ramadhan di kota Jakarta.

Saya tanya pada Arul, kenapa kamu mau keliling berjalan kaki? -- ya, gantikan abang saya, jawabnya sambil tersenyum malu. Alangkah bersyukurnya orangtua yang memiliki anak berbudi luhur seperti Arul dan Giyas.

Mereka tidak hanya berdagang, tapi juga memberi pelajaran hidup. Bagi mereka, berdagang adalah aktifitas menyenangkan, daripada bermain gawai berjam-jam, atau menonton program televisi. Kalaupun mereka mau, mereka bisa saja melakukan seperti yang dilakukan anak-anak seusianya saat bulan Ramadhan menunggu waktu berbuka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun