Mohon tunggu...
Umu Fatimiah
Umu Fatimiah Mohon Tunggu... Lainnya - Penulis freelance

Aktif dalam dunia literasi sejak tahun 2010 dengan diterbitkannya ebook kumpulan cerpen yang berjudul Cerita Senja. Beberapa karyanya telah diterbitkan di beberapa surat kabar, diantaranya Radar Tegal, Koran Pantura, Lampung Post dan Solo Post. Beberapa karya tersebut antara lain seperti cerpen Sularsih (2015), artikel Membangun Karakter Anak melalui Kebiasaan Membaca (2017), cernak berjudul Usaha Ardi (2018), Kibaran Merah Putih (2018), Sekolah Baru (2018), Pertunjukan Wayang (2018) serta beberapa karya yang lain. Pernah menjadi juara 2 lomba Penelitian Tindakan Kelas (PTK) Tingkat Provinsi tahun 2019. Tergabung dengan facebook atas nama Umu Fatimiah. Alamat email yang bisa dihubungi mualim.kenshin@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Senandung Sang Kuli

30 Oktober 2020   19:35 Diperbarui: 30 Oktober 2020   19:43 85
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Senandung Sang Kuli

Oleh : Umu Fatimiah

Menata puing-puing mimpi dengan high salary

di bangku, mengenyam ilmu.

Asaku tak terbeli.

Aku biasa berlari di antara deru kokok ayam pertama bunyi

Pagi buta hari, mengejar mentari.

Aku terbiasa menarikan jemari di antara dinginnya hujan

atau teriknya mentari.

Saat-saat indah mengabdikan diri, menata sebuah maha karya menjulang tinggi.

Saat deskripsi alam silih berganti, manapaki jalan sebagai seorang kuli.

Aku bahkan sudah terbiasa berada dalam kondisi terbawah,

bahkan ketika kecil menyambangi.

Terlatih dan teliti, dalam menghadapi rintangan hidup,

Silih berganti.

Bangku pendidikan tak berarti jika bergelar kuli.

Dapur seolah mati suri, tanpa kuatnya ekonomi.

Untuk menyambung hidup, banyak yang ingin alih profesi.

Sekali lagi, pendidikan menyombongkan diri

Menertawai sang pemimpi.

                                                               *Di belakang tembok ratapan dunia.

                                                                

Perantau

Oleh : Umu Fatimiah

Tak nampak kebajikan sejati

Tak ada kebohongan hakiki.

Awal menginjakan kaki, masih di bumi pertiwi

untuk mengais rezeki.

Aku berkelana, dalam belantara rimba

Ini semua untuk kata “layak”.

Dalam kegelapan rintik hujan, mencari seberkas cahaya harapan

di setiap langkah kaki berjalan.

Rindu kutahan,

Waktu seakan begitu berharga bersamamu cinta….

Resah kupendam,

Tak ada melodi terbaik selain melodi cinta berbalut kasih.

Ini semua untuk kata “layak”.

Inilah hidup sayang,

Diburu atau memburu…

Mencari arti untuk sebuah nama “Kelayakan Manusia”.

Karena hanya pemalaslah yang senantiasa berteman dengan kemiskinan.

Dan ketika sampai di penghujung jalan,

Tak ada hari yang lebih indah, selain ketika pulang.

                                                     *Di antara hingar bingar perjuangan

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun