Mohon tunggu...
Susnidarti
Susnidarti Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Tulisan adalah bagian dari jiwa yang tidak ikut terkubur ketika raga telah mati.

Mahasiswi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Gerakan Feminisme, Haruskah Diterima?

29 Juli 2019   23:28 Diperbarui: 3 Agustus 2019   11:49 213
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Menjadi seorang wanita adalah sebuah tantangan, ketika kamu salah dalam melangkah maka kamu akan gagal. Wanita adalah makhluk yang unik, maka tidak heran jika ada sebagian pria yang mencoba menjalani hidup layaknya wanita. Ketika pria ingin menjadi wanita, apakah wanita tidak merasa cemburu jika ternyata pria tersebut lebih wanita dari wanita yang sesungguhnya? Pria bisa saja lebih wanita dari wanita yang seaungguhnya jika pria tersebut lebih mengerti tentang keistimewaan dari seorang wanita.

Ketika hakikatnya derajat wanita lebih tinggi dari seorang pria, lantas kemudian wanita meminta untuk disetarakan. Sungguh sangat kufur nikmat! Tidak semua aspek kehidupan hak seorang pria dan wanita harus disetarakan. Hak yang harus setara antara pria dan wanita yang paling mendasar adalah hak untuk mendapatkan pendidikan, kesehatan, kehidupan sosial, dan kepastian hukum untuk mempertahankan hidup.

Fitrah seorang wanita adalah mahluk yang lemah secara fisik mupun psikis dan hal tersebut tidak bisa dimanipulasi, bagaimanapun caranya. Ketika di belahan dunia sini wanita sibuk bertahan hidup dari sebuah kekerasan fisik, psikis dan seksual dari seorang pria, di belahan dunia sana wanita sibuk memperjuangkan gerakan feminisme (kesetaraan hak pria dan wanita dalam segala lini kehidupan), sementara di belahan dunia lain pria bahkan wanita berjuang menolak gerakan feminisme dan di sini saya mencoba bersikap moderat, tidak ke kiri dan ke nanan, saya berada di tengah-tengah.

Pada dasarnya gerakan feminisme adalah sebuah paham barat yang mulai menjalar ke Indonesia, paham ini sesungguhnya bertentangan dengan ajaran Islam. Islam memposisikan wanita sebagai mahluk yang penuh dengan berbagai keistimewaan, tapi sayang sebagian ada yang tidak mengerti dengan keistimewaan itu. Fisik dan psikis yang lemah bukanlah sebuah kekurangan melainkan sebuah keistimewaan. 

Ketika pria dengan fisik yang kuat dituntut untuk bekerja keras dan berat, sangat tidak adil jika wanita dengan fisik yang lemah juga dituntut bekerja keras dan berat demi sebuah kesetaraan. Ketika seorang suami hanya dituntut mencari nafkah, sementara wanita dengan keistimewaan memiliki rahim sehingga harus melahirkan, menyusui, dan merawat anak sangat tidak adil jika harus juga ditintut untuk mencari nafkah demi sebuah kesetaraan. 

Setara belum tentu adil, tapi adil sudah tentu setara. Adil yang dimaksud dalam hal ini yaitu memposisikan pria dan wanita sesuai fitrahnya, karena masing-masing memiliki kekuranagan sehingga dengan fitrah tersebut dapat saling menutupi kekurangan masing-masing. 

Fitrah menempatkan wanita sebagai makhluk yang lemah secara fisik maupun psikis dan bekerja hanya di wilayah domestik (di sumur, di dapur dan di kasur) sehingga hakikatnya wanita bergantung pada pria dan pria adalah pelindung bagi wanita, harapannya begitu. 

Karena wanita diyakini lemah, belakangan hal ini dijadikan sebuah stereotip sehingga banyak perusahaan dan lapangan pekerjaan yang tidak mempercayakan untuk menggunakan jasa wanita.  

Ketika hal tersebut terjadi adakah yang bisa menjamin setiap anak perempuan akan terlahir dari keluarga kaya raya, sehingga mampu membiayai hidupnya? Adakah yang bisa menjamin dia memiliki saudara laki-laki? Adakah yang bisa menjamin orangtuanya memiliki umur yang panjang? Jika tidak ada yang bisa menjamin, lantas bagaimana jika hal tersebut terjadi bagamaina cara anak perempuan itu mempertahankan hidupnya jika tidak bekerja?

Adakah yang bisa menjamin seorang wanita akan menikah dengan pria yang akan selalu sehat seumur hidupnya? Bagaiman jika tenyata ditengah pernikahannya suaminya jatuh sakit atau mengalami kecelakaan sehingga dia tidak bisa bekerja untuk menafkahi keluarganya? Haruskan istrinya tetap diam di rumah? Jika istrinya tidak bekerja, bagaimana cera mareka makan untuk hidup?

Dan adakah yang bisa menjamin seorang wanita akan menikah dengan pria yang baik hati, penyayang dan pekerja keras? Sebelum menikah dan awal masa pernikahan pria tersebut dikenalnya sebagai suami idaman tetapi semakin kesini karena disebabkan beberapa faktor akhirnya pria tersebut berubah menjadi seorang peminum, main perempuan, berjudi, ringan tangan yang akhirnya membuat mereka bercerai. Ketika bercerai wanita tersebut memiliki anak dan belum bersuami lagi, bagaimana cara dia bisa makan untuk hidup dirinya dan anakanya padahal dia tidak bekerja?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun