Mohon tunggu...
ummu nazry nafiz
ummu nazry nafiz Mohon Tunggu... Guru - penulis artikel santai

Guru dan Pemerhati Generasi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kesetaraan Gender, Layakkah Diperjuangkan ?

5 April 2020   19:36 Diperbarui: 5 April 2020   19:48 45
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Perlakuan buruk kaum pria terhadap wanita di Eropa memantik timbulnya gerakan kesetaraan gender yang diusung oleh para feminis.  Para wanita dipandang sebagai makhluk aneh yang menjijikkan, hingga jika seorang wanita mengalami menstruasi, dia akan diasingkan dari suami dan keluarganya. Para wanita dianggap sebagai beban ekonomi keluarga, bahkan di masa jahiliah didunia Arab, bayi wanita yang baru lahir dikubur hidup-hidup. Wanita sungguh tak berharga.

Alhasil timbullah gerakan kesetaraan gender yang diusung oleh kaum feminis, yang menuntut agar para wanita dihargai oleh kaum pria, mendapatkan perlakuan yang sama dikelas publik dan sosial dengan kaum laki-laki, dan upaya agar mendapatkan penghargaan itu mereka perjuangkan dalam konsep kesetaraan gender.

Alih-alih wanita mendapatkan perlakuan yang sama dengan pria, yang terjadi malah wanita kembali menjadi korban perlakuan, akibat kesalahan konsep kesetaraan yang diusung para kaum feminis.

Wanita kembali mendapatkan perlakuan yang jauh dari kata terhormat. Wanita kembali dikebiri hak-haknya, hinggapun mendapatkan perlakuan yang tidak manusiawi.

KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga), perceraian,  penelantaran anak, eksploitasi tubuh wanita, hingga wanita harus kehilangan naluri keibuannya, wanita terjebak dalam aktivitas ekonomi menafkahi diri sendiri dan harus membanting tulang menafkahi anak dan keluarga yang ada dalam tanggungannya.

Alhasil energi akibat tuntutan kesetaraan gender yang salah kaprah, membuat wanita harus mengeluarkan energi diatas kemampuannya, mencari nafkah dan mengurus urusan rumah tangga atau membayar orang lain untuk menjaga anak-anaknya saat dia harus bekerja.

Sudah jatuh, tertimpa tangga pula. Demikian pepatah yang pas untuk menggambarkan hasil kesetaraan gender yang diusung oleh para feminis. Sebab dikendalikan oleh sistem hidup sekuler kapitalis yang menjadikan hawa nafsu sebagai rujukan  pengambilan solusi atas sebuah masalah.

Kesetaraan gender yang diusung oleh para feminis, diakui atau tidak telah menempatkan para wanita sebagai pesaing bagi kaum laki-laki. Sebab itu menjadi wajar, jika akhirnya yang terjadi adalah persaingan dalam segala urusan antara laki-laki dan perempuan. Bukan terkait dengan pelaksanaan hak dan kewajiban, apalagi urusan tolong menolong.

Urusan persaingan ini rupanya  yang memantik banyak persoalan yang timbul terkait relasi antara laki-laki dan perempuan.

Sebetulnya secara fitrah dan realitas kehidupan, laki-laki dan wanita memang diciptakan berbeda secara karakter dan penampakan fisik. Tentulah bukan tanpa maksud perbedaan yang hadir dalam realitas kehidupan ini. Jawaban yang paling pas dan sesuai dengan realitas  fitrah penciptaan manusia adalah pastilah untuk saling melengkapi, bukan untuk saling menyaingi.

Allah SWT, tuhan seru sekalian alam telah menjelaskan, jika Allah SWT memang menciptakan manusia ada dua jenis, yaitu jenis laki-laki dan jenis perempuan. Tidak ada jenis yang lain selain keduanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun