Setan Dibelenggu di Ramadan
Hari ini adalah  bulan Ramadan hari kesebelas. Ma'e menghadiri  Kajian Ramadan khusus ibu-ibu di Pondok Pesantren Al-Ishlah Bondowoso. Acaranya dimulai pukul 08.00 pagi. Pematerinya adalah ustadz Syamsudin, pengasuh senior Pondok Pesantren Al-Ishlah. Judul materinya 'Takwa'.
Pada bulan Ramadan ini kita menyaksikan orang-orang berbondong-bondong salat tarawih. Padahal sebelumnya mereka jarang salat malam. Banyak orang membaca Al-Qur'an sampai khatam. Padahal sebelumnya jarang membuka Al-Qur'an.  Banyak orang  yang mampu berpuasa dari adzan subuh sampai Maghrib. Namun, sayang ada di antara mereka yang tidak mampu salat wajib yang durasinya hanya tiga menit. Kenapa demikian? Mari kita temukan jawabannya di sini.
Ustadz Syamsudin mengatakan bahwa takwa adalah bekal hidup. Setiap muslim sangat membutuhkan takwa  untuk bekal hidupnya. Pertanyaannya adalah apakah takwa itu?
Beliau menggambarkan takwa dengan contoh  dialog dari Umar bin Khattab dengan Ubay bin Ka'ab. Â
Umar bertanya kepada Ubay, "Wahai Ubay, apakah takwa itu?"
Ubay menjawab, "Takwa itu adalah ketika kau berjalan di jalan yang di atasnya ada banyak durinya. Â Bagaimanakah caranya agar kau bisa sampai ke tempat tujuan?"
"Aku akan berjalan di atasnya dan  berusaha  keras untuk tidak menginjak duri-durinya, "jawab Umar.
"Nah, itulah yang disebut takwa. Jalan dan duri  itu hanyalah kiasan. Makna jalan  sesungguhnya adalah jalan kehidupan menuju kematian. Sedangkan makna duri atau ranjau adalah ajakan setan untuk berbuat maksiat atau dosa dengan melanggar perintah-Nya, mengingkari nikmat-nikmat-Nya dan menyekutukan-Nya.
Setan berusaha keras menggelincirkan manusia. Setan tidak membiarkan manusia berbuat baik. Di manapun mereka  berada setan pasti mendatangi mereka. Dari depan, belakang, kanan dan kiri mereka. Dari segala penjuru, sebagaimana Firman-Nya berikut ini,
"Kemudian pasti aku akan mendatangi mereka dari belakang, kanan, dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur." (QS Al-A'raf:17)