Embun pagi baru saja menguap. Matahari menyentuh pucuk-pucuk dedaunan. Burung-burung kecil berkicau riang, bersahut-sahutan, hinggap dari satu dahan ke dahan lainnya. Ma'e  berjalan mengitari kebun mungil sambil memegang gunting. Wajah Ma'e tampak berbunga-bunga. Senyum Ma'e mengembang saat menyapa para penghuni taman.
Mawar teman Izzah--puteri Ma'e yang sedang menginap di rumah Ma'e--menghampiri Ma'e. "Assalamualaikum, Ma'e!" Ucap Mawar.
Ma'e menoleh sambil melempar senyum, "Wa'alaikum sallam, Mawar!"
"Ma'e, bolehkah saya bertanya?" Tanya Mawar teman Izzah yang gemar menulis.
"Silakan, Mawar!" Jawab Ma'e.
"Kata Izzah, Â Ma'e pernah menjadi pemain teater. Benarkah?"
Ma'e sedikit terkejut mendengar pertanyaan Mawar. Lalu Ma'e menjawab, "Benar!"
"Pernah pentas di mana saja?"
"Hanya di Taman Budaya Jawa Timur jalan Genteng Kali, saat festival drama lima kota," jawab Ma'e sambil memangkas daun telang yang sudah rimbun.
"Ma'e pernah menjadi pemain terbaik?"
Ma'e menggeleng pelan, "Tidak pernah. Tetapi, Insya Allah Ma'e tetap berusaha  menjadi  pemain terbaik dalam sandiwara akbar-Nya. Apalagi  sekarang Ma'e sudah memasuki usia senja. Sementara bekal Ma'e ke kampung akhirat  sangat sedikit dan belum tentu diterima-Nya."