Mohon tunggu...
Umi Salamah
Umi Salamah Mohon Tunggu... Penulis - Selamat datang di duniaku

Umi Salamah, lahir di Cilacap, 8 Agustus 2001

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Ilusi

19 Juni 2020   13:02 Diperbarui: 19 Juni 2020   13:05 218
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ada saatnya kadang kita terlalu peka pada dunia. Ketika masa itu tiba, bahkan capung terbang pun akan terasa menakjubkan dan dunia ini terlalu ajaib untuk dimengerti. Seperti hari ini, saat waktu seolah memanduku memasuki dunia yang benar-benar berbeda. 

Jelas dalam ingatanku, saat sosok sejuta tawa itu meninggalkan dunia, menyisakan kenangan manis yang terangkum dalam cinta. Namun detik ini, dunia seolah tengah mempermainkanku. 

Dia, yang pernah mengajariku arti dari saling memiliki. Dia, yang membuatku selalu terpaku menatap iris cokelat penuh kabut pesonanya. Dan dia, yang juga menghancurkanku dengan perihnya kehilangan kini dengan gagah berdiri di hadapanku memamerkan sebuah senyuman.

Lidahku kelu tuk mengungkap perasaan. Seluruh tubuhku bergetar hingga cairan bening yang sendari tadi menggenang di pelupuk mata terjun bebas tanpa titah. 

Aku terisak selagi mata ini masih menatap ragu seseorang yang mengukir senyum di depanku. Hatiku enggan percaya bahwa mata ini bisa melihat kembali lengkung bibir nan indah itu. Paras yang kurindukan setiap waktu. Sosok yang pernah pergi meninggalkanku kini kembali. 

Tubuhku menegang kala sentuhan lembut tangan itu mengusap pipiku, mengenyahkan air mata yang kian membanjir deras. Dirinya begitu tanang memandangku dengan gurat bahagia yang terpancar jelas dari wajahnya. 

Kugenggam tangan dinginnya yang masih bertengger di pipiku. Ini nyata. Aku bisa menyentuhnya, bahkan mengusap tangan itu penuh kasih seperti dulu.

"Apakah kamu merindukanku?" Suara itu, bagai alunan merdu yang tak pernah luput dari setiap detik khayalku. Dalam hati, aku merutuki pertanyaan bodohnya. Dia tanya apakah aku rindu? Bahkan dalam setiap tarikan napasku rindu padanya kian menggebu. "Apakah kamu senang bertemu lagi denganku?" 

Dengan cepat aku mengangguk. Dia semakin melebarkan senyum. Lagi dan lagi menjebakku dalam jerat pesonanya, menyeretku semakin jauh, semakin dalam.

"Maaf pernah membuatmu menangis. Sebenarnya, ada banyak hal yang ingin kusampaikan, tapi di sini waktuku tidak lama. Aku hanya ingin meminta satu hal darimu." Tangannya terulur meraih tanganku, lantas menempelkan telapak tanganku di dadanya. 

Jantungku bertalu-talu di dalam rongganya, persis seperti yang kurasakan saat dulu bersanding di sampingnya. Dan sekarang aku sadar, bahwa rasa cintaku untuknya tak pernah beranjak sedikit pun.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun