Mohon tunggu...
Umi NurBaity
Umi NurBaity Mohon Tunggu... Penulis - Penulis serabutan

Man jadda wa jadda

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Ketika Film Religi Menjadi Kontroversi

2 Juli 2022   08:22 Diperbarui: 2 Juli 2022   08:32 309
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tayangan menjadi hiburan masif atau bahkan sudah menjadi kebutuhan bagi masyarakat. Ketika sudah menjadi kebutuhan maka, tak segan masyarakat rela menghabiskan waktunya di depan layar contoh kecilnya seperti Youtube. Eksistensi televisi saya kira sudah tergeser akibat adanya raksasa Youtube yang dapat diakses online kapan saja. Tayangan seperti ini semacam kekuatan sebuah media untuk memberikan doktrin atau pemahaman kepada masyarakatnya. Pangsa besar inilah kemudian dimanfaatkan beberapa oknum guna meraup tujuan tertentu. Tujuan dimaksudkan kemungkinan besar mengarah untuk mengubah pandangan para penontonnya entah dengan doktrin atau penyelundupan ajaran asing. Bioskop menjadi gudang inti aksi yang mereka lakukan hal ini dikarenakan bioskop menjadi tolok ukur sebetapa baik penilaian film tersebut sebelum diangkat ke layar kaca. Bioskop menjadi pilihan sutradara film sebab bioskop menjadi ruang candu masyarakat di dunia hiburan.

Industri film tidak sekadar tayangan lebih dari itu film berbau religi bisa menuai pandangan berbeda bila dilihat dari kacamata berbeda pula. Film religi sangat dipandang sebagai kasta urutan tertinggi di masyarakat karena agama di mata kita menjadi sesuatu yang paling dimuliakan. Telah dirilis sebuah film berjudul The Lady of Heaven garapan sang sutradara merupakan aktor Australia keturunan Mesir, Eli King. Film ini diproduksi oleh Enlightened Kingdom sementara naskahnya ditulis sosok ulama Syiah yakni Sheikh Yasser Al-Habib. Sekilas dilihat karena notabenenya sudah berlabel Syiah sudah bisa dipastikan bahwa alur ceritanya tidak mungkin sesuai dengan syariat, bahkan film ini justru menggambarkan suasana kecaman terorisme. Syiah dalam pandangan masyarakat Indonesia memiliki sensitivitas tersendiri. Dari cuplikan trailer film sudah saya tonton ternyata dari sana ditayangkan sosok tokoh utama Fatimah sebagai korban terorisme di masa lalu. Film The Lady of Heaven ini menuai kecaman dari berbagai pihak tanpa terkecuali seperti halnya Muslim di Inggris yang melakukan aksi protes sehingga dapat menggagalkan penayangan film tersebut. (CNN Indonesia 30/6/2022)

Di film itu ditampilkan tokoh sosok anak kecil Irak yang berhasil selamat dari tragedi perang. Kemudian, alur dibuat mundur ketika anak kecil tersebut didongengkan oleh seorang nenek tentang perjuangan Fatimah yang bertahan dalam kondisi terorisme. Tokoh Fatimah di sini diperankan sebagai sosok korban terorisme sementara dalam sejarah Islam sendiri tidak pernah menyinggung permasalahan itu. Kalau pun Fatimah digariskan sebagai korban kekerasan terorisme sesuai alur tersebut saya rasa tidak cocok. Karena selain berlawanan arus dengan sejarah, tidak ada kaitannya antara Fatimah sosok puteri Rasulullah dengan isu terorisme. Apalagi alur cerita tersebut digambarkan bahwa tokoh Fatimah sebagai pendobrak kekerasan perempuan di masa itu. Kalau dirunut dari sejarahnya Fatimah sosok puteri Rasulullah yang berhati tegar dan hidup sederhana. Berdasarkan hadis Rasulullah SAW bersabda: "Pemuka perempuan ahli surga ada empat: Maryam binti Imran, Fatimah binti Rasulullah SAW, Khadijah binti Khuwallid, dan Asiyah." (HR Muslim). Dari hadis itu diterangkan bahwasanya Fatimah merupakan pemuka atau termasuk wanita istimewa yang dijamin masuk surga. Diputarnya film ini sama halnya menodai kemuliaan Fatimah Az-Zahra sebagai sosok paling penting dalam sejarah Islam.

Sejumlah negara seperti Mesir dan Lebanon menolak pemutaran bahkan melakukan boikot. Dewan Cendekiawan, Jabal Amel menjelaskan bahwa alur ceritanya tersebut dinilai dapat menimbulkan perselisihan umat. Pemerintah Iran sendiri juga sudah melakukan blokade dengan menambahkan ke dalam daftar hitam. Dilansir dari Middle East Eye MEE menjelaskan bahwa film tersebut dinilai sebagai film kontroversi dengan mengalihkan fakta-fakta sejarah. Bahkan, untuk tokoh Nabi Muhammad ditampakkan wajahnya. (CNN Indonesia 30/6/2022) Dari sini sudah jelas film ini sangat kontroversi dan menyalahi syariat bahkan bisa dipastikan telah menodai agama Islam. Imam Muslim yakni Qari Asim mendukung blokade pemutaran film The Lady Of Heaven melalui postingan dari akun Facebook-nya. Beliau ini sosok tengah menjabat sebagai penasihat pemerintah untuk urusan Islamofobia sekaligus menjadi wakil ketua kelompok kerja pencegah kebencian anti Muslim, wajar apabila beliau berada menengahi isu semacam ini. Di dalam postingan Imam Muslim Qari Asim, beliau menyatakan bahwa pemutaran film tersebut adalah tindakan penistaan agama sehingga dapat menyakiti Muslim. Akibat dari perbuatannya tersebut justru membuatnya dirumahkan dari jabatan dan kedudukannya di Pemerintahan. Tetapi akhirnya jaringan sinema terbesar kedua di dunia yakni Cineworld terpaksa membatalkan penyangan film tersebut di seluruh bioskop di Inggris. ( VIVACOID 12 Juni 2022) Sangat disayangkan justru aksi Qari Asim ini mendapatkan pemecatan tidak resmi hanya karena ingin menengahi permasalahan umat. Justru peran dari seorang penasihat terlihat dari sikapnya ketika menyikapi segala permasalahan. Saya kira aksi beliau ini sudah sangat tanggap bahkan beliau tidak pernah merasa gila jabatan, malahan ikhlas mengorbankan jabatannya. Sikap penasihat Pemerintah seperti inilah yang seharusnya diaplikasikan oleh pejabat lain dalam urusan kasus apa saja.

Selain kontroversi film The Lady of Heaven, ada pula film lain hanya saja bercerita tentang kemuliaan Nabi Muhammad SAW. Film ini berjudul Mohammad Messenger of God film garapan sutradara nomine Oscar, Majid Majidi. Sang sutradara menegaskan bahwa film ini ditayangkan sebagai penguat guna memerangi isu-isu islamofobia di dunia Barat. Film ini dibuat guna memperbaiki citra baik Islam di mata dunia yang memberi penerangan sebetapa mulianya ajaran Islam yang telah diajarkan oleh Nabi Muhammad. Tenang saja di dalam film ini telah disesuaikan dengan aturan Islam, untuk itu tidak dinampakkan wajah Nabi Muhammad SAW. Hanya saja Nabi Muhammad diperlihatkan sebagai tokoh utama yang memegang kendali sudut pandang orang pertama. (CNN Indonesia 12 Juni 2022) Namun, film ini masih saja mendapatkan isu-isu miring bahkan penolakan karena menyangkut mengenai kehidupan Nabi Muhammad SAW yang dilabeli haram. Boleh saja orang lain melabeli haram karena belum mengerti niat baik sang sutradara. Tetapi di sini juga harus dipahami bahwa Islamofobia ini menjadi permasalahan serius. Saya sependapat apabila film ini menjadi senjata dalam mengatasi permasalahan tersebut karena Islam agama perdamaian bukan sebaliknya menimbulkan presepsi kekerasan.

Sami Yusuf sang musisi dalam film tersebut memberi keterangan siapa saja yang menolak adanya penayangan film Nabi Muhammad SAW dipastikan memiliki sikap politis berlebihan. Mereka seakan-akan menuduh tim kreatifnya sebagai bagian dari Syiah. Selain itu, mereka memandang bahwa film ini sama halnya mengambil budaya Iran kemudian ditayangkan secara komersil. 

Sami Yusuf ini mendukung penuh film Nabi Muhammad SAW karena menurutnya merupakan salah satu film religi paling unik dengan mengangkat kehidupan seorang Nabi. Bahkan sebelumnya telah diketahui bersama memang hanya segelintir saja yang berani menampilkan kisah kehidupan tokoh seperti Nabi langsung di layar bioskop. Sekalipun di luar Islam, seperti kisah kehidupan Yesus atau selainnya dalam agama lain. (CNN Indonesia 12 Juni 2022) Pemutaran film religi yang menyangkut tentang Nabi Muhammad memang jarang diangkat maka hal ini menjadi hal baru bagi masyarakat. Akibatnya masyarakat tidak siap menerima pembaharuan tersebut sehingga dengan mudah termakan isu-isu miring lewat desas-desus yang tidak jelas.

Seorang dekan Fakultas Teologi Islam di Al-Azhar Profesor Abdel Fattah Alawari menolak adanya penayangan film ini karena mengaitkannya dengan persoalan syariat. Beliau juga berpendapat bahwa aktor pemain tokoh utama berperan sebagai Nabi Muhammad SAW juga belum tentu berperilaku baik atau setidaknya memiliki akhlak mahmudah sebagaimana tokoh yang diperankan. (CNN Indonesia 12 Juni 2022) 

Saya pribadi menganggap ini sebagai hal cukup bisa dijadikan bahan pertimbangan karena bagaimana pun juga pendalaman karakter seorang tokoh itu juga bergantung dari pemerannya. Apabila pemerannya bisa berkelakuan baik di dunia nyata maka tokoh yang diperankan tersebut akan mengikutinya. Atau bisa jadi sebaliknya ketika di dunia nyata berkelakuan kurang baik justru saat memerankan tokoh mendapatkan hidayah bisa saja membuat termotivasi menjadi pribadi lebih baik lagi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun