Penampilan menjadi ajang penilaian pokok yang tampak didahulukan sebelum hal yang lain. Mayoritas masyarakat menganggap bahwa penampilan itulah yang mencerminkan siapa diri kita. Memang benar berpenampilan menarik bisa mendatangkan hal yang baik terutama pada saat melamar pekerjaan.
Yang dipandang pertama kalinya pastilah cara berpenampilan alasannya karena bisa menunjukkan tingkat kedisiplinan seorang pekerja. Kalau berpenampilan menarik ditambah dengan prestasi yang menarik tentu akan memudahkan kita berkecimpung di dunia kerja nantinya.
Lain halnya jika penampilan justru dijadikan andalan dalam melihat kebaikan dan keburukan yang terpampang di depan kita. Tentu tak sepenuhnya penilaian dari mata kita itu benar, makanya kita harus lebih teliti lagi dalam menilai.
Misalnya saja saat melihat aksi pemulung berpenampilan lusuh yang rajin bersedekah, pasti ada kemungkinan masyarakat menilai dari sisi buruknya dulu "ah si A kan miskin kenapa malah sedekah? Wah jangan-jangan maling nih."
Mirisnya ini bisa memicu perpecahan dan perselisihan bahkan, bisa jadi prasangka yang menjurus pada fitnah lho. Kita tak boleh memutuskan berprasangka buruk tanpa melihat hal yang sebenarnya jadi perlu diselidiki kebenarannya, benar tidaknya hal tersebut. Jangan hanya karena penampilan kita sendiri yang tertipu.
Berdasi dan Bersarung
Penampilan adalah hal mutlak yang pertama kalinya orang lain lihat. Sebab dari pandangan pertama itulah awal mula terbentuknya baik buruknya pola pikir kita. Saat kita melihat orang yang berdasi kita pasti berpikir dia seorang pekerja kantoran, orang tajir, orang baik, pekerja keras.
Tetapi saat dia melakukan tindak korupsi lansung dihujat sebagai sampah masyarakat, maling, copet, dll. Dari sinilah kita menilai bahwa penampilan hanyalah sebagai fasilitas saja bukan penentu baik buruknya perilaku seseorang. Memang boleh saja menilai penampilan seseorang tetapi penampilan itu tidak berpengaruh pada perilakunya.
Sekalipun jas atau kemeja yang dipakai harganya jutaan, tapi orangnya korupsi sama ajalah akan dianggap buruk. Kita tidak perlu sok tahu dalam menilai orang lain karena hanya Allah lah yang Maha Mengetahui segala sesuatu yang tersembunyi. Â
Lain halnya dengan orang bersarung yang terbiasa kita hormati misalnya di desa mereka sering di panggil "kyai" atau dengan sebutan yang lainnya. Mau seberapa bejat perilaku orang lain, pasti akan tunduk saat berhadapan dengan kyai sebab menganggap dirinya lebih rendah kedudukannya dari pada beliau.
Masyarakat menganggap kyai adalah orang yang berilmu dan kedudukannya tinggi karena dekat dengan ilahi. Padahal sepanjang apa pun jubah seorang kyai, setebal apa pun kitabnya, tidak akan berpengaruh pada keimanan.