Mohon tunggu...
Umi NurBaity
Umi NurBaity Mohon Tunggu... Penulis - Penulis serabutan

Man jadda wa jadda

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Demo ala Pelajar

9 Oktober 2020   22:06 Diperbarui: 9 Oktober 2020   22:09 62
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Demo Ala Pelajar  Maraknya aksi demo penolakan UU Omnibus Law yang terjadi di mana-mana. Tentu hal ini mencuri perhatian masyarakat luas hingga kalangan pelajar.

Mereka mudah sekali mengakses internet untuk mendapatkan informasi padahal belum tentu informasi itu benar. Apabila pelajar mudah diprovokasi oleh media maka, jangan heran jika mereka nekat ikut demo. Ini berbahaya bagi mereka apalagi jika mereka lepas pengawasan dari orang tua dan kerabat dekat. Wah, bisa jadi membuka peluang emas bagi pelajar untuk menemukan kebebasan diri lewat aksi demonstrasi.

Kejenuhan dalam belajar kemungkinan besar bisa menjadi faktor umum yang dapat memicu pelajar melepas penat lewat aksi demo. Setiap hari pelajar disuguhi tugas yang menggunung belum lagi jika deadline yang ditentukan itu mepet. Pasti remaja merasa tertekan bahkan, ada juga yang sengaja tidak mengerjakan tugas karena malas. 

Belum lagi ada faktor internal lain misalnya sering melihat kedua orang tua bertengkar bahkan, sampai melakukan KDRT di depan anaknya. Sudah pasti pelajar muak dengan keadaan yang semakin dirasa tak berpihak pada keadilan. Seolah rumah yang tadinya menjadi tempat paling nyaman berubah menjadi tempat paling menyesakkan.

Dari pihak sekolah sudah mengeluarkan imbauan dan antisipasi kepada para pelajar untuk tetap di rumah saja. Jujur pihak sekolah merasa khawatir jika ada pelajar yang ikut serta dalam demo karena tak ingin terjadi sesuatu yang tidak diinginkan. Bayangkan saja jika remaja ikut demo hingga melupakan kewajibannya untuk belajar padahal sebentar lagi mereka akan menghadapi ujian. 

Di beberapa sekolah diberlakukan peraturan dan sanksi bagi para pelajar yang nekat ikut demo. Boleh saja jika sanksi itu dikenakan bagi pelanggarnya tapi, pihak sekolah kesulitan mencari para pelanggar peraturan. Sedangkan di sebagian sekolah lainnya melepas tanggung jawab apabila para pelajar masih nekat ikut demo karena pelajar berada di luar peraturan yang telah ditetapkan, tergantung bagaimana cara pelajar menyikapi peraturan.

Sebagian besar pelajar pasti bisa melaksanakan peraturan yang telah ditetapkan akan tetapi, tidak menutup kemungkinan ada sebagian pelajar yang menyepelekan. Seolah membenarkan pendapat sendiri serta menjunjung ego tinggi-tinggi. 

Ini semua berawal dari konsep pemikiran jangka pendek akibat sifat labil yang tengah dialami dalam proses pubertas ke tahap dewasa. Pemikiran setiap individu memang berbeda karena memiliki pengaruh dari segi yang berbeda pula. Hal ini dapat dilihat dari kebiasaan, lingkungan, kondisi emosional, pergaulan, keluarga, karakter, hobi, dan lain-lain. Jangan heran kalau di usia remaja, pelajar mudah tersinggung dan lebih peka terhadap apa yang ia lihat. Mereka lebih sering melihat dulu sebelum memahami.

Saya sendiri pernah mengamati beberapa teman sekelas yang berbeda karakter dan pemahaman. Hasilnya ada yang lebih dulu membaca baru memahami lalu dipraktekkan tapi ada pula yang malas membaca apalagi mempraktekkan. Mereka berpendapat bahwa peraturan itu mengekang kebebasan setiap individu dalam berekspresi. Saya percaya peraturan itu dibuat untuk mengekang kebebasan agar tidak terlalu bebas alias tertib.

Aksi demo sah saja digelar dengan catatan tidak dibumbui perilaku anarkis yang bisa memicu kerusuhan. Demo bukanlah aksi yang tepat untuk diikuti oleh seorang pelajar apalagi di bawah umur. Seharusnya sebisa mungkin kita sebagai pelajar menunjukkan prestasi setinggi-tingginya walaupun keadaan negara sedang tidak stabil akibat adanya demo. Saya percaya di masa pandemi covid-19 seperti ini memang sulit tapi semua yang terasa sulit akan dipermudah saat kita terus mencoba dan tak pernah putus asa.


Salam satu pena

Gembul Can

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun