Mohon tunggu...
Umi Sahaja
Umi Sahaja Mohon Tunggu... Tenaga Kesehatan - Ibu bekerja yang ingin sukses dunia akhirat

Selalu berusaha membuat segalanya menjadi mudah, meski kadang sulit. 😄

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Narsis

30 Januari 2023   04:03 Diperbarui: 30 Januari 2023   06:09 153
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Sewaktu aku masih kecil, aku bercita-cita menjadi guru, dokter dan perawat.    Anak kecil mah bebas mau jadi apa, tidak ada yang melarang. Juga tidak perlu berpikir jauh, apakah ucapannya itu akan terealisasi atau tidak.

 Enteng saja bilang mau jadi dokter, jika ditanya kenapa ingin jadi dokter? Jawabku agar bisa menyembuhkan orang sakit. Cita-cita yang mulia. Padahal kuliah kedokteran bukan hanya butuh uang berlimpah juga otak yang encer. Apalah aku ini yang hanya anak seorang petani.

 Menjadi perawat pun sama, selain butuh uang dan otak encer juga butuh mental. Mental menghadapi orang-orang dari berbagai latar belakang kehidupan, juga mental baja menahan rasa jijik saat melihat darah dan luka. Jangankan melihat darah berceceran, melihat air mata jatuh saja aku tak mampu. Uhuk-uhuk. Jadi mari kita lupakan saja tentang cita-cita menjadi dokter atau perawat. 

Sepertinya menjadi guru lebih rasional. Biaya kuliah dan otak insyaallah mampu. Guru, digugu lan ditiru, nantinya seorang guru harus bisa menjadi role model muridnya. Harus membiasakan berprilaku baik agar bisa jadi teladan. Juga profesi yang mulia, jika saja aku tipe pembelajar, penyabar dan penyayang. Namun apalah daya, aku hanya kaum rebahan yang hobi bermalas-malasan. 

Apapun cita-cita dan harapan kita, jika Allah tidak berkehendak ya tidak mungkin berhasil. Begitu pula yang aku alami, setelah sempat terombang-ambing lika liku kehidupan aku akhirnya melanjutkan ke sekolah menengah atas dan sekarang hanya menjadi karyawan. 

Gak harus jadi dokter, perawat atau guru untuk menjadi manusia yang bermanfaat, sebagai karyawan biasa pun bisa. Aku meyakinkan diri sendiri sekaligus menghibur diri. Bisa lah ya, memberi manfaat minimal untuk diri sendiri. Kalau tidak ada karyawan bagaimana  perusahaan bisa menjadi besar. Tanpa perusahaan besar mana ada pemasukan pajak untuk negara. Tidak ada pajak bagaimana negara bisa maju. Alah.

" Ayu, besok Senin meeting di kantor pusat ya," kata Mbak Sonya, supervisorku saat kunjungan outlet.

" Mbak, males banget deh meeting di pusat. Paling juga kena omel. Ditanya lagi, kenapa omzet turun." 

Aku menjawab mbak Sonya ogah-ogahan. Meeting di kantor pusat adalah momok menakutkan buat salesgirl dengan omzet gak pasti kayak aku. Huhuhu.

" Meeting bulanan kan dah rutin. Ya jawab aja, memang lagi sepi."

" Mbak kayak gak tau orang pusat aja. Mereka mana peduli kondisi di lapangan. Maunya sales naik, target tercapai. Siapa sih yang gak mau target tercapai trus dapet bonus. Tapi kan ekonomi lagi sulit, dimana-mana juga penjualan sepi."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun