Mohon tunggu...
Umi Setyowati
Umi Setyowati Mohon Tunggu... Wiraswasta - Ibu rumah tangga

Wiraswasta yang suka membaca dan menulis fiksi sesekali saja.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

"Asa yang Tersisa " (40)

26 Mei 2016   15:42 Diperbarui: 26 Mei 2016   15:55 193
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Surabaya yang dijuluki sebagai Kota Pahlawan, kota Buaya dan entah  julukan apalagi yang layak disematkan.Bagiku saat itu, surabaya adalah kota yang sibuk. Urat nadi kehidupan berdenyut 24 jam non stop. Dan aku terlibat di dalamnya, hampir selama dua pertiganya. 

Bagaimana tidak, terhitung sejak jam 05.00 pagi bangun tidur, siap -siap berangkat mengajar, memberi les privat, berangkat kuliah jam lima sore, pulang kembali, tiba di rumah jam sepuluh malam, kalau tak ada masalah hujan dan banjir. Kalau hujan deras dan banjir, hampir tengah malam baru sampai di rumah. Begitu setiap hari kujalani tanpa keluh kesah. 

Riak kehidupan berjalan mengalir begitu saja.Hingga aku menyelesaikan Ujian Negara. Dan berhak menyandang gelar Sarjana Muda Hukum.Kalau boleh sedikit merasa bangga, aku bisa menulis namaku menjadi Yowa Novianti Bc.HK. Mungkin diperlukan nanti ketika aku  melamar pekerjaan

Seharusnya, setelah itu aku meneruskan ke Tingkat Doktoral  untuk meraih gelar sarjana penuh, untuk kemudian tertulis namaku, Yowa Novianti SH. yang menjadi angan dan inginku sejak dulu.  

Tak sedikit hambatan yang menghadangku sebelumya. Minimnya diktat yang kupunya, membuatku harus rajin ke perpus, dan pinjam catatan ke sana kemari untuk difoto copy.Ditambah dengan waktu belajarku yang tak teratur, sehingga aku menerapkan belajar sks alias sistim kebut semalam. Lulus sekedar lulus, dengan minim prestasi, yang penting selesai. Aku sudah merasa sangat bersyukur. 

Sampai di tahap ini, untuk mekanjutkan ke tingkat doktoral, soal biaya menjadi pertimbanganku.. Sebagai anak tertua, mau tak mau, aku harus jugs memikirkan kelangsungan sekolah ketiga adikku.

Tahun itu, bersamaan dengan adikku Ariel diterima di di ITS, Adin masuk SMA, Afit si bungsu, naik klas 2 SMP dan Adit adik tiriku baru naik ke Tingkat II di Untag, fakultas ekonomi. 

Bapak sudah kerja keras untuk biaya menyekolahkan kami. Kalau pagi beliau sebagai Kasek SDN, siangnya mengajar di SMA Muhamadiyah, malamnya jadi Dosen di IKIP PGRI. . 

Melihat kenyataan itu, aku bisa ikut merasakan, sungguh berat beban yang bapak pikul.Sehingga aku tak sampai hati menambahi bebannya.Toh tak ada larangan untuk meneruskan tahun depan. Sambil menabung, seandainya nanti ada kurangnya, tak akan terlalu banyak minta tambahan bapak. 

Sementara ibuku di Banyuwangi, masih membiayai sekolah dua adiknya, yang satu di SMA, satunya lagi di PGA, pun dua adikku, Arier dan Arly sudah di SMP. Lebih tak tega lagi kalau aku minta tambahan uang beliau.Akhirnya kuputuskan untuk terminal dulu satu tahun.Berharap keadaan tahun depan akan lebih baik. Do'aku selalu kupanjatkan. Tuhan membuka jalan kemudahan. 

Karena sudah tak kuliah lagi,.kemudian aku menerima tawaran untuk tinggal di perumahan guru di SD tempatku mengajar. Berdampingan dengan tempat tinggal Pak Bun, penjaga sekolah. Sekolahan itu sendiri satu komplek terdiri dari 3 sekolah. SDN Pacar Kembang I, II dan III. Aku di SDN Pacar Kembang I. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun