Mohon tunggu...
Umi Setyowati
Umi Setyowati Mohon Tunggu... Wiraswasta - Ibu rumah tangga

Wiraswasta yang suka membaca dan menulis fiksi sesekali saja.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Ulurkan Tanganmu

12 Januari 2018   13:59 Diperbarui: 12 Januari 2018   14:16 1110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ulurkan tanganmu mari bersalaman tanpa dendam dan kebencian.

//

Pada kali pertama kusambut jabat tanganmu ada debar-debar menjalar hangat  di dada.

Halus  tutur katamu membawa rasa berbeda, pun saat pandangmu menikam mata.

Benang-benang asmara lalu menyulam cinta.

Ikrar janji suci kita ucapkan di altar sakral pernikahan.

Jodoh mendudukkan kita di pelaminan.

Hasrat cinta menyatu di indah peraduan.

Kita menggantung asa setinggi awan, bersama kan meraihnya apapun rintangan.

Seiring detik waktu berputar, jalan terjal nan berliku terlewati.

Kisah-kasih kian terpatri kala hadir buah hati.

Sungguh indah karunia Ilahi.

Namun kemudian...

Kenikmatan duniawi membuatmu  lupa pada Tuhan sang pemberi rejeki.

Ibadah tak lagi menjadi rutinitas diri, alih-alih mensyukuri, kau malah tinggi hati.

Menjadi imam salat keluarga, katamu, tak sempat lagi.

Member contoh buruk pada buah hati untuk ditauladani.

Sebesar apa ku bersabar, sebanyak apa kuperingatkan,segala cara tlah kucoba, semua kau abaikan.

Bahkan mulai lupa daratan.

Tak sadari di mana kau berpijak.

Siapa mengangkatmu hingga ke puncak.

" Ayah sudah lama tidak mengajari mengaji anak kita," kataku.

"Kamu yang lebih pintar!" hardikmu.

Astaghfirullahal adziim.

//

Sering sudah kukatakan,  calakalah kita!  jika engkau meninggalkan Tuhan.

Sebab di akhir nanti segalanya harus dipertanggungjawabkan.

Harta dan tahta hanyalah titipan sementara.

Pada saatnya akan diminta oleh sang Maha Kuasa dengan cara yang tak pernah kita duga.

//

Pada akhirnya kesabaranku mulai menipis, terkikis olehmu yang kian semena-mena.

Engkau bukan lagi panutan keluarga, bukan lagi raja di istana cinta.

Buah hati kita harus diselamatkan dari nahkoda yang lupa daratan.

Kapal berlayar telah melenceng arah tujuan.

Tak hendak kuikut denganmu menuju jurang kenistaan.

Jadi...

Ceraikan aku!

Ulurkan tanganmu, mari bersalaman tanpa dendam dan kebencian.

***

NB.sedikit tambahan untuk menjadi pelajaran hidup bersama.

Pada pasangan yang tidak seimbang pemahaman tentang agama, menjadi salah satu  sebab terjadinya perceraian ,seperti cerita yang saya tulis.

Beberapa kasus terjadi pada orang-orang terdekat saya, saudara dan rekan kerja.

Sekedar berbagi.

Salam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun