Mohon tunggu...
Umi Saputri
Umi Saputri Mohon Tunggu... Mahasiswa - Motivator

Mahasiswi Tadris Biologi, IAIN Metro Lampung.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Belajar Daring, Bikin Garing: Tengok Perjuangan Seorang Guru Selama Pandemi

4 Agustus 2021   07:16 Diperbarui: 4 April 2022   14:06 236
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi Pribadi

Selama pandemi Covid-19, kurang lebih hampir 2 tahun lamanya, pemerintah sudah memberikan solusi akan adanya pandemi yang ganas ini, dengan menerapkan sistem belajar online pada Mahasiswa, baik dari paud/TK, SD, tingkat SMP maupun SMA, SMK, MA.

Bahkan segala aktifitas yang ada serba online, baik pengajian di online, seminar di jadikan webinar, dan belajar dirumahkan, rapat di online kan. Serasa jenuh menatap Handphone seharian rasanya memang begitu melelahkan.

Dari mulai sekolah di liburkan tapi masih daring dirumah masing-masing. Dari mulai harus cari sinyal hanya demi nilai. Dari mulai beli kuota demi bisa belajar. Dari mulai harus bangun tepat waktu hanya demi absensi, dan demi berpusing-pusing mengerjakan tugas deadline hanya demi mendapatkan nilai plus.

Tulisan ini saya tulis sebagai rasa perihatin penulis dan juga temen-temen yang mungkin merasakan hal yang sama, baik itu Mahasiswa ataupun dosen. Mungkin temen-temen itu tahu apa makna dari semboyan ing ngarsa sung tulada, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani bisa diartikan.

Guru di depan memberikan contoh atau sebagai panutan, di tengah membangun kemauan atau niat, dan di belakang memberikan dorongan atau semangat. Tapi realita yang ada justru belajar selama pandemi itu terasa garing. 

Bagaimana tidak garing, Mahasiswa-mahasiswi di tuntut untuk terus mengerjakan tugas, padahal pada nyatanya dia itu garing, haus akan waktu istirahat bahkan rela begadang hanya demi tugas-tugas yang diberikan.

Bukan memberikan semangat justru malah memberi tugas banyak, dengan batas deadline singkat padat dan akhirnya kurang semangat. Baru saja satu tugas datang, tumbuh lagi bibit-bibit tugas baru, serasa seperti tanaman saja, bukan menghasilkan buah manis jutru menghasilkan sesuatu buah yang jutru sangat pahit.

Waktu dalam sehari hanya 24 jam bukan waktu yang sangat lama, apa lagi Ramadhan tahun ini, tentu waktu menjadi singkat bukan hanya untuk perkuliahan saja tapi untuk menjalankan ibadah seperti puasa, mengaji, berbuka dan sholat tarawih.

Coba sekali lagi mari tengok, dan kita dalami lagi makna dari semboyan ing ngarsa sung tulada, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani bisa diartikan Bahwa guru itu di depan memberikan contoh, di tengah membangun niat, di belakang memberikan semangat.

Bahkan sudah 10 hari mendekati idul Fitri, Mahasiswa masih merasakan garing gara-gara daring, makna belajar jadi membosankan karena semua serba online, seharusnya penyambutan hari raya idul Fitri di sambut dengan kenyamanan, tapi justru garing karena memikirkan tugas yang bertimpa-timpahan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun