Mohon tunggu...
Umar Zidan
Umar Zidan Mohon Tunggu... wiraswasta -

I'm not a writer...

Selanjutnya

Tutup

Humor

Coba Memahami "Dislike" Lawakan Ekstrim Dani Aditya

1 Juni 2015   02:00 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:25 53
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_386623" align="aligncenter" width="600" caption="Dani Aditya SUCI 5 KompasTV"][/caption]

Di video youtube terdapat fasilitas jempol kebawah untuk menunjukkan ketidak-sukaan (dislike), ketidak-sukaan ini memang belum tentu ditujukan pada isi atau materi dari video yang diunggah, bisa jadi karena soal teknis , misalnya saja editing yang acak adul, suara yang hilang atau gambar yang buram dlsb.

[caption id="attachment_386624" align="aligncenter" width="300" caption="Snapshot youtube"]

1433097319248666664
1433097319248666664
[/caption]

Video Dani Aditya, peserta SUCI 5 pun tak luput dari dislike, jika dislike terkait masalah teknis rasanya kok ndak mungkin, karena video-video yang diunggah KompasTV rata-rata bagus, baik suara maupun gambarnya, satu-satunya kemungkinan dislike terkait teknis , ada pada soal tanggapan juri yang selalu dipotong oleh KompasTV.

Untuk tulisan ini saya asumsikan saja dislike pada video Dani ada pada soal materi banyolannya yang meskipun kocak tapi 90 persen materinya mengolok-olok cacat fisiknya sendiri.

Dan mereka yang memencet tombol “tidak suka” itu membawa saya pada pertanyaan “kenapa di dislike ?”, pertanyaan ini menjadi menarik buat saya karena XFactor Dani yang cacat fisik. Berbeda saat hingar bingar XFactor 2013 ketika video Fatin di dislike, saya tidak ambil pusing, begitu juga dengan dislike pada video peserta SUCI yang lain.

Harusnya kita sepakat bahwa memencet tombol dislike merupakan hak prerogatif penonton youtube, dan tidak boleh dipertanyakan apalagi dipersoalkan, dan youtube pun tidak membuat kotak“sebutkan alasan anda men-dislike?”.Tulisan ini juga tidak hendak persoalkan hak mendislike, hanya sekedar coba tarik benang antara “dislike” dengan “materi cacat” yang menjadi “dagangan” Dany yang kebetulan jugacacat.Seperti kata Dani sendiri dalam satu penampilannya bahwa jika tidak cacat mungkin dia tidak punya materi.

Terbayang oleh saya, jika saja “materi cacat” ini menjadi bahan komedi di panggung oleh “orang normal”, maka akan dahsyat protesmasyarakat dunia maia di media sosial, dan bisa jadi akan berakibat ke masalah hukum, dan KompasTV, seperti ”diduga” Dani akan ditegur KPI karena mentertawakan orang cacat. Menyepakati dugaan Dani itu maka sayapun paham atas adanya tombol dislike yang diklik oleh beberapa penonton video Dani, bahwa itu adalah ekspresi ketidaksetujuan mereka atas materi lawakan Dani. Hanya saja ada pesan dari Dani yang mengatakan dia tidak suka anak cacat dikasihani, lebih dihargai karyanya.

Tidak urung tombol-tombol “dislike” yang terpencet itu membuat saya berpikir ulang apakah ketika saya tertawa terbahak-bahak ,saya mentertawakan orang cacat ? saya menghina orang cacat ? .  Sebagai orang yang berbudi luhur tentu saja saya menolak tuduhan saya kepada saya itu. Lawakan Dani menurut saya memang lucu, dengan kadar intelektualitas yang lumayan, tidak murahan, dan acapkali berhasil menipu logika kita.

Misalnya logika ngga jelas ini, “..saya stand up komedi sejak 2013, waktu itu jumlah anak cacat sekitar satu koma tujuh juta, tapi tahun 2015 ini meningkat menjadi satu koma delapan juta, berarti saya berhasil menginspirasi Indonesia....’saya ngakak abis, entah anda, hehe

Seperti pada olahraga ekstrim yang mempermainkan nyawa sebagai taruhan, Dani pun melawak dengan sangat ekstrim mengolok-olok cacat fisiknya, dengan mempermainkan “perasaan” nya sendiri, penonton, orang tua nyabahkan penyandang cacat lain diluar panggung yang belum tentu setuju dengan banyolan Dani.

Misalnya pada lawakan, yang menurut saya sangat ekstrim ini “.. setiap anak bercita-cita membahagaikan kedua orang tua, salah satunya dengan cara menaikkan haji jika dia sukses, tapi masalahnya orang tua saya sudah naik haji ketika saya lahir, jangan-jangan ketika saya lahir mereka bilang.. untung kita sudah naik haji yaa..” miris, tapi itulah Dani, seolah dia mau bilang , santai ketawa saja tidak apa apa!

Bagi saya, Dani Aditya, penyandang cacat yang menerima fakta dan atas fakta itu dia berusaha bersikap realistis, kemudian berbasis itu Dani seolah ingin mengatakan pada kita apapun yang dialami penyandang cacat menjadi “normal” untuk menjadi bahan lawakan, tanpa harus lebay, sakit hati, menangis cengeng dan meratapi nasib.

Dani Aditya, penyandang cacat yang berpikir faktual, logis, realitis dan normal, lebih baik dari orang normal yang “cacat berpikir”, seperti para koruptor dan para begal sepakbola diluar sana.

Triple Platinum dari saya buat Dani Aditya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humor Selengkapnya
Lihat Humor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun