Mohon tunggu...
Umar Hapsoro
Umar Hapsoro Mohon Tunggu... wiraswasta -

Bosan jadi pegawai, lantas berwirausaha. Senang baca, dan suka juga nulis, tapi kadang2. ~ "Pengetahuan tidaklah cukup, ..... karenanya kita hrs mengamalkannya. Niat saja tidaklah cukup, untuk itu kita harus melakukannya."

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Islam dan Kekerasan?

21 September 2009   08:32 Diperbarui: 26 Juni 2015   19:42 2438
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sejak masa penyebaran agama Islam, banyak yang menganggap Islam sebagai musuh, dan sampai hari ini masih banyak pihak yang tidak suka melihat perkembangan Islam. Caranya dengan menyebarkan informasi yang salah tentang Islam (disinformasi). Muhammad Elmasry, Presiden Canadian Islamic Congress, dalam tulisannya yang berjudul History Dispel the Lies About Islam mengungkapkan, propaganda dengan cara disinformasi semacam ini sangat ampuh untuk melemahkan Islam. Namun ia meyakini, fakta sejarah dan kebohongan yang terus menerus dilontarkan, justru akan menampakkan kebenaran Islam itu sendiri. Al-Quran, Menjaga Keaslian Ajaran Agama Islam. Teknik yang paling terkenal dalam perang propaganda adalah penyebaran 'informasi yang salah' tentang pihak musuh. Disinformasi merupakan kata baru untuk kebohongan di era postmodern seperti sekarang ini. Jika seseorang mengulangi kebohongan yang sama berulang-ulang, kemampuan berfikir kritis orang-orang yang mendengarnya akan mati rasa dan tanpa kehadiran argumen yang melawannya, pada akhirnya kebohongan-kebohongan tidak bisa dipisahkan dari kebenaran (black propaganda. pen). Elmasry mengungkapkan, Islam sejak berabad-abad yang lalu sudah memiliki banyak musuh, dan musuh yang banyak itu masih ada hingga sekarang. Salah satu kebohongan yang kerap dikabarkan oleh orang-orang yang ingin merusak Islam adalah bahwa umat Islam menyebarkan agamanya dengan pedang (baca kekerasan). Perlu di catat dan digarisbawahi, bahwa tidak ada agama yang saat ini masih bertahan di dunia ini, yang secara persis terdokumentasi seperti agama aslinya, baik dalam hal wahyu, pesan-pesan maupun ajarannya. Islam, ... sejak kemunculannya melalui Nabi Muhammad Saw dan penyebarluasan ayat-ayat Al-Quran yang dilakukannya, sejarah Islam tercatat dengan baik (Al-Qur'an dari sejak diturunkannya hingga sekarang ini tidak ada yang berubah satu huruf pun). Mulai dari zaman nabi-nabi sampai sekarang, Al-Quran memberikan tuntunan dan mengajarkan disiplin dalam kehidupan sehari-hari. Seiring dengan menyebarnya Islam, kehidupan dan ajaran-ajaran dari para nabinya telah tercatat dengan baik. Tidak Ada Paksaan untuk Memeluk Agama Islam Kembali pada apakah Al-Quran mendorong umat Islam untuk menyebarkan keyakinannya dengan paksaan, atau apakah Nabi Muhammad sendiri menjadi contoh kekerasan yang diikuti oleh umat Islam, seseorang menurut Elmasry harus merujuk pada sumbernya. Al-Quran dengan jelas menyatakan bahwa 'Tidak ada paksaan dalam memeluk agama Islam.' Perintahnya sudah tegas, tidak ada pengecualian-pengecualian. Paksaan, pengerahan kekuatan, kekerasan-atau apapun istilah yang digunakan- hal semacam itu dilarang. Dan tidak ada kitab suci lainnya yang menegaskan hal itu pada para penganutnya, selain Al-Quran. Sebagai buktinya, kata Elmasry, bisa dilihat di negara-negara yang penduduknya mayoritas Muslim seperti Indonesia dan Malaysia yang sepanjang sejarahnya tidak pernah ada tentara Muslim asing di kedua negara itu. Begitu juga dengan kehidupan wilayah Muslim di Cina, di wilayah-wilayah sun sahara di Afrika, Amerika, Eropa dan Turki. Semua negara atau wilayah ini diperkenalkan dengan Islam melalui umat Islam lainnya, bukan oleh tentara Islam. Pada masa awal, para pemeluknya mengagumi Islam yang mengajarkan ketauhidan, bahwa Tuhan itu satu dan hanya Dia yang patut disembah oleh semua makhluk di bumi ini, bahwa manusia bisa berkomunikasi langsung dengan Tuhanya tanpa melalui perantara.  Tidak ada dosa warisan, karena setiap manusia bertanggung jawab penuh atas segala perbuatannya. Kenyataannya, Islam menyebar ke sejumlah tempat secepat peluru, tapi tidak ada peluru dalam arti yang sebenarnya terlibat dalam penyebaran itu. Konsep menyeluruh tentang 'pindah agama atau mati' sama sekali asing dan tidak ada dasarnya dalam keyakinan dan ajaran agama Islam. Al-Quran sendiri mendorong adanya kemuliaan setiap kehidupan umat manusia dengan mengatakan bahwa 'membunuh orang lain adalah sama halnya dengan membunuh seluruh umat manusia'. Jadi jangan kaitkan Islam dengan bom yang diledakan di Ritz Carlton dan J.W. Marriot Hotel. (HUH-PengusahaMuslim.com) Sejarah Membuktikan Umat Islam Kerap Jadi Korban Kekerasan Agama Lain. Umat Islam tidak menyalahkan agama apapun atas kekejaman yang yang dilakukan oleh mereka yang mengklaim penganut agama tertentu. Umat Islam tidak menyalahkan Yudaisme itu sendiri atas ketidakadilan yang dilakukan Yahudi terhadap bangsa Palestina. Umat Islam tidak menyalahkan agama Kristen atas kejahatan yang dilakukan gereja di abad pertengahan dengan perang salibnya, maupun atas kekejaman yang dilakukan pasukan Kristen ketika menaklukan Spanyol yang diikuti dengan penganiayaan, pembantaian, bahkan pengusiran yang mereka lakukan ketika penaklukan wilayah Andalusia . Umat Islam tidak menyalahkan siapapun atas pemeriksaan yang super ketat dan mengerikan dan atas pembantaian yang mengatasnamakan Hari Santa Bartholomeus, serta sejumlah tragedi serupa lainnya. Elmasry berpendapat, ketiga agama, baik Yudaisme, Kristen dan Islam memiliki akar yang sama yaitu tradisi Arab serta mengajarkan hal yang sama yaitu keadilan, persamaan (egaliter) dan melarang kekerasan. Mereka yang memulai 'masalah' agama dengan menggunakan kekerasan adalah orang yang justru menghina kesucian ajaran agamanya sendiri. Menengok muslim generasi awal di Arab Saudi bahkan mengalami penyiksaan, hingga mereka hijrah dari Makkah ke Madinah, namun mereka tetap dikejar-kejar oleh para penyembah berhala yang ingin memusnahkan mereka. Dan itulah awal umat Islam mulai mengangkat senjata namun dengan tujuan untuk mempertahankan diri. Dan ini bukanlah perang agama, tapi lebih pada pertikaian politik yang terpaksa terjadi di mana kaum kaya dan berkuasa di Arab Saudi pada abad ke-6 Masehi merasa status dan kedudukan mereka terancam dengan keberadaan umat Islam. Umat Islam sendiri tidak pernah memaksa para penyembah berhala itu agar memeluk agama Islam. Lebih lanjut, Elmasry yang juga seorang profesor bidang teknik listrik dan komputer di Universitas Waterloo, Kanada ini mengungkapkan bahwa Nabi Muhammad Saw dan pengikutnya kembali ke Makkah dengan kemenangan dan dengan cara damai. Ia memaafkan semua orang yang pernah menyulut dan mengobarkan perang terhadap dirinya dan para pengikutnya. Sikap Nabi Muhammad yang mulia dan pemaaf ini merupakan refkleksi ajaran yang dituangkan dalam ayat-ayat Al-Quran yang sangat menekankan pentingnya adat kesopanan, saling memaafkan dan mengedepankan kemanusiaan bahkan di tengah konflik yang keras sekalipun. "Dan hamba-hamba Tuhan Yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata yang baik." "Dan orang yang melalui malam hari dengan bersujud dan berdiri untuk Tuhan mereka." (Al-Furqon, 63-64) Analisa Pemikir Muslim Ada analisa menarik yang disampaikan Nasr Abu Zayd, pemikir muslim asal Mesir yang mendapat penghargaan Averroes, tahun 2005, Ia menuturkan bahwa problem utama dalam kekerasan atas nama agama adalah interpretasi. Pada umumnya, umat beragama adalah korban dari penafsiran atas teks. Yang mempengaruhi kesadaran keberagamaan pada umumnya adalah kesadaran yang terpaku dan terbatas pada teks tertentu, serta mengabaikan teks-teks yang lain. Pada akhirnya, penafsiran yang lahir adalah penafsiran yang mengalami kemandulan intertekstualitas. Artinya, teks tidak bisa menegosiasikan dan dinegosiasikan dengan teks-teks yang lain. Yang benar hanya teks ini, selain itu tidak ada kebenaran. Teks ini harus diterapkan, bila tidak agama tidak akan tegak. Begitulah kesadaran teologis yang menyebabkan lahirnya kekerasan dengan mengatasnamakan teks. Mereka masih menganggap bahwa teks adalah produk langit yang tidak boleh dikotori dengan pemikiran-pemikiran akal, semuanya harus kembali kepada teks tanpa ada usaha untuk memaknai kembali (interepretasi) makna-makna yang terkandung serta usaha untuk menegosiasikan teks dengan teks yang lain. Akibatnya agama terkesan kaku bahkan dalam satu sisi terlihat ekstrim. Ditambah lagi, penggunaan idiom-idiom teologis pada fatwa–yang pada hakikatnya adalah “opini legal manusia”–mampu meniupkan roh kekuatan dan kebanggaan bagi siapa saja yang bersedia mengorbankan dirinya untuk menjalankan “misi suci” itu (menurut pemahaman mereka. pen). Penutup Dari semua yang saya kemukakan diatas dari berbagai sumber yang coba saya rangkum dalam catatan ini, semoga dapat menjelaskan dengan sangat sederhana, tapi penting, bahwa masalah dan jalan keluar dari maraknya aksi kekerasan yang mengatasnamakan agama belakangan ini harus dimulai dari para elit agama itu sendiri seperti: juru ceramah, da’i, kyai, ulama dan pimpinan umat, maupun cendikiawan-cendikiawan muslim yang mumpuni. Bila kita mau sederhanakan sedikit, bahwa struktur suatu masyarakat seyogyanya ada dua katagori, yakni; "Ada yang 'dita’ati' dan ada yang 'mena’ati", ... oleh karenanya sistem yang seharusnya di berlakukan adalah "Top Down". Di sini, komitmen para ulama untuk menggali nilai perdamaian harus diletakkan pada urutan pertama. Karena kalau kita mencoba untuk merunut, bahwa yang disebut “teks agama” pada akhirnya adalah ulama. Mereka yang memonopoli tafsir keagamaan, bahkan hanya satu-satunya tafsir alternatif. Kita semua menyadari, bahwa reformasi agama sesungguhnya adalah reformasi para pemimpinnya: reformasi ulama. Barangkali kita bisa mulai coba mengkaji pengalaman reformasi di Mesir yang menurut beberapa cendikiawan muslim di nilai relatif cukup berhasil dan sukses, karena Syaikh Muhammad Abduh sebagai ulama dan tokoh agama mampu melahirkan pemikiran-pemikiran progresif. Karenanya, hingga sekarang di lingkungan al-Azhar, dalam setiap zaman selalu muncul para reformis, yang selalu mengedepankan wawasan keagamaan yang damai dan mendamaikan. Mudah-mudahan hari esok di negeriku yang kucintai ini akan senantiasa cerah, secerah agama yang mengajarkan kita akan pentingnya perdamaian, dan disampaikan kepada seluruh umat manusia di bumi ini oleh manusia pilihan dari Yang Maha Menciptakan, beliau adalah Muhammad Saw. Dan, tidak ada lagi anak-anak muda negeri ini yang menjadi korban pembelokan pemahaman disa'at mereka sedang membutuhkan pencerahan, sehingga mau saja di sunting menjadi pengantin dari kaki-tangannya si Noordin yang telah mengakhiri petualangan berdarahnya di bumi Indonesia yang tercinta ini. Damailah Indonesiaku Tercinta ! ~ ‘Alâ bi dzikrillâh tathmainnall qulub. Wallâhu A’lam Taqoballahu mina wa minkum. Selamat Idul Fitri 1430 H. Mohon maaf lahir dan bathin. H. Umar Hapsoro Ishak

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun