Mohon tunggu...
Umar Faruq
Umar Faruq Mohon Tunggu... Penegak Hukum - Mahasiswa Hukum Tata Negara
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Politik hukum yang aspiratif akan melahirkan hukum yang responsif.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Kebebasan Berpendapat dalam Negara Hukum yang Demokratis

4 Juni 2020   11:59 Diperbarui: 4 Juni 2020   14:00 1938
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Putusan Nomor 013-022/PUU-IV/2006 Pengujian Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (selanjutnya disebut KUHPidana) terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 telah membatalkan pasal-pasal dalam KUHP yang dapat menyasar kasus-kasus bagi mereka yang  penghinaan Presiden seperti Pasal 134, Pasal 136 bis, dan Pasal 137 ayat (1) KUHP. Menyatakan Pasal 134, Pasal 136 , dan Pasal 137 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

Dalam pertimbangannya Mahkamah berpendapat, Indonesia sebagai suatu negara hukum yangdemokratis, berbentuk republik, dan berkedaulatan rakyat, serta menjunjung tinggi hak asasi manusia sebagaimana telah ditentukan dalam UUD 1945, tidak relevan lagi jika dalam KUHPidananya masih memuat pasal-pasal seperti Pasal 134, Pasal 136 bis, dan Pasal 137 yang menegasi prinsip persamaan di depan hukum, mengurangi kebebasan mengekspresikan pikiran dan pendapat, kebebasan akan informasi, dan prinsip kepastian hukum. Sehingga, dalam RUU KUH Pidana yang merupakan upaya pembaharuan KUHPidana warisan kolonial juga harus tidak lagi memuat pasal-pasal yang isinya sama atau mirip dengan Pasal 134, Pasal 136 bis, dan Pasal 137 KUHPidana. Terlebih lagi, ancaman pidana terhadap pelanggaran Pasal 134 paling lama enam tahun penjara dapat dipergunakan untuk menghambat proses demokrasi khususnya akses bagi jabatan-jabatan publik yang mensyaratkan seseorang tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara lima tahun atau lebih;

Putusan MK Nomor 26/PUU-XVI/2018 tentang Pengujian Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2018 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,

Pasal 73 terkait pemanggilan paksa pihak yang diperiksa DPR, Pasal 122 terkait penghinaan terhadap parlemen, dan Pasal 245 terkait pertimbangan Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) dalam pemeriksaan anggota DPR dibatalkan  oleh Mahkamah Konstitusi

Bahwa dengan mengacu pada Putusan Mahkamah tersebut maka terhadap dalil-dalil permohonan para Pemohon mengenai pengujian konstitusionalitas norma Pasal 73 ayat (3), Pasal 73 ayat (4) huruf a dan huruf c,Pasal 73 ayat (5), Pasal 122 huruf l, dan Pasal 245 ayat (1) UU MD3 telah ternyata merupakan bagian yang dinyatakan inkonstitusional. Dengan kata lain terhadap norma Pasal tersebut telah dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Dari kedua putusan Mahkamah Konstitusi dapat dipahami kebebasan bereserikat berkumpul dan mengeluarkan pendapatnya baik itu lisan atau tulisan dijamin oleh Konstitusi terlebih kepada pemerintah baik eksekutif, legeslatif dan Yudikatif.

Kesimpulan

Kebebasan berpendapat merupakan hak Asasi Manusia warga negara yang dilindungi Konstitusi yang tak bisa dibatasi oleh siapa pun selama itu sesuai dengan peraturan perundang -Undang. Hukum hadir sebagai  pelindung bagi menyuarakan pendapat secara benar, Terlebih dalam rangka memperjuangkan keadilan dan kebenaran negara menjamin.

 

"Didiklah Rakyat dengan Organisasi, Didiklah penguasa dengan Perlawanan!".--Pramoedya Ananta Toer--

Salam Konstitusi 

Penulis:Umar Faruq

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun