Mohon tunggu...
Ulya Fatimatuzzahra
Ulya Fatimatuzzahra Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

A long-life learner that passionate about improving self-potential every single day

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Piagam Madinah, Sebuah Keadilan dan Kedamaian dalam Kesepakatan

23 September 2022   15:06 Diperbarui: 23 September 2022   15:08 345
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Pexels.com/Savvas Stavrinos

Piagam Madinah atau yang biasa dikenal dengan sebutan Konstitusi Madinah merupakan sebuah dokumen perjanjian tertulis yang diprakarsai oleh Rasulullah SAW untuk mempersatukan golongan-golongan yang ada di Yastrib kala itu (saat ini Madinah) dan merupakan kesepakatan damai sekaligus draf perundang-undangan yang mengatur kemajemukan komunitas dan berbagai sektor kehidupan, termasuk social, politik, hukum, ekonomi HAM, dan lain sebagainya. 

Kesepakatan ini juga dikenal dengan istilah Dustur Madinah dan Shahifah Al-Madinah, yang berisikan penetapan adanya kebebasan dalam beragama, kebebasan menyampaikan pendapat, mengenai keselamatan harta-benda, larangan berbuat jahat dan lain sebagainya.

Dalam beberapa sumber disebutkan bahwa Piagam Madinah merupakan sebuah konstitusi tertulis pertama secara resmi dalam sejarah peradaban manusia yang jauh mendahului konstitusi manapun di dunia seperti Piagam Magna Carta dan konstitusi-konstitusi lainnya. 

Melalui piagam ini, Rasulullah mengenalkan kehidupan yang harmonis dan damai bagi masyarakat Madinah yang majemuk dan plural dan menciptakan fondasi kuat dalam membangun masyarakat madani yang rukun dan damai. Disebutkan bahwa ada 3 kelompok yang berbeda yang mendiami Madinah kala itu, yakni: Kaum Muslimin dari Muhajirin dan Anshar sebagai mayoritas, Kaum non-muslim dari suku Aus dan Khazraj sebagai minoritas dan Kaum Yahudi.

Dalam pembuatan Piagam Madinah, terdapat beberapa alasan diantaranya: Pertama, bahwa Madinah merupakan wilayah dengan penduduk yang ebrsifat heterogen. Kedua, penduduk Madinah pra-Islam dikenal akrab dengan perang dan konflik tiada henti. Dalam konteks ini, Piagam Madinah tidak terlepas dalam strategi untuk mendamaikan suku-suku yang berseteru dan menyatukan semua penduduk baik pendatang maupun penduduk setempat, baik Islam maupun non-Islam. (*)

Dikutip dari berbagai sumber.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun