Mohon tunggu...
Ruslan Yunus
Ruslan Yunus Mohon Tunggu... Peneliti dan Penulis -

Belajar Menyenangi Humaniora Multidisipliner

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Tuhan Telah Memanggilnya, Daeng Te'ne!

29 Desember 2018   09:15 Diperbarui: 4 Januari 2019   05:09 170
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Tuhan telah memanggilnya, Daeng Te'ne", kata saya kepadanya. Sabtu sore itu Daeng Te'ne datang ke rumah kediaman almarhumah, yang juga dulu adalah rumah kediaaman mendiang ibu kami.

Sambil terus menyeka air matanya, Daeng Te'ne, perempuan lewat paruh baya itu berkata, "Saya baru mengetahuinya sore ini. Jamaah di Masjid Al-Markaz yang memberitahu saya. Karena itu saya terus kemari". Rumah tempat kediaman almarhumah sendiri berada sekitar satu kilometer dari Masjid Al- Markaz Al- Islami.

Daeng Te'ne usianya sudah 75 tahun. Tapi ia acapkali menghabiskan waktunya mengaji, salat dan mendengarkn ceramah agama di Masjid Al-Markaz. Pada bulan puasa khususnya pada sepuluh hari terakhir Ramadan, ia biasanya bermalam disana, melakukan i'tikaf. 

Hal itu saya pernah dengar sendiri dari kakak tertua kami, almarhumah itu. Padahal rumah Daeng Te'ne di BTP, terbilang cukup jauh dari Masjid Al Markaz. Dua kali naik pete- pete, ditambah naik bentor atau jalan kaki beberapa puluh meter.

"Ia sangat baik dan perhatian", lanjutnya mengenang kembali almarhumah. "Tak membedakan, orang kaya atau orang miskin. Berpangkat atau orang biasa".

Daeng Te'ne lalu mengambil tas kain yang dibawanya, tempat ia menyimpan mukenah, sarung, dan sajadahnya. Dari dalam tas itu, ia mengambil sesuatu, lalu menjabat tangan saya. Pikir saya itu adalah uang.

Saya cukup terkejut, maka cepat- cepat saya berkata, "Terima kasih, sudah kami terima Daeng Te'ne. Dan, atas nama almarhumah, kami sedekahkan kembali kepada Daeng Te'ne".

Mungkin itu dimaksudkan sebagai tanda ikut berduka. Meski kami tahu, hidupnya bersama keluarganya, tidaklah terbilang berlebih. Saya melihat matanya kembali berkaca- kaca. Begitu sejuk  kesan perempuan bersahaja itu terhadap almarhumah.

"Ada-ada saja yang diberikannya kepada saya, kalau bertemu dengannya. Roti pawa, pisang goreng, atau uang pete-pete.  Atau sarung salat", kata Daeng Te'ne lagi mengenang almarhumah.

"Kepergiaannya sangat tenang, Daeng Tene", kata adik perempuan bungsu saya. "Seperti kebiasaannya, ia melakukan salat Dhuha pagi itu, kemudian berzikir. 

Ia masih sempat mengobrol dengan adik-adik  dan kemanakan- kemanakannya, ketika tiba- tiba ia berkata ingin pergi berbaring. Hanya dalam hitungan beberapa menit sesudahnya, ia menghembuskan nafas terakhirnya".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun