Mohon tunggu...
Ruslan Yunus
Ruslan Yunus Mohon Tunggu... Peneliti dan Penulis -

Belajar Menyenangi Humaniora Multidisipliner

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kisah dari Palu

18 Oktober 2018   08:32 Diperbarui: 18 Oktober 2018   12:37 720
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penyerahan bantuan oleh Menteri Perindustrian (Palu,07/10/2018)

Kami bertemu dengan lelaki anak muda sekitar 23 tahun, di sebuah pelataran masjid, Fajar namanya. Ia bersama dengan ayah dan ibunya. Fajar bersama ayah-ibunya sedang dalam perjalanan pengungsian dari Sulawesi Tengah ke Sulawesi Selatan. Rumah mereka di kota Palu telah luluh lantak diterjang tsunami. Kami bertemu saat kembali dari mengantarkan 6.225 paket bantuan dari Keluarga Kementerian Perindustrian termasuk pelaku industri

Hari itu Senin, 8 Oktober 2018, sekitar pukul 09.30 pagi. Masjid tempat kami singgah itu terletak di jalan trans Sulawesi Barat, tepatnya di kota Mamuju. Kami, 10 orang dari Kementerian Perindustrian Pusat dan kelima satker yang ada di Makassar, singgah beristirahat sejenak. Sebelum melanjutkan perjalanan ke Makassar.

Di pelataran masjid, berdiri sebuah tenda. Di bawah tenda itu, diatas meja, sudah tersedia sejumlah makanan termasuk lauknya. Tak terkecuali kopi dan teh panas- panas bersama kue-kuenya. Beberapa orang jamaah masjid dengan ramah menyambut dan mempersilakan kami untuk sarapan pagi. Beberapa orang lainnya juga nampak sedang menikmati hidangan yang disajikan.

Saya mereguk kopi pahit panas- panas kesukaan saya. Awalnya lelaki anak muda itu enggan berceritera tentang musibah yang baru mereka alami. Kami kebetulan duduk berdekatan dengannya. Tapi atas permintaan kami, dengan lebih dahulu meminta maaf, anak muda itu mau berkisah. Tentang saat- saat terjadinya gempa dan tsunami. Mudah-mudahan kami bisa mengambil hikmah dari kisah ini.

"Saya sudah di rumah saat itu", kata lelaki anak muda itu memulai. "Saat itu magrib, ketika terjadi getaran tanah yang cukup kuat. Yang pertama yang saya lakukan adalah memastikan keberadaan ayah dan ibu saya. Saya segera mengajak mereka keluar dari rumah. Rumah kami berada di wilayah pantai Talise, kota Palu. Dan, tidak terlalu jauh dari bibir pantai.

"Hanya dalam hitungan beberapa menit, tiba- tiba terdengar suara teriakan orang- orang: Air naik, air naik".

"Saya melongok ke arah laut. Seperti kebanyakan rumah di daerah pantai, rumah kami juga menghadap ke arah laut. Dikejauhan tampak gulungan-gulungan air bergerak dari arah laut menuju arah pantai. Saya lalu mengajak ayah dan ibu saya untuk segera berlari ke arah belakang menjauhi pantai," kisahnya.

"Kami hanya sempat membawa identitas diri, sedikit uang, selain pakaian yang melekat di badan. Begitu berburunya dengan waktu, kami sempat melompati pagar belakang rumah yang tidak terlalu tinggi. Tampak diluar sana sudah banyak orang berlarian menjauhi pantai mencari tempat ketinggian," sambungnya.

Lelaki anak muda itu terdiam sejenak, sambil beberapa kali menghela nafas. Setelah itu, ia kembali melanjut kan kisahnya.

"Kami terus berlari menjauhi pantai. Kasihan ayah dan ibu, beliau tentu tidaklah sekuat dan segesit saya. Tapi, kami harus terus berlari. Gulungan- gulungan air setinggi 4- 6 meter, sudah mendekati bibir pantai. Mungkin   sebentar lagi akan meluluh lantakkan apa yang dilewatinya. Termasuk rumah- rumah penduduk yang ada di areal pantai. Akibat gempa tadi, nampak juga patahan- patahan tanah".

"Gulungan air bergerak kearah kami. Sangat cepat, kecepatannya sepertinya lebih sepuluh kali dari kecepatan berlari kami. Kami terus berlari, tapi belum mencapai lokasi ketinggian. Apa yang membesarkan hati saya, karena ayah dan ibu tak henti- hentinya mengingatkan saya untuk terus beristigfar dan bertakbir".

"Gulungan air dibelakang kami semakin mendekat. Semakin mendekat, sekitar 100 meteran. Sambil berlari kami terus beristigfar. Ya Allah, kalau ini adalah  ketetapan- Mu,  akhir hidup kami, maka matikanlah  kami  sebagai  hamba- hamba  yang diampuni.  Demikian batin saya".

"Ketika gulungan air itu hampir mencapai kami, "mujizat"  itu terjadi. Entah kenapa, gulungan air itu tiba- tiba begitu saja berbelok arah. Seakan memberi kesempatan kepada kami untuk terus berlari menuju tempat ketinggian.  Subhanallah !".

"Kami masih terus berlari, sampai mencapai tempat ketinggian yang aman".

Sampai di sini lelaki anak muda itu berhenti berbicara. Ia berkali- kali menyeka air matanya. Tak terkecuali kedua orang tuanya. Kami membiarkan mereka bertiga larut di dalam keharuan. Padahal, mata kami sendiri pun sebenarnya juga sudah basah.

"Tuhan telah menunjukkan kebesaran- Nya. Dan, masih memberi kesempatan kepada kami untuk hidup. Terimakasih,  ya  Allah", ayah si anak muda itu mengekspresikan rasa syukur mereka.

***

Dalam perjalanan pulang ke Makassar, saya memastikan bahwa masjid-masjid di sepanjang jalan trans Sulawesi Barat, berbatasan dengan wilayah Sulawesi Tengah, telah menyiapkan makanan dan minuman gratis. Selama 24 jam. Untuk para pengungsi yang singgah beristirahat dan relawan yang sedang menuju atau baru kembali dari lokasi terdampak. Ini, atas inisiatif jamaah masjid termasuk ibu-ibunya.

Tentang kekuatan tsunami yang menerjang kota Palu ini, Kepala Bidang Geologi, Kementerian ESDM Rudy Suhendar (diliris oleh katadata.co.id., 3 Oktober 2018), memperkirakan jangkauannya mencapai daratan sejauh 2 km. Ketinggian gelombang nya mencapai 7 meter dengan kecepatan terjangan mencapai 800 km per jam.

***

Sehabis salat Magrib, saya teringat kembali pada peristiwa- peristiwa yang kami temui selama perjalanan kami. Mengantarkan bantuan kemanusiaan ke saudara-saudara kita yang sedang mengalami musibah gempa dan tsunami Sulawesi Tengah. 

Sebagian rombongan kami lainnya saat ini mungkin baru pulang dari mengantarkan paket bantuan ke lokasi-lokasi terdampak. Kopi pahit panas yang tadi diletakkan isteri saya di atas meja di hadapan saya, sudah dua kali saya teguk.

Pertemuan dengan lelaki anak-muda dan ayah-ibunya itu, dengan kisah kebesaran dan "cara" Tuhan menyelamatkan mereka dari maut.  Demikian pula dengan "keunikan" cara jamaah masjid di sepanjang jalan trans Sulawesi Barat mengekspresi kan rasa duka dan empati mereka pada korban gempa dan tsunami Sulawesi Tengah. Dua di antara perustiwa- peristiwa yang begitu berkesan pada diri kami.

Semoga bantuan yang kami antar itu bermanfaat dan dapat dinikmati oleh mereka yang sedang membutuh kan. Bantuan yang dibawa oleh sembilan unit truk itu, terdiri atas logistik bahan pangan, susu, sereal, snack, AMDK, mi instan, minyak goreng, sarung, selimut, pakaian, perlengkapan bayi, tenda, alas terpal, mini genset, mini solar kits dan lain- lain. 

Pengantarannya dari Makassar tanggal 5 Oktober 2018, dikoordinir oleh Kepala BBIHP Abdul Rachman Supu. Bantuan diserahkan oleh Menteri Perindustrian Erlangga Hartarto secara simbolis di kota Palu pada tanggal 7 Oktober 2018 pagi.

***

Catatan:

Seperti diceriterakan oleh Abdul Rachman Supu dan Lawa Rifai -- relawan dari Satker Balai Besar Industri Hasil Perkebunan -- kepada penulis. Bersama relawan- relawan lainnya, mengantarkan bantuan kemanusiaan dari Keluarga Kementerian Perindustrian R.I. termasuk pelaku industri, untuk korban musibah gempa dan tsunami Sulawesi Tengah.      

Bukit Baruga- Makassar, 12 Oktober 2018.

text: all rights reseved.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun