Mohon tunggu...
Ruslan Yunus
Ruslan Yunus Mohon Tunggu... Peneliti dan Penulis -

Belajar Menyenangi Humaniora Multidisipliner

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pergilah Menemui Tuhanmu !

24 Oktober 2017   08:53 Diperbarui: 9 November 2018   23:40 561
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kalau ke Makassar, apakah itu terkait dengan urusan bisnisnya atau sekedar liburan, ia biasanya mampir ke rumah. Hari itu, ia juga mampir meski hanya sebentar karena sudah agak larut malam. Ia akan kembali ke Pare- Pare, kota tempatnya bermukim, sekaligus kota tempat usahanya. Jauhnya sekitar 150 km dari Makassar. Ia --adik ipar saya ini-- lalu minta pamit. Saya pun buru- buru ke meja makan dan mengambil tupper ware berisi baruwasa, dan menyuguhkannya padanya. Saya tak risih mempersilahkannya menikmati kue itu. 

Disamping karena baruwasa, kue etnik daerah ini memang enak, adik saya ini juga sangat menghargai suguhan makanan. Ia biasa tak segan langsung ke meja makan, dan mencicipi --sekalipun sekedarnya-- makanan yang ada disana. Seringkali juga ia membawa oleh- oleh roti mantau atau kue bika untuk anak- anak saya.

Di mata keluarga, karyawan- karyawannya --yang sudah dianggapnya sebagai bagian dari keluarganya-- dan sahabat- sahabatnya, termasuk sahabat- sahabatnya ketika masih di bangku sekolah dan saat kuliah, ia adalah sosok pribadi yang ,menarik. Pribadi yang penuh perhatian, ramah, santun, rendah hati, dan gemar menolong. Perhatian, keramahan, dan kerendahan hatinya pada orang lain, tidak mengenal batasan usia. Mulai dari anak- anak sampai kakek- nenek sepuh. Ia sangat hormat kepada orang yang lebih tua, tapi sangat sayang kepada orang yang lebih muda. Pribadi ini, juga dimiliki oleh almarhumah istrinya, sehingga keduanya bak buah pinang dibelah dua. 

Namun siapa yang akan menyangka. Sembilan hari kemudian, kami dikabari kalau pagi itu ia telah dipanggil oleh Allah. Padahal malam kemarinnya, ia masih sempat berkomunikasi dengan kakaknya, yang juga adalah istri saya via hp- video call.  Kami sangat terkejut dan tak menyangka kalau pertemuan kami ketika ia mampir ke rumah hari itu, adalah pertemuan terakhir kami dengannya. Alangkah "tipisnya" tirai antara hidup dan mati. Kamipun segera berangkat menuju rumah duka di kota Pare- Pare.

Mati adalah sebuah misteri. Apa sebenarnya yang mengontrol proses penuaan (aging) dan usia hidup manusia yang berujung pada kematian (death), masih menyimpan sejumlah misteri.

Setidaknya pada diri manusia, sedang berlangsung "pertarungan". Pertarungan antara kerusakan (damaging) dan pemulihan (repairing) ditingkat molekuler, seluler, dan jaringan tubuh. Demikian salah satu kesimpulan teori yang dikemukakan oleh Jicun Wang dari Department of Medicine, University of Cambridge- UK, dan Thomas Michelitsch dari Institut Jean le Rond d'Alembert, Paris, Francis (2015). Kerusakan atau degradasi di tingkat molekuler, seluler, dan jaringan tubuh itu menjadi pemicu proses penuaan manusia -- atau proses menjadi lebih tua. Karena itu kapasitas pemulihan DNA atau inti sel menjadi determinan penting terhadap laju penuaan.

Pada tingkat sistem tubuh yang lebih luas, kerusakan sel dan jaringan akan berakibat pada menurunnya kompleksitas sistem tubuh.  Artinya, fungsionalitas sel dan jaringan akan menurun.  Mekanisme hubungan dan interaksi antar sistem- sistem tubuh  yang kompleks memungkinkan tubuh melakukan fungsi fisiologisnya. --demikian menurut Lipsitz (2003). Namun demikian totalitas karakter kompleksitas nya sulit diprediksi. Ia terdapat pada berbagai aspek, seperti kemunculan (emergence), efek umpan balik (dependence), pengaturan sendiri (self organization) dan adaptasi sendiri (self adaptation) dari subsistem- subsistem nya.

Demikian juga, kerusakan sel dan jaringan  akan berakibat pada menurunnya kemampuan "komunikasi"  antar sel yang sebelumnya terdifferensiasi ke dalam fungsi- fungsi yang berbeda. Di sisi lain, jalur- jalur komunikasi antar sel itu menentukan kelangsungan hidup  sel-sel dan tubuh secara keseluruhan. Setiap kegagalan komuniksi, atau kegagalan mengirim dan merespon sinyal- sinyal komunikasi, akan berdampak pula pada menurunnya kompleksitas sistem tubuh.

Demikian juga terjadi "pertarungan" antara penyediaan energi dari asupan makanan --untuk kelangsungan hidup--  dengan degradasi sel dan jaringan. Proses metabolisme asupan makanan menghasilkan energi dan sekaligus "entropi".

Entropi --sebuah besaran yang awalnya hanya dikenal di dalam Ilmu Fisika-- diartikan sebagai suatu ukuran ketidakpastian, kekacauan atau "disorder"  pada suatatu sistem.  Secara kontinyu entropi "dibuang" dari dalam tubuh terutama melalui respirasi, pengeluaran keringat, dan pembuangan kotoran biologis. 

Namun menurut teori entropi, sebagian dari entropi itu akan tetap "tertinggal"  dan terus "menumpuk" di dalam tubuh, sejalan dengan pertambah an usia. Bertambahnya tumpukan "entropi" berakibat pada berkurangnya kompleksitas dan fungsionalitas sistem tubuh.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun