Mohon tunggu...
Ulil (pipit) Fitriyah
Ulil (pipit) Fitriyah Mohon Tunggu... -

"Ngangsu lan ngisi"

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Ospek: Belajar dari negeri sebrang

19 Desember 2013   07:13 Diperbarui: 14 November 2017   07:46 1066
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Membaca berita - berita mengenai ospek yang ujung - ujungnya berakhir pada kekerasan fisik, jadi menggelitik saya untuk ikut berbagi pengalaman mengenai masa orientasi MABA. Hal ini dengan harapan semoga di tahun - tahun mendatang sudah tidak ada lagi model ospek ataupun osjur-ataupun apalah namanya itu, yang penting soal orientasi mahasiswa baru, yang hanya menggunakan fisik dengan mengatas namakan 'pembentukan karakter'. 

Dari cerita ke cerita yang saya dapatkan, kejadian seperti ini tidak hanya menimpa di satu kampus saja. Bahkan, bila kita mau telusuri hampir semua (red-bukan semua) kampus melakukan hal yang sama. Bila tidak percaya, mari kita tanya masing - masing mantan mahasiswa angkatan lama dulu, bagaimana pengalaman orientasi MABA mereka. Pasti beragam cerita mengerikan yang kadang dianggap menarik bermunculan. Salah satu contoh cerita yang mungkin hingga sekarang masih sering kita dengar adalah cerita 'jeritan malam'. Padahal bila kita mau berpikir lagi, tidak semua peserta memiliki ketahanan fisik dan mental yang sama. Ada peserta yang memang kuat dengan udara malam yang dingin, dan mungkin pula ada yang tidak. Ada peserta yang memang kuat tidak tidur bahkan hingga beberapa malam, tapi ada juga peserta yang tidak terbiasa dengan hal tersebut. Belum lagi tantangan menghadapi panitia ospek. Ada peserta yang memang kuat dan tahan banting dengan bentakan orang lain, ada juga yang memang tidak terbiasa dengan hal tersebut. Maka, tidak heran bila pada akhirnya, banyak kejadian orientasi MABA harus memakan korban baik itu yang bersifat ringan maupun hingga menyebabkan hilangnya nyawa seseorang.

Hal seperti ini juga pernah saya alami ketika saya akan bergabung dengan salah satu kegiatan ekstra, yang salah satu persyaratannya adalah mengikuti kegiatan orientasi. Dalam kegiatan tersebut, saya diminta untuk berjalan ditengah malam yang cukup melelahkan tanpa diijinkan untuk membawa sebotol minuman pun. Dan mendekati pos terakhir, saya ditawarkan minuman. Dan untungnya saya tahan untuk tidak minum dalam jangka waktu yang cukup lama, sehingga saya menolak minuman yang ditawarkan oleh panitia tersebut. Setelah kegiatan selesai, saya tanya kepada teman - teman yang lain yang menerima tawaran minuman tersebut. Ternyata minuman yang ditawarkan tersebut adalah air laut. Entah apa tujuan panitia memberikan minuman air laut kepada peserta orientasi tersebut. 

Lain cerita dengan saya, salah seorang teman dari universitas yang berbeda, bercerita mengenai pengalamannya ketika masa orientasi. Dalam orientasi tersebut, peserta lelaki diminta oleh panitia untuk tengkurap, sementara seluruh peserta wanita diminta untuk menginjak peserta lelaki. Bila peserta wanita menolak, maka mereka akan mendapatkan hukuman dari panitia. Sontak, peserta wanita yang lain yang tidak ingin mendapatkan hukuman dari panitia, meminta seluruh peserta untuk melaksanakan perintah dari panitia. Dalam kondisi seperti ini, peserta hanya dihadapkan pada dua pilihan: MELAKSANAKAN atau MENDAPAT HUKUMAN. Lagi - lagi yang patut kita pertanyakan TUJUANNYA APA?

Hal lain lagi yang mungkin tidak asing bagi kita adalah permintaan yang aneh - aneh dari panitia. Misalnya, meminta membawa tas dari karton, kardus atau dari bahan lain yang kadang tidak bisa dicerna dengan akal kita dengan dalih melatih kreativitas dan mental peserta. Lagi - lagi, alih - alih melatih kreativitas peserta, panitia malah bekerja sama dengan pedagang untuk menyediakan keperluan yang ANEH - ANEH tersebut dengan dalih memudahkan peserta. Di luar kampus, para pedagang sudah siap dengan dagangan pernak - pernik yang dibutuhkan oleh peserta kegiatan ospek. 

Sedikit berbagi pengalaman dengan tidak bermaksud mengagungkan bahwa "LUAR NEGERI" itu yang "WAH"!, saya pernah mengikuti masa orientasi mahasiswa di salah satu perguruan tinggi luar negeri, dan pernah juga terlibat sebagai volunteer pada kegiatan tersebut. Dalam masa orientasi mahasiswa baru tersebut--yang biasanya disebut dengan "O-week" tidak sedikitpun saya temui peserta diminta untuk melakukan atau menyediakan hal - hal yang kadang susah dicerna oleh akal. Mahasiswa benar - benar diperlakukan secara manusiawi. Memakai baju bebas sebagaimana adanya, tanpa harus diberi embel - embel apa - apa. 

Alih - alih diminta membawa tas yang nyleneh, mahasiswa diberi "satchel" (tas) kampus yang berisikan buku - buku panduan kehidupan dikampus dan dikota tersebut, buku panduan belajar dikampus dan berisi lembaran informasi penting lainnya. Bahkan saya menemukan lembaran peta kampus serta informasi mengenai alat transportasi umum yang bisa saya gunakan untukmenuju kampus dan tempat - tempat umum lainnya. 

Mengenai kegiatan selama seminggu dalam O-week, saya sama sekali tidak menemukan adanya cerita guling - guling ke tanah. Makan 1 permen untuk bersama atau 1 botol minuman untuk beberapa peserta, atau bahkan saya tidak menemukan sama sekali kegiatan yang mengharuskan saya berjemur di terik matahari. Yang saya temukan dalam kegiatan seminggu tersebut adalah: campus tour, library tour, seminar tentang safety--yang bahkan tidak tanggung - tanggung seminar ttg safety ini pematerinya didatangkan dari kepolisian dan petugas pemadam kebakaran setempat, seminar mengenai sejarah dan kebudayaan orang - orang setempat, seminar tentang penulisan essay hingga ke persoalan plagiarism pun akan dibahas dalam seminar ini, bahkan mengenai ujian kampus pun juga diseminarkan dalam kegiatan O-week ini. Dan yang lebih menarik lagi ada kegiatan shopping tour dan wildlife sanctuary tour (jalan-jalan ke kebun binatang miliki universitas). 

Semua kegiatan yang ada pada O-week bersifat sunah atau bersifat pilihan. Tidak ada konsekuensi atau hukuman apapun yang ditrima oleh peserta bila tidak mengikutinya. Ya, mungkin bila MABA tidak ikut, mereka tidak mendapatkan informasi penting yang seharusnya mereka ketahui. Makan siang juga disediakan oleh panitia di masing - masing jurusan, TANPA harus berjuang dan berguling - guling ditanah terlebih dahulu. Untuk mendukung kelancaran dan keberlangsungan kegiatan O-week ini, mahasiswa senior juga dilibatkan sebagai fasilitator dan mendampingi kelompok - kelompok mahasiswa baru. Mereka dengan ramah dan sabar bertugas untuk memberikan bantuan kepada MABA bila mengalami kesulitan, bukan sebaliknya memberikan pressure terhadap MABA agar mereka sungkan dan respek terhadap seniornya. Mahasiswa lama tidak juga merasa akan kehilangan wibawanya dengan bersikap ramah kepada MABA. 

Justru, pengalaman saya ketika menjadi volunteer dalam O-week tersebut saya malah mendapatkan teman baru bahkan hingga saat ini seolah - olah menjadi keluarga baru bagi saya. Padahal, pada saat itu yang saya dampingi adalah mahasiswa baru S1. Kegiatan O-week benar - benar diorientasikan untuk membuka jembatan komunikasi antar teman seangkatan, antar MABA dan MALA dan bahkan antar mahasiwa dan staff kampusnya. Kegiatan O-week dilakukan tidak sampai menjelang malam--alias hanya pada saat jam kerja kampus saja. Dan kegiatan ini biasanya berakhir di hari sabtu ditutup dengan kegiatan "city amazing race"-yang lagi-lagi kegiatan ini bersifat pilihan. Tidak ada konsekuensi atau hukuman apapun yang diterima oleh peserta bila mereka tidak mengikutinya. Dan saya kebetulan tidak mengikuti kegiatan tersebut dan tidak mendapatkan hukuman apa-apa dari panitia sehingga tidak meninggalkan cerita sedih atau menyebabkan trauma terhadap MABA yang baru mau akan menghadapi tantangan berikutnya, yaitu beradaptasi dengan dunia perkuliahan. 

Berangkat dari pengalaman - pengalaman yang sudah ada, semoga di tahun - tahun berikutnya akan ada perbaikan dalam sistem orientasi MABA. Ospek sudah tidak lagi dijadikan sebagai ajang balas dendam senior kepada juniornya. Tapi benar - benar dijadikan sebagai moment untuk membimbing MABA dalam memasuki dunia baru mereka, dijadikan sebagai ladang menabur kebaikan kepada sesama, membangun jembatan komunikasi antar mahasiswa serta antara junior dengan seniornya, bahkan antar mahasiswa dengan dosen serta stafnya. Sehingga MABA benar - benar memiliki kesiapan mental, tidak merasa canggung dan memiliki rasa percaya diri yang kuat dalam menghadapi tantangan dunia kampus berikutnya. Wallahu a'lam bishawab. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun