Mohon tunggu...
Uli Hartati
Uli Hartati Mohon Tunggu... Administrasi - Blogger

A wife, mommy of 2 boys, working mom also as a blogger Contact me : WA 089627103287 Email uli.hartati@yahoo.com Blog http://ulihape.com IG dan Twitter @ulihape

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ngobrolin Politik Sama dengan Nyinyir?

13 Februari 2019   09:31 Diperbarui: 13 Februari 2019   09:44 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber photo grid.id

Menjelang sejarah kontestasi Pilpres 2019 dimulai. Masing masing tim pemenangan sudah mulai start menjalankan strategi masing masing untuk memenangkan calon mereka masing masing. Termasuk strategi penyebaran berita bohong atau hoaks.

Menang adalah harga mati, tidak ada kata kalah. Baik pasangan 01 maupun 02 tidak ada kamus menyerah. Segala upaya terus dilakukan sampai hari pemilihan nanti. Benarkah apa yang dilakukan para tim pemenangan paslon tersebut? 

Baiklah, mari kita ulas apa politik itu sendiri. Saya mendefinisikannya sebagai politik beretika, dengan artian segala daya dan upaya untuk merebut dan mempertahankan kekuasaan demi kesejahteraan rakyat Indonesia. Jadi politik itu konotasinya jangan negatif dulu ya bro n sis? 

Nyinyir Politik

Politik itu aktif, dia tidak bisa dikatakan tidak berpolitik hanya karena dia tidak memilih alias golput. Apalagi akhir-akhir ini saya melihat di linimasa jagad maya  seperti facebook, twitter, instagram banyak yang mengomentari orang orang yang bertarung dengan mempertahankan idiologi politiknya. Inilah yang disebut nyinyir politik. 

Yang dilakukan orang/individu mengomentari apa yang dilakukan tim kampanye, buzer politik, influence politik adalah bagian dari politik itu sendiri. Nyinyir politik, biasanya bernada negatif yang mengatakan bahwa aktivitas para pelaku politik pilpres sudah keterlaluan. "Harus jaga persatuan gaess" Begitu kalimatnya kira kira. 

Nah. Ketika mereka menyinyiri, menganggap rendah (sebagian sih) apa yang menjadi pilihan politik kawan kawannya, ada ambiguitas disini. Pertama mereka tak suka caranya, kedua mereka juga tak menghormati hak politik yang sudah diambil teman, sahabat , sanak saudara dengan berkata ghibah cenderung fitnah bahwa itu adalah bayaran.

Hello! Politik itu ada dua cara baik dan cara kotor. kalau orang tua kandung kita nyaleg trus kita gak dukung kek mana? Kita dukung karena kita menyukai dan menyintai orang  tersebut .Lain tidak. Ngerti kan? 

Buzzer Politik

Semua teman blogger paham ada kerjaan ini, tapi enggak semua paham kenapa seseorang mau menjadi buzzers. Lagi ramai dibahas yang ngebuzzer politik itu bikin rusuh, buzzer Politik itu recehan yang bakalan membuat bangsa terpecah belah, namun yang saya sayangkan yang kasih Komen begitu bukan buzzer yang sedang terlibat dalam pekerjaan. Akhirnya dicap nyinyir sama yang ngebuzzer, boro-boro bikin adem yang ada malah tambah rusuh.

Eh, kalau diselidik secara saksama dan dalam tempo yang sesingkat singkatnya strategi nyinyir ini juga dikelola dengan baik. Ada istilah bad cop dan good cop. Mereka seolah - olah menyayangkan apa yang dilakukan oleh buzzer padahal pun mereka melakukan yang sama untuk memenangkan yang dipujanya. 

Memenangkan pilihan tentu sebuah tekad, selama caranya elegan enggak Papa kok ? Lah elegan itu gimana ? Judulnya saja perang sosial media, selama serangan dilakukan di rumah sensitive it's ok menurutku. 

Masih ingat  ketika sang suami mengatakan sebuah sejarah   kalau Sultan Saahudin Al  Ayubi ketika mengetahui musuhnya Richard Leeuwenhart sedang   sakit di tengah pertempuran dan dalam kondisi yang sangat payah , sang sultan mengirimkan obat  tuntuk menyembuhkan dari sakit keras antara hidup dan matinya. 

Politik adalah suatu seni, satu sisi kita bisa bersikap lembut, tapi saat yang bersamaan kitapun harus menghukum yang salah dalam politik. Karena etika politik itu dinamis. Ada mate matika politik yang hitung hitunganya berbeda dari sekadar 1 + 1 = 2. Dalam kacamata politik , 2 +2 tak harus empat. Semua bisa dilihat dari persepsi politik masing masing. Yang pasti jangan ada dusta di antara kita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun