Mohon tunggu...
Ulfi Rizkia Hanin
Ulfi Rizkia Hanin Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Bio

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pernikahan Dini Menghantui Masyarakat di Kala Pandemi

23 Juni 2021   14:16 Diperbarui: 23 Juni 2021   14:33 612
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pernikahan dini adalah pernikahan yang dilakukan oleh pasangan yang memiliki usia di bawah umur yang biasanya di bawah 17 tahun. Baik pria atau wanita jika belum cukup umur (17 Tahun) jika melangsungkan pernikahan dapat dikatakan sebagai pernikahan usia dini di mana pernikahan yang terjadi di usia tersebut Selain memunculkan risiko kesehatan bagi perempuan, pernikahan dini juga berpotensi memicu munculnya kekerasan seksual dan pelanggaran hak asasi manusia.

Belakangan ini pernikahan di usia muda atau pernikahan dini seakan menjadi trend di kalangan anak muda dan para influencer sosial media. Mereka seolah mengkampanyekan lebih baik menikah muda agar terhindar dari zina. Pernyataan tersebut seakan di amini oleh sebagian penggemar mereka sehingga banyak yang mendukung dan terinspirasi untuk menikah di usia muda. Namun semakin hari usia pelaku pernikahan semakin muda, bahkan salah satu selebritis sosial media menikah di usia 16 tahun dengan pria 26 tahun yang menjadi kontrovesrsi netizen di sosial media. Hal tersebut seakan menjadi ironi, dimana pemerintah yang menggalakkan untuk menolak pernikahan dini di kalahkan oleh para selebgram yang menginfluencer para penggemarnya untuk melakukan pernikahan di usia muda. Praktek pernikahan dini yang dulunya hanya dilakukan oleh masyarakat di desa pelosok daerah kini menyebar ke masyarakat perkotaan karena adanya media sosial.

Di tengah masa pandemi yang sedang melanda angka pernikahan dini melonjak tinggi di hampir seluruh Negara di dunia. Di Indonesia sendiri sejumlah daerah mengalami peningkatan jumlah permohonan dispensasi usia pernikahan. Kebijakan belajar dari rumah menjadi salah satu faktor pendorong tingginya angka pernikahan dini. Di lansir daari katadata.com Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama mencatat 34 ribu permohonan dispensasi kawin sepanjang Januari-Juni 2020. Dari jumlah tersebut, 97% dikabulkan dan 60% yang mengajukan adalah anak di bawah 18 tahun. Jumlah permohonan dispensasi kawin tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan sepanjang tahun lalu yang sebanyak 23.700. Permohonan dispensasi dilakukan lantaran salah satu atau kedua calon mempelai belum masuk usia kawin berdasarkan hukum yang berlaku di negeri ini. undang-undang di Indonesia mengatur batas usia pernikahan adalah 19 tahun.

Tingginya angka pernikahan dini di Indonesia yang cenderung naik setiap tahunnya di Indonesia masih di pengaruhi oleh beberapa faktor antara lain sebagai berikut :
1)Faktor Ekonomi
Masalah ekonomi pada keluarga sering kali mendorong orang tua untuk cepat-cepat menikahkan anaknya, karena orang tua yang tidak mampu membiayai hidup dan sekolah terkadang membuat anak memutuskan untuk menikah di usia dini dengan alasan beban ekonomi keluarga jadi berkurang dan dapat membantu perekonomian keluarga, karena menurut orang tua anak perempuan yang sudah menikah menjadi tanggung jawab suaminya (Artikel BKKBN, 2016).
2)Faktor Pendidikan
Pendidikan merupakan hal yang sangat penting bagi setiap orang, oleh karena itu pemerintah Indonesia telah merancang program wajib sekolah 9 tahun. Tetapi karena keterbatasan ekonomi yang rendah sering kali pendidikan tersebut terabaikan, karena tidak mampu untuk membeli segala perlengkapan sekolah.
3)Faktor Orang tua
Orang tua mempunyai tanggung jawab untuk mendidik, mengasuh, dan membimbing anak-anaknya untuk mencapai tahapan tertentu hingga siap untuk menjalankan kehidupan rumah tangga. Selain faktor ekonomi dan faktor pendidikan ada juga faktor orang tua karena rendahnya pendidikan kedua orang tua sehingga pola pikir mereka pun bersifat pasrah dan menerima, kepasrahan inilah maka orang tua kurang memahami adanya peraturan dalam Undang-Undang Perkawinan No.1 Tahun 1974.
4)Faktor Hamil di Luar Nikah
Berkembangnya informasi secara cepat membuat video-video porno dapat ditonton anak remaja dengan mudah. Beredarnya penjualan video porno maupun dengan mengakses di internet secara mudah didapatkan anak remaja sekarang. Apabila anak tidak mempunyai bekal kecerdasan emosional, maka anak akan merasa penasaran dan anak akan mencoba hal-hal baru seperti contohnya hubungan seks diluar nikah.
Hakim Panitera Pengadilan Agama Kabupaten Ponorogo, Ishadi menyatakan sebanyak 97% alasan permohonan dispensasi kawin di tempatnya bekerja karena hamil di luar nikah. Pengadilan Agama Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur mencatat 165 pernikahan dini sepanjang Januari-Agustus 2020. Angka ini sekitar dua kali lipat dibandingkan periode sama tahun sebelumnya yang sebanyak 78 pernikahan dini.
5)Faktor Pola Pikir Masyarakat
Pola pikir masyarakat dan kurangnya pengetahuan tentang menikah muda dalam pernikahan sering terjadi misalnya adannya kekhawatiran orang tua kepala anak perempuannya yang sudah menginjak remaja walaupun usia anaknya belum mencapai dewasa atau masih di bawah umur, biiasannya orang tua yang tinggal baik di pedesaan maupun perkotaan apabila anak perempuannya tidak lagi bersekolah dan tidak mempunyai kegiatan yang positif maka pada umumnya akan menikahkan anaknya tersebut cepat-cepat karena takut akan menjadi perawan tua. Sehingga terkadang orang tua akan segera menikahkan anaknya dengan begitu orang tua tidak merasa malu lagi karena anaknya sudah laku dan apabila terdapat orang yang belum menikah sampai di usia 25 tahun keatas maka akan menjadi bahan gunjingan karena dianggap tidak laku.
6)Faktor Pembelajaran Jarak Jauh di Masa Pandemi
Selain faktor -- faktor tersebut, muncul faktor baru di masa pandemi seperti sekarang ini. Kebijakan belajar dari rumah selama pandemi Covid-19 turut mendorong peningkatan pernikahan dini di Indonesia. Hal ini sebagaimana terjadi antara pasangan S (17) dan ES (15) asal Lombok Tengah yang pada Oktober 2020 memutuskan menikah lantaran bosan belajar daring selama pandemi Covid-19, melansir Inews.id.  
Pernikahan dini masih di jadikan solusi instan bagi masyarakat. Mulai dari masalah ekonomi, pendidikan dan persepsi soial sesakan bisa di selesaikan dengan hal tersebut. Namun yang belum di sadari oleh masyarakat luas adalah dampak buruk dari pernikahan dini terutama bagi pihak perempuan. Adapun dampak buruk dari pernikahan dini sebagai berikut ;
1)Resiko Kesehatan mental dan Reproduksi.
Menikah di usia muda berpengaruh pada kesehatan baik fisik maupun mental. Di usia tersebut organ reproduksi belum berkembang sempurna sehingga jika dipaksakan maka akan muncul resiko seperti :
*Risiko penyakit seksual meningkat karena pengetahuan tentang seks yang sehat dan aman masih minim maka tinggi kemungkinan mereka rentan terhadap penyakit seksual
*Risiko kekerasan seksual meningkat. Studi menunjukkan Jika di bandingkan antara perempuan yang menikah dewasa dan usia muda, perempuan yang menikah di usia muda lebih rentan terkena kekerasan seksual karena lebih sulit dan cenderung tidak berdaya menolak hubungan seks. Meski awalnya pernikahan dini dimaksudkan untuk melindungi diri dari kekerasan seksual, kenyataan yang terjadi justru sebaliknya. Risiko kekerasan semakin tinggi, terutama jika jarak usia antara suami dan istri semakin jauh.
*Risiko pada kehamilan meningkat. Kehamilan di usia dini bukanlah hal yang mudah dan cenderung lebih berisiko. Deretan risiko yang mungkin terjadi pun tidak main-main dan bisa membahayakan bagi ibu maupun janin. Pada janin, risiko yang mungkin terjadi adalah bayi terlahir prematur dan berat badan lahir yang rendah. Bayi juga bisa mengalami masalah pada tumbuh kembang karena berisiko lebih tinggi mengalami gangguan sejak lahir, ditambah kurangnya pengetahuan orang tua dalam merawatnya. Sedangkan ibu yang masih remaja juga lebih berisiko mengalami anemia dan preeklamsia. Kondisi inilah yang akan memengaruhi kondisi perkembangan janin. Jika preeklamsia sudah menjadi eklamsia, kondisi ini akan membahayakan ibu dan janin bahkan dapat mengakibatkan kematian.
*Risiko mengalami masalah psikologis. Tidak hanya dampak fisik, gangguan mental dan psikologis juga berisiko lebih tinggi terjadi pada wanita yang menikah di usia remaja. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa semakin muda usia wanita saat menikah, maka semakin tinggi risikonya terkena gangguan mental, seperti gangguan kecemasan, gangguan mood, dan depresi, di kemudian hari. (alodokter.com)
2)Risiko memiliki tingkat sosial dan ekonomi yang rendah
Tidak hanya dari segi kesehatan, pernikahan dini juga bisa dikatakan merampas hak masa remaja perempuan itu sendiri. Di mana pada masa itu seharusnya dipenuhi oleh bermain dan belajar untuk mencapai masa depan dan kemampuan finansial yang lebih baik. Namun kesempatan ini justru ditukar dengan beban pernikahan dan mengurus anak. Sebagian dari mereka yang menjalani pernikahan dini cenderung putus sekolah, karena mau tidak mau harus memenuhi tanggung jawabnya setelah menikah. Begitu juga dengan remaja pria yang secara psikologis belum siap menanggung nafkah dan berperan sebagai suami dan ayah.
Krisis ekonomi juga melanda Indonesia selama pandemi Covid-19. Resesi ekonomi pada kuartal ketiga 2020 mengalibatkan Jumlah penduduk miskin pun bertambah menjadi 26,4 juta orang atau setara 9,8% dari populasi pada Maret 2020.   Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, 3,06% pemuda Indonesia yang kawin pertama di bawah usia 15 tahun berasal dari 40% kelompok pengeluaran rumah tangga terbawah pada 2020. Sedangkan, hanya 1,85% dari 40% kelompok pengeluaran menengah dan 0,91% dari 20% kelompok ekonomi teratas. Hal serupa terjadi pada pemuda yang menikah pertama di usia 16-18 tahun. Mayoritas (25,79%) berasal dari 40% kelompok ekonomi terbawah. Sebaliknya, hanya 9,27% yang berasal dari 20% kelompok ekonomi teratas.  (Infografik: Perkawinan Anak di Indonesia Mengkhawatirkan). Dari data tersebut dapat di simpulkan bahwa mayoritas pelaku pernikahan dini dari kalangan masyarakat miskin yang belum siap secara financial. Sehingga ketika mereka berumah tangga menambah jumlah keluarga miskin di Indonesia.
Pernikahan dini masih menjadi wabah yang harus di berantas pemerintah. Kurangnya pengetahuan terhadap bahaya pernikahan dini di masyarakat menyebabkan hal tersebut masih berlangsung hingga saat ini.  Pernikahan masih di anggap solusi instan bagi maslah hamil di luar nikah, menghindari zina dan mengurangi beban keluarga. Namun mereka tidak menyadari bahwa hal tersebut menghadirkan masalah baru, mulai dari tingginya angka perceraian dan naiknya jumlah penduduk miskin di Indonesia. Pencegahan nikah muda bisa di jadikan langkah awal usaha pemerintah untuk mengatasi masalah-masalah kependudukan, sehingga bisa tercipta sumber daya manusia yang lebih berkualitas dan menunjang kemajuan Pembangunan suatu Negara.

Sumber :
https://katadata.co.id/muhammadridhoi/analisisdata/5ff7cb5cdf279/wabah pernikahan-dini-di-tengah-pandemi-dan-dampak-buruknya Penulis: Muhammad Ahsan Ridhoi
https://www.alodokter.com/ini-alasan-pernikahan-dini-tidak-disarankan

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun