Mohon tunggu...
Ulan Hernawan
Ulan Hernawan Mohon Tunggu... Guru - I'm a teacher, a softball player..

Mari berbagi ilmu. Ayo, menginspirasi!

Selanjutnya

Tutup

Metaverse Artikel Utama

Sisi Humanis dalam Gim PUBG

26 Maret 2019   13:31 Diperbarui: 28 Maret 2019   13:01 645
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
[ilustrasi : idnjurnal.com]

Gim PUBG sedang menjadi sorotan oleh MUI apakah layak untuk diwacanakan sebagai gim yang berlabel haram atau tidak. Gim yang sedang tren di kalangan anak-anak, remaja, bahkan orang dewasa yang gemar bermain gim perang pasti menyukai satu gim besutan Tencent Games ini.

Kenapa gim ini menjadi populer?
Pada awalnya gim ini adalah gim perang bergenre battle royal yang platformnya hanya ada di PC. Kemudian di tahun 2018 mulai populer dan merambah dunia mobile. Artinya gim ini dapat di download di Google Playstore seperti gim mobile lainnya.

Tentu saja ada kualifikasi minimum smartphone agar gim ini dapat berjalan dengan baik. Dengan kata lain, semua orang dapat memainkan gim jni di masing-masing smartphone mereka, dimanapun dan kapanpun berada.

Gim ini menjadi populer di Indonesia (sebenarnya tidak hanya di Indonesia) karena menampilkan perang ala battle royal yang memiliki grafis yang bagus, konsep yang menarik, dan mudah dimainkan dan didownload oleh semua orang.

Ketika kejadian di Selandia Baru, dimana pelaku penembakan menyebutkan salah satu gim ternama yang bergenre battle royale juga (Fortnite) sebagai referensi bagi dia untuk latihan menembak, dampaknya di Indonesia game yang sedang populer dengan genre yang sama menjadi bahan kajian oleh MUI apakah layak haram, atau tidak.

Mereka yang kontra (menolak) sebagian besar menganggap tidak ada urgensinya untuk menyatakan bahwa sebuah gim (PUBG) menjadi gim yang layak diblokir dan diharamkan.

Sedangkan yang pro (setuju haram) melihat dari sisi gim ini lebih banyak kekerasan, menimbulkan efek negatif, dan tidak layak untuk anak-anak dibawah umur.

Terlepas dari itu semua, saya ingin melihat dari sisi humanis di dalam game ini, sehingga para pembaca yang belum pernah memainkan game ini tidak hanya melihat dari sisi negatifnya saja.

Memang, faktanya gim ini adalah gim perang. Ada kegiatan saling membunuh dengan senjata. Mereka yang bertahan hidup sampai akhir, adalah pemenangnya. Sama seperti gim-gim lainnya, ada tujuan yang hendak dicapai dalam bermain gim, yaitu kemenangan dan prestasi.

Ketika ada yang mengatakan gim PUBG adalah game yang sadis, brutal, anarkis, sarat kekerasan dan mampu mempengaruhi pola pikir pemainnya, saya tidak sepenuhnya sependapat. Masih banyak gim-gim lain yang lebih sadis, brutal bahkan persentase pornografinya lebih besar.

Dan beberapa penelitian memyebutkan bahwa pola pikir anak menjadi kriminal atau melakukan tindak anarkis karena disebabkan oleh gim menyebutkan bukan gim yang menjadi alasan utama seseorang berbuat kekerasan. Lebih ke faktor kondisi ekonomi keluarga, lingkungan, depresi, sifat dendam, pemarah dan pemicu lainnya. 

Bahkan di beberapa survey menyebutkan, dengan bermain gim seseorang justru menjadi senang, mengurangi depresi, serta menjadi tempat untuk melampiaskan amarah di dalam game. Bukankah itu hal yang positif?

Sama seperti seseorang melampiaskan hiburan dan kesenangannya dengan menonton tv atau bioskop. Mereka yang suka drama akan menonton drama, mereka yang suka film action akan menonton film action seperti Avenger yang sedang populer, atau mereka yang suka komedi akan menonton film komedi baik di bioskop atau televisi.

Bermain gim juga seperti itu, ada gim yang bergenre petualangan, masak-memasak, bertani, action, battle royale, fighting, atau gim hiburan kecil sekedar menebak kata dan menemukan barang hilang. Semua memiliki kesenangan tertentu, bukan berarti mempengaruhi pola pikir dan hidup seseorang secara drastis. 

Gim adalah sebuah hiburan yang mengandung hak asasi manusia untuk berhak menyenangkan dirinya sendiri, tentu dengan porsi dan tingkat kewajaran pada umumnya dan tidak melanggar norma dan hukum.

Sisi Humanis
Di dalam permainan game PUBG menurut kacamata saya, ada beberapa sisi humanis yang membuat gim ini positif:

1.Pemilihan Karakter
Saat mulai memainkan gim ini di awal, kita akan disuguhkan dengan memilih karakter. Gim ini menawarkan kebebasan kepada kita apakah kita akan memilih karakter bergender perempuan atau laki-laki. Artinya, gim ini tidak membatasi gender. Baik pria atau wanita diperbolehkan memainkan karakter apapun. 

Karena banyak gim dimana karakternya sudah ditentukan oleh sistem, sehingga kita tidak bisa memilih karakter yang kita inginkan. Bahkan, ada pilihan untuk menentukan warna kulit, bentuk wajah, gaya rambut yang kita inginkan. Ini membuktikan bahwa gim ini tidak menentukan satu ras atau warna kulit tertentu saja. Sangat bertolak belakang dengan pemikiran "The Great Replacement"nya Brenton Tarrant (pelaku penembakan di Selandia Baru) yang menganut rasisme.

2.Konsep Perang Dalam Gim
Dalam satu permainan battle royale, 100 pemain akan berperang untuk memperebutkan posisi pertama. Yang menarik adalah, pertama gim ini adalah gim online dengan waktu nyata. Artinya 100 orang bermain dalam watu dan tempat yang sama. Terlepas adanya boot (AI komputer), namun sebagian besar pemain adalah orang-orang asli dengan karakter mereka masing-masing. Tidak seperti gim offline, gim ini membutuhkan partisipasi aktif banyak orang agar lebih seru dan menantang.

3. Interaksi Pemain
PUBG adalah gim yang menawarkan pemainnya agar dapat bermain solo, duo, atau squad (berkelompok 4 orang). Tentu saja menarik bagi player karena ada pilihan untuk bermain sendiri atau dengan rekan.

Bagi yang sudah pernah memainkan gim ini, pilihan untuk bermain squad adalah pilihan yang paling banyak diminati. Dilengkapi dengan sistem voice chat dan chat, masing-masing pemain dapat berinteraksi dengan pemain lain. Bahkan dapat berinteraksi dengan musuh.

Artinya, 100 orang pemain yang nantinya bertarung saling membunuh, dapat berinteraksi. Disinilah ajang silaturahmi, bercanda, mengatur strategi, saling bertukar pendapat atau informasi terjadi. 

Tidak jarang pula pertemanan terjadi di dalam game ini, terlepas dari suku mana, negara mana, daerah mana. Di dalam gim ini semua orang bisa menjadi teman. Yang tadinya saling berperang, dapat saling "add friend" dan bekerjasama menjadi teman perjuangan di dalam gim. Justru rasa kebencian dan kekerasan yang ada, seperti tidak ada artinya.

Para pemain justru memiliki perasaan senang yang lebih ketika mendapatkan teman baru. Jujur saja bila melihat dari kacamata pendidikan, bukankah seorang guru akan senang melihat murid-muridnya bekerja sama dengan baik, memiliki banyak teman, dan saling berjuang untuk mencapai prestasi tertentu? Sama halnya bermain PUBG.

Saya mengutip dari tulisan Kompasianer lain yang mengulas PUBG dengan judul Haruskah Melarang PUBG, Gim Perang Sadis Nan Laris? oleh Bobby Steven (layak dibaca) bahwa ada studi dari Brigham Young University yang menyebutkan bahwa bermain gim kerjasama seperti Fortnite dan PUBG dapat meningkatkan produktivitas kerjasama tim dan rekan kerja.

Intinya, aktivitas bermain gim kolaboratif bisa berdampak positif mencairkan suasana dan membangun komunikasi antar rekan kerja. Dengan begitu, produktivitas dan hasil kerja pun meningkat.

Sama seperti halnya perusahaan-perusahaan yang memiliki program pemgembangan sumber daya manusianya dengan memberikan pelatihan atau sekedar outbound kepada pegawai agar kerjasama mereka lebih terjalin.

Atau juga seperti lomba-lomba 17 Agustusan yang memiliki tujuan agar tiap orang mampu bekerja sama dengan orang lain untuk mencapai prestasi atau hanya sekedar kesenangan.

Bahkan, gim yang bertipe kekerasan (perang / fighting / action) seharusnya menjadi alat untuk menyalurkan hasrat kekerasan dalam diri manusia. Artinya, gim menjadi saluran untuk agresi, bukan pemicu agresi.

Bukankah lebih baik untuk para generasi milenial menyalurkan hasrat amarah dan emosi di dalam gim, ketimbang di dunia nyata seperti tawuran, narkoba, geng motor, anarkis dan vandalism?

4.Tingkat Kesadisan?
PUBG adalah gim perang, battle royale. Gim yang karakternya memang berbentuk manusia pada umumnya, baik yang gender laki-laki maupun perempuan.

Saya melihat permainan ini tingkat kesadisannya tidak seheboh yang diberitakan dibandingkan dengan gim-gim lain. Bahkan tayangan televisi, film pun seringkali lebih sadis daripada yang ada di game ini. Pada saat karakter terkena tembakan, memang akan ada efek darah merah sekilas-sekilas, bukan berarti bercucuran darah segar seperti kenyataan. 

Setelah karakter matipun mereka akan menjadi sebuah kotak yang berisi aksesoris perang dan supply pemilik karakter yang mati. Bukan menjadi mayat yang bergelimpangan dan terpotong-potong. Bahkan efek karakter yang mati bisa dirubah-rubah menjadi hal yang lucu. Masih banyak gim yang memberikan efek karakter mati yang sadis, badan terbelah, hancur, dan sebagainya.

Di dalam gim ini tidak ada hal itu. Yang ada adalah emote menari, tepuk tangan, bergoyang, yang justru menambah kesenangan dalam bermain.

Apakah tingkat kesadisan dalam gim PUBG memicu agresifitas seseorang untuk melakukan tindak kriminal, seperti penembakan massal?

Hal tersebut masih perlu dikaji. Yang menjadi pertanyaan adanya penembakan massal di negara seperti Amerika dan Eropa adalah karena untuk mendapatkan senjata begitu mudah di sana.

Di Jepang, negara yang notabene banyak yang memainkan gim kekerasan, namun tidak terjadi penembakan massal di negara tersebut.

Indonesia juga, banyak yang memainkan game kekerasan, namun tak terjadi penembakan massal. Karena sangatlah sulit mendapatkan akses untuk membeli senjata api.

5. Media Belajar
Gim online memiliki dampak yang lebih luas ketimbang gim offline. Ada banyak hal yang dapat diraih dari bermain gim ini. Pemain gim ini dapat belajar nilai nilai tertentu yang positif. 

Pertama, kemampuan pengambilan keputusan yang baik.

Para pemain PUBG mau tidak mau harus menjadi pengambil keputusan yang baik. Mereka harus mampu menentukan di mana lokasi yang baik untuk berperang, sembunyi, atau mencari persediaan perang yang mumpuni. Strategi yang baik, kepemimpinan yang baik dari masing-masing orang atau teman akan menentukan prestasi yang baik pula.

Apabila komunikasi berjalan baik, maka produktivitas tim untuk meraih kemenangan akan lebih besar selain skill individu. 

Kedua, melatih emosi.

Para pemain PUBG dituntut untuk melatih emosi, karena pada saat berperang, mereka harus bersabar mencari musuh, sembunyi dari musuh, menentukan strategi yang benar kapan harus menyerang, menghindari peperangan, atau lari dari perang. 

Ketiga, kerjasama saling tolong.

Di permainan ini,pemain untuk mampu menolong pemain lain yang sedang dalam kesulitan dan hampir mati. Sistem memberlakukan apabila bermain squad, dan ada teman yang knocked out hampir mati, maka teman lain dapat membangkitkan teman yang knocked out agar bisa bertahan dan tidak mati.

Bukankah dalam kehidupan nyata, sudah kewajiban membantu sesama yang sedang kesulitan? Bedanya ini terjadi di dunia maya. Tapi, ide dan konsep, dan maknanya sama. 

Di dalam gim PUBG pun ketika berhadapan dengan musuh, mereka mampu tawar menawar atau damai untuk tidak berperang. Ingat ada sistem voice chat yang membantu berinteraksi dengan kawan atau lawan.

Itulah beberapa hal yang menjadi pandangan saya tentang gim PUBG. Terlepas dari wacana apakah gim ini nantinya akan diblokir atau tidak. 

Beberapa negara seperti India dan China sudah merealisasikan pemblokiran gim-gim seperti PUBG, Fortnite dan beberapa gim lain yang dirasa mengandung unsur kekerasan. Namun, ada baiknya perlu dikaji dan dipertimbangkan baik secara ilmiah maupun dari sisi humanis positif.

Ulan Hernawan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Metaverse Selengkapnya
Lihat Metaverse Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun