Mohon tunggu...
Ulan Hernawan
Ulan Hernawan Mohon Tunggu... Guru - I'm a teacher, a softball player..

Mari berbagi ilmu. Ayo, menginspirasi!

Selanjutnya

Tutup

Metaverse Artikel Utama

Sisi Humanis dalam Gim PUBG

26 Maret 2019   13:31 Diperbarui: 28 Maret 2019   13:01 645
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
[ilustrasi : idnjurnal.com]

Tidak jarang pula pertemanan terjadi di dalam game ini, terlepas dari suku mana, negara mana, daerah mana. Di dalam gim ini semua orang bisa menjadi teman. Yang tadinya saling berperang, dapat saling "add friend" dan bekerjasama menjadi teman perjuangan di dalam gim. Justru rasa kebencian dan kekerasan yang ada, seperti tidak ada artinya.

Para pemain justru memiliki perasaan senang yang lebih ketika mendapatkan teman baru. Jujur saja bila melihat dari kacamata pendidikan, bukankah seorang guru akan senang melihat murid-muridnya bekerja sama dengan baik, memiliki banyak teman, dan saling berjuang untuk mencapai prestasi tertentu? Sama halnya bermain PUBG.

Saya mengutip dari tulisan Kompasianer lain yang mengulas PUBG dengan judul Haruskah Melarang PUBG, Gim Perang Sadis Nan Laris? oleh Bobby Steven (layak dibaca) bahwa ada studi dari Brigham Young University yang menyebutkan bahwa bermain gim kerjasama seperti Fortnite dan PUBG dapat meningkatkan produktivitas kerjasama tim dan rekan kerja.

Intinya, aktivitas bermain gim kolaboratif bisa berdampak positif mencairkan suasana dan membangun komunikasi antar rekan kerja. Dengan begitu, produktivitas dan hasil kerja pun meningkat.

Sama seperti halnya perusahaan-perusahaan yang memiliki program pemgembangan sumber daya manusianya dengan memberikan pelatihan atau sekedar outbound kepada pegawai agar kerjasama mereka lebih terjalin.

Atau juga seperti lomba-lomba 17 Agustusan yang memiliki tujuan agar tiap orang mampu bekerja sama dengan orang lain untuk mencapai prestasi atau hanya sekedar kesenangan.

Bahkan, gim yang bertipe kekerasan (perang / fighting / action) seharusnya menjadi alat untuk menyalurkan hasrat kekerasan dalam diri manusia. Artinya, gim menjadi saluran untuk agresi, bukan pemicu agresi.

Bukankah lebih baik untuk para generasi milenial menyalurkan hasrat amarah dan emosi di dalam gim, ketimbang di dunia nyata seperti tawuran, narkoba, geng motor, anarkis dan vandalism?

4.Tingkat Kesadisan?
PUBG adalah gim perang, battle royale. Gim yang karakternya memang berbentuk manusia pada umumnya, baik yang gender laki-laki maupun perempuan.

Saya melihat permainan ini tingkat kesadisannya tidak seheboh yang diberitakan dibandingkan dengan gim-gim lain. Bahkan tayangan televisi, film pun seringkali lebih sadis daripada yang ada di game ini. Pada saat karakter terkena tembakan, memang akan ada efek darah merah sekilas-sekilas, bukan berarti bercucuran darah segar seperti kenyataan. 

Setelah karakter matipun mereka akan menjadi sebuah kotak yang berisi aksesoris perang dan supply pemilik karakter yang mati. Bukan menjadi mayat yang bergelimpangan dan terpotong-potong. Bahkan efek karakter yang mati bisa dirubah-rubah menjadi hal yang lucu. Masih banyak gim yang memberikan efek karakter mati yang sadis, badan terbelah, hancur, dan sebagainya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Metaverse Selengkapnya
Lihat Metaverse Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun