Mohon tunggu...
Uki Murdiyati
Uki Murdiyati Mohon Tunggu... Guru - Wanita, seorang ibu rumah tangga guru pembisnis

seorang guru yang lahir diTegal 15 Oktober 1981 lalu. Berusaha untuk terus belajar menjadi pembelajar sejati.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Mertuaku

26 Maret 2021   09:34 Diperbarui: 26 Maret 2021   09:38 86
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Beliau hanya seorang wanita kampung lulusan madrasah. Awal aku menikahpun beberapa saudara tidak menyetujui mengapa harus sama orang kampung sih?" kata beberapa kakak. "lagian kamu masih wiyata dia juga, bagaimana bisa mau makan". Namun kuyakinkan bahwa calon suami saat itu orang yang bertanggung jawab cukup jadi kriteria memilih pasangan hidup.

Awal menikah dengan suami gaji pas-pasan saat itu sebagai guru bantu dan tiap bulanlah mertua yang mengirimkan beras serta sabun. kemudian saat itu langsung hamil. kebiasaaan dikampung jika hamil anak pertama maka harus ada acara 4 bulanan, 7 bulanan dan persiapan melahirkan. maka biaya itu semua dari mertua. saat 4 bulan dari beras, belanjaan sampai kayu bakar dikirim dari rumah mertua begitupun saat acara 7 bulan. mertua setiap hari menabung,"memang sudah diniatkan jika cucunya lahir akan menjadi tanggung jawab saya ikut bantu"

Saat melahirkan,"nanti melahirkan biar dirumah ibu saja" kata beliau. "Begitu merasa sakit langsung telepon" lanjutnya. dan begitu saya sudah dibidan mertua sudah langsung menyusul ke bidaan. Menunggu sampai anak lahir dan membawa pulang kerumah. Semua biaya ditanggung oleh ibu mertua. Setiap pagi ibu mertua bangun memasak air  panas dan menyiapkan untuk mandi, memberikan jamu untuk diminum, lalu menyiapkan bubur untuk sarapan pagi tak lupa buah dan jajanan untuk cemilan. selanjutnya adik bayi dimandikan. setelahnya disuruh berjemur. Siang hari disiapkan nasi dengan sayur berkuah "sayur berkuah sangat baik untuk ibu hamil". Tiap saat siaga menunggu barangkali saya mau ke kamar mandi, takut saya terpleset.

"Beli kambing saja dua, karena bayinya laki-laki. kambing dari orangtua dengan niat mengakikahkan anak biarkan belanja dan keperluan slametan ibu yang tanggung" kata beliau menjelang acara akikahan anak. itupun beberapa kakakku ada yang protes, Hei, akikah tanggung jawab orangtua kepada anak jangan sampai melimpahkan ada orang lain" ujarnya.

"Kambing kan saya yang beli, kalau masalah belanja mertua mau bantu alhamdulillah dong" jawabku

"Ga bisa, itu namanya menjadi orangtua tak mandiri" ejeknya. kututup telinga ini saja apapun pasti ada komplain terpenting aku tidak memakai uangnya.

*** 

Mertuaku, meski pendidikannya rendah namun literasi keuangannya sangat bagus. "Jangan pernah meminjam uang untuk keperluan makan,makan jangan memilih, seadanya saja yang penting ada beras"

Nah itu wejangan dari mertua, bukan cerewet namun ambil manfaat dari apa yang dikatakan. Karena jangankan kita makan lauk sambal tidak makanpun tetangga tidak akan tahu. Jangan dibiasakan hidup berhutang karena hutang adalah candu yang akan menjadi kebiasaan. dampak hutang bukan hanya saat sekarang tapi nanti dikemudian hari ketika hutang sudah membelit baru kita rasakan dampaknya. Saat itu kita merasa hidup tidak adil, hidup dikejar setoran merasa keluarga tidak bisa membantu. Padahal itu adalah kesalahan awal kita, memudahkan hidup berhutang.

Beruntung banget memiliki mertua yang demikian,mengajari anak menantunya berhemat,membantu supaya lebih mandiri demi kebaikan anak cucunya kelak dikemudian hari. Biarkan siapa saja mengatakan bahwa beliau orang desa dengan segala kekurangannya namun ada banyak kebaikan yang beliau miliki.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun