Mohon tunggu...
Ofi Sofyan Gumelar
Ofi Sofyan Gumelar Mohon Tunggu... Administrasi - ASN | Warga Kota | Penikmat dan rangkai Kata

Today Reader Tomorrow Leader

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Meneroka Jalan Pemulihan Lahan Gambut

18 Juli 2017   00:45 Diperbarui: 21 Juli 2017   10:05 1722
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kerusahan Lahan Gambut (Sumber: Paul Hilton/RAN)

"Perlindungan dan pemulihan fungsi ekologis kubah gambut sangat penting menjadi prioritas bersama, Kebakaran di lahan gambut harus kita cegah sedini mungkin karena jelas akan menimbulkan dampak luar biasa"  - Jokowi

Apa yang anda ketahui soal gambut? Kalau saya, pertama mengenal kata gambut sekitar periode 90-an awal ketika duduk di bangku sekolah dasar, mungkin saat belajar Ilmu Pengetahuan Sosial. Seingat saya, waktu itu Indonesia sedang gencar-gencarnya menggenjot program transmigrasi, dengan proyek ambisiusnya "Lahan Gambut Sejuta Hektar". Melalui program ini, pemerintah Soeharto membuka lahan gambut untuk dikonversi menjadi lahan pertanian yang akan digarap oleh para transmigran. Demi mencapai swasembada beras, pemerintah membabat hutan di lahan gambut dan membangun kanal-kanal drainase sebagai saluran irigasi sawah.

Nyatanya proyek ini terhitung gagal. Banyak transmigran yang menyerah menggarap lahan gambut karena karakteristiknya tak cocok untuk ditanami padi. Malahan kebanyakan dari mereka memilih kembali ke wilayah asal dan meninggalkan lahannya. Parahnya, lahan gambut yang telah rusak menyisakan masalah lebih lanjut.

Definisi dan Fungsi Lahan Gambut (Sumber: Dokpri)
Definisi dan Fungsi Lahan Gambut (Sumber: Dokpri)
Kombinasi lahan gambut yang kering serta sisa kayu yang mati menyebabkan lahan ini mudah terbakar. Tercatat kebakaran hutan terjadi pada tahun 1977, masa-masa awal program transmigrasi. Selain menimbulkan asap tebal, mengganggu pernafasan dan aktifitas penduduk, dalam skala lebih luas bencana ini menyumbang emisi karbon secara global. Kok bisa? video berikut mungkin akan memberi sedikit penjelasannya (Sumber: Youtube Pramana Adi Samudra).


Seiring waktu berjalan saya kerap menemukan berita tentang kerusakan lahan gambut ini. Pemberian konsensi penguasaan hutan (dimana lahan gambut berada) pada perusahaan perkebunan menyebabkan terjadinya perambahan lahan gambut secara masif. Isu yang paling santer adalah bagaimana dampak ekspansi perkebunan sawit terhadap ekosistem lahan gambut. Hutan Sumatera dan Kalimantan paling banyak 'disewakan' pada perusahaan sawit.

Kenapa mereka sampai harus merombak lahan gambut? "Budidaya sawit membutuhkan tanah lebih kering, jadi masyarakat mengeringkan lahan gambut, namun ini berdampak besar terhadap degradasi gambut, karena gambut bergantung pada air untuk bertahan,"kata Dr. Nils Borchard, peneliti dari Universitas Ruhr di Bochum, Jerman.

Salah satu contoh dampak konversi lahan gambut untuk perkebunan bisa kita lihat pada kawasan Tripa di kawasan Ekosistem Leuser, Sumatera. Pada rawa gambut seluas 62.000 hektar ini terdapat 7 perusahaan yang memiliki hak konsensi lahan seluas 75% kawasan ini. Perubahan fungsi lahan ini juga mengancam habitat orangutan. Pada tahun 1990, UNEP mencatat di Tripa terdapat sekitar 1000 orangutan, dan kini hanya tersisa 280 orangutan. Setali tiga uang, kondisi yang sama juga ditemukan pada beberapa hutan gambut di Kalimantan. Ironis bukan?

Deforestrasi Lahan Gambut di Kawasan Tripa (Sumber: UNEP)
Deforestrasi Lahan Gambut di Kawasan Tripa (Sumber: UNEP)
Cerita kemudian berlanjut, berita tentang deforestrasi dan kebakaran hutan serta lahan gambut seolah menjadi menu tahunan media massa. Kombinasi pembakaran lahan secara sengaja, karakteristik lahan gambut rusak yang kering serta pengaruh cuaca El Nino bisa ditunjuk sebagai faktor-faktor pemicunya.

Kiri : Pembakaran lahan gambut secara sengaja; Kanan: Kelapa Sawit di Lahan Gambut (Sumber: ki: Dithajohn/Greenpeace; Ka: Sutton-Hibbert/Greenpeace)
Kiri : Pembakaran lahan gambut secara sengaja; Kanan: Kelapa Sawit di Lahan Gambut (Sumber: ki: Dithajohn/Greenpeace; Ka: Sutton-Hibbert/Greenpeace)
Puncaknya terjadi pada tahun 2015 lalu, Indonesia disergap asap tebal akibat kebakaran hutan dan lahan gambut di beberapa wilayah. PBB menyebutnya sebagai salah satu bencana lingkungan terburuk dunia. Katanya, ketika itu emisi CO2 harian akibat kebakaran tersebut setara emis harian keseluruhan aktifitas ekonomi AS dan melebihi total emisi CO2 tahunan negara Jerman. Seperti biasa, kita juga mengirim asap tebal ini ke negeri tetangga di kawasan Asia Tenggara. Memalukan ya?

Estimasi Emisi CO2 Bencana Kebakaran Tahun 2015 Dibandingkan Dengan Emisi CO2 AS (Sumber: wri.org)
Estimasi Emisi CO2 Bencana Kebakaran Tahun 2015 Dibandingkan Dengan Emisi CO2 AS (Sumber: wri.org)
Menurut estimasi Badan Nasional Penanggulanan Bencana (BNPB) dalam kurun waktu Juli sampai dengan Oktober 2015, luas lahan gambut yang terbakar mencapai 618.574 Ha dari total luas daerah yang mengalami kebakaran 2.089.011 Ha dan itu terkonsentrasi di Sumatera, Kalimantan dan Papua. Soal dampaknya jangan ditanya, tentu begitu besar kerugian yang harus dikorbankan.

Citra Satelit Titik Api Kebakaran Tahun 2015 (Sumber: wri.org)
Citra Satelit Titik Api Kebakaran Tahun 2015 (Sumber: wri.org)
Dampak Bencana Kebakaran Hutan & Lahan Gambut 2015 (Sumber: Dokpri))
Dampak Bencana Kebakaran Hutan & Lahan Gambut 2015 (Sumber: Dokpri))
Dari sini sudah jelas betapa pentingnya aksi untuk memperbaiki dan menjaga ekosistem lahan gambut. Ini bukan soal menurunkan angka emisi gas rumah kaca saja, tapi tentang menjaga negeri kita dari bencana lebih lanjut. Disana ada hak-hak masyarakat dan lingkungan yang perlu kita jaga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun