Mohon tunggu...
Ofi Sofyan Gumelar
Ofi Sofyan Gumelar Mohon Tunggu... Administrasi - ASN | Warga Kota | Penikmat dan rangkai Kata

Today Reader Tomorrow Leader

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Kapan Kita Merdeka dari Plastik?

19 Agustus 2018   05:49 Diperbarui: 19 Agustus 2018   13:33 1395
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Plastik sudah menjadi kebutuhan utama harian kita (sumber: unenvironment.org)

Pagi tadi, ketika asyik berselancar di Youtube, secara tak sengaja saya membuka sebuah video yang lumayan miris.

Video yang berjudul "Whale dies after swallowing 80 plastic bags" ini menceritakan seekor Paus di Thailand yang mati gara-gara tak dapat makan karena perutnya penuh dengan sampah plastik.

Diceritakan dalam masa-masa krisisnya, Paus tersebut sampai memuntahkan kantong plastik dari mulutnya. Malangnya, meskipun sudah intensif dalam perawatan tim ahli, Paus tersebut harus meregang nyawa.

Dari hasil Otopsi, ditemukan sebanyak 80 kantong plastik dari perut paus tersebut.

Berikut videonya dibawah ini (Sumber: channel youtube skynews)

Siapa pun yang menonton video ini harusnya bisa tergugah hatinya.

Betapa kita yang selama ini sangat konsumtif akan bahan plastik mungkin turut berandil besar terhadap kematian paus tersebut dan juga berjuta biota laut lainnya. Unenvironment.org menyebut bahwa setiap tahunnya manusia di planet bumi ini membuat 13 juta ton plastik ke lautan!

Jangankan di laut, di daratan juga plastik merpakan salah satu polutan utama lingkungan.

Data Riset Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta dan Gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik (GIDKP) menyebut konsumsi kantong plastik di Jakarta mencapai 240 -- 300 juta lembar per tahun, atau 1.900 -- 2.400 ton per tahun, atau setara dengan berat 124 bus TransJakarta. Bagaimana dengan kota lainnya? Tanpa perlu menyodorkan data, kita sepakat mereka juga setali tiga uang dengan Jakarta.

Tak bisa dipungkiri, ketergantungan kita akan material plastik ini makin tinggi. Soalnya bahan ini terhitung murah, mudah didapat, ringan ditenteng dan mudah dibuat. Dengan karakteristik seperti ini, kita seolah kecanduan kepadanya. Tak heran, jika tiap tahun produksi plastik ini semakin meningkat.

Kenapa plastik bisa mencemari lingkungan? Oh come on, masa harus dijelaskan juga? Kalau anda lihat sungai-sungai di kota besar, kemungkinan besar akan melihat tumpukan plastik yang memenuhi saluran air disana. Got-got dan gorong-gorong jadi tersumbat gara-gara banyak plastik disana. Dampaknya? Saat hujan besar, jadilah airnya meluap... ini yang dinamakan bajir kan?

Ketika plastik terbawa ke laut, hewan-hewan seperti paus, lumba-lumba dan penyu tak dapat membedakan material plastik dengan lembar-lembar tumbuhan laut disana. Kadang juga lembar plastik ini terhirup oleh mereka dan kemudian bersarang di perut.

Selain tak dapat dicerna, seramnya lagi lembaran plastik ini kemudian menyumbat saluran pencernaan mereka seperti layaknya saluran air di kota besar.

Bukankah plastik dapat di daur ulang? Yap, itu kalau kita sudah disiplin dalam menggunakan material ini. Masalahnya kita sering seenaknya membuang plastik sembarangan, atau membuangnya ke tempat sampah.

Faktanya, menurup UN Environment (UNEP), hanya 9 persen dari total produksi plastik yang kemudian didaur ulang, 12 persen dibakar di incinerator, dan sisanya tertimbun di tempat pembuangan sampah bahkan dibuang sembarangan.

Masalahnya ketika ia ditimbun ataupun terbuang sembarangan, material plastik termasuk bahan yang susah terurai. Pada akhirya ia akan menjadi pencemar tanah maupun air. Itu data global, bagaimana kondisinya di Indonesia?

Bukan bermaksud inferior, rasanya data diatas bakalan jauh berbeda. Berapa banyak sih orang yang sudah secara sadar melakukan 3R (Reduce, Reuse, Recycle) diantara kita? Saya pesimis angka 9 persen plastik yang didaur ulang sebagaimana gambaran UNEP tersebut bisa jadi di Indonesia jauh kurang dari angka tersebut.

Lalu, berapa banyak tempat pembuangan sampah kita yang sudah dilengkapi alat pengolahan limbah plastik? Saya berani bertaruh, masih banyak diantara kita yang punya penyakit buang sampah sembarangan.

Jadi begitulah, kita memang sudah merdeka 73 tahun lepas dari penjajahan bangsa kolonial, tapi kini kita terjajah oleh habit kita sendiri,.. ketergantungan terhadap plastik!

Satu dua tahun lalu saya sempat optimis kita bisa mereduksi peredaran plastik ini. Saya masih ingat ketika beberapa kota besar di Indonesia menerapkan 'diet plastik' belanjaan di toko modern. Waktu itu plastik belanjaan tidak lagi gratis dan dikenakan harga sekitar 100-200 rupiah. Menurut dietplastik.info kebijakan ini berhasil mengurangi konsumsi plastik hingga 55 persen.

Saya masih ingat, setiap kali berbelanja di pasar swalayan atau minimarket, waktu itu selalu ditanya, "mau pakai kantong plastik?" kalau kita jawab iya maka kita akan dikenakan charga 100-200 per lembar plastik. Kalau tidak, kita disodori tawaran untuk membeli kantong berbahan kain yang bisa dipakai berulang.

Sayangnya, kebijakan itu sepertinya hanya uji coba dan mungkin sebatas aksi reaktif dari petisi yang dilayangkan para aktifis lingkungan. Soalnya sekarang rasanya sudah tak diberlakukan lagi kebijakan tersebut. Beberapa kali belanja ke minimarket, kini kasir akan secara spontan memasukkan belanjaan kita ke kantong plastik. Padahal, rata-rata setiap belanja orang bisa memerlukan 2 atau 3 kantong plastik.

Padahal menurut saya mah kebijakan itu efektif lho. Setidaknya ini berhasil merubah habit buruk boros plastik,... minimal pada keluarga saya. Hehehe ...tapi saya percaya ada dong beberapa keluarga lain yang juga mulai sadar untuk diet plastik. So, please atuhlah lanjutin lagi kebijakan ini!

Jujur, saya belum bisa lepas 100 persen dari plastik, tapi setidaknya saya sudah melakukan apa yang disebut diet plastik. Mau tahu bagaimana diet plastik versi saya?

1. Saya sudah gak pernah lagi beli air minum dalam kemasan. Kemana-mana sudah bawa tumbler. Biar gak bosen dan jenuh bawa-bawa tumbler, saya dan istri mensiasati dengan mengoleksi beberapa tumbler. Jadi tiap hari bisa gonta ganti tuh.

2. Kami sudah membiasakan diri belanja bawa kantong belanjaan sendiri. Biar gak lupa, saya selalu menyimpan tas belanjaan kain di kendaraan saya, baik di mobil maupun sepeda motor. Jadi, kalau pergi ke minimarket atau pasar swalayan, kami gak lupa dan sudah siap dengan tas yang kami bawa sendiri.

3. Kalau kepepet dan kelupaan, saya sudah membiasakan diri disiplin belanja tanpa kantong plastik. Yaa, kalau Cuma beli barang satu atau dua biji atau sepanjang bisa dipegang sama dua tangan, ngapain minta kantong plastik segala ke kasir?

4. Kalau mengirim barang atau makanan ke tetangga, kami membiasakan menggunakan piring kaca atau kotak makanan. Selain untuk diet kantong plastik, siapa tahu baliknya bisa diisi makanan juga oleh tetangga, kan asyik tuh!

Apa lagi ya? ..mungkin anda bisa ikut menambahkan?

Jadi, kapan ita merdeka dari plastik? Saya tak tahu pastinya. Yang jelas, kalau mau menuju hal tersebut, anda bisa ikuti langkah saya untuk memulai diet plastik. Plus, semoga saja kebijakan buat menerapkan aturan pembatasan penggunaan plastik bisa diterapkan kembali oleh pemerintah.

Karena bumi sudah terlalu lama menanggung beban pencemaran akibat ulah kita. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun