Mohon tunggu...
Ujang Ti Bandung
Ujang Ti Bandung Mohon Tunggu... Wiraswasta - Kompasioner sejak 2012

Mencoba membingkai realitas dengan bingkai sudut pandang menyeluruh

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Ateis Militan: Langsung Percaya Itu Kebodohan, tapi Percaya Setelah Melihat Itu Akal Sehat

1 Juli 2020   07:09 Diperbarui: 1 Juli 2020   07:18 365
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Images: bincangsyariah.com

Judul di atas diambil dari postingan seseorang di medsos yang dilihat dari kalimatnya nampak seorang atheist militan

Sepintas pernyataan di atas seperti nampak benar apalagi bagi kaum empiris-materialist-positivist yang sangat bergantung pada input dunia inderawi serta sangat mengejar kebenaran empirik dan menjadikan kebenaran empirik sebagai landasan keilmuan serta satu satunya bentuk kebenaran tunggal yang bersifat mutlak

Tetapi saya renungi dalam dalam kalimat yang menjadi judul di atas lalu saya berpikir; kalau begitu semua akan dan harus bergantung pada input dunia inderawi dan sebagaimana saya pahami input dunia inderawi itu teramat sangat terbatas sehingga karena keterbatasannya itu manusia sering berkata 'saya tidak tahu'.. 'saya tidak tahu'  bila ditanya perihal sesuatu yang memerlukan input pengetahuan inderawi.

Juga saya renungi dalam dalam; apa fungsi akal bila manusia bergantung secara mutlak hanya pada input dunia inderawinya?

Dan bila kembali pada kalimat yang menjadi judul artikel di atas lalu saya bertanya;
akal sehat atau akal sakit?

Karena menurut saya akal sehat adalah akal yang mampu berpikir secara mandiri-otonom-berdiri sendiri tanpa bergantung secara mutlak pada input dunia inderawi yang akan teramat sangat terbatas itu, akal sehat mampu membuat putusan-simpulan,rumusan secara cepat dan tepat tanpa menunggu input dunia inderawi yang belum tentu ada atau tersedia

Sedang menurut pernyataan sang atheist yang menjadi judul artikel di atas artinya; akalnya berdiri di belakang dunia inderawinya, akalnya jadi bawahan dunia inderawinya, akalnya jadi hamba sahaya dunia inderawinya, akalnya menjadi bergantung secara mutlak pada input dunia inderawinya.

Kalau masuk hutan lebat harus lihat dulu ularnya untuk memastikan di hutan itu ada ularnya atau tidak (?)

Kalau saya mengatakan ini itu ia harus melihatnya dulu baru akalnya bisa main walau andai saya bohongi.

Kalau saya berkata 'ada orang bunuh diri di atas pohon cabe' maka ia ngotot minta bukti empiriknya dulu untuk percaya atau tidak percaya.

Kalau saya bohongi dengan berkata 'di gang anu ada dua truk besar saling bertabrakan' mungkin ia perlu melihatnya dulu untuk percaya atau tidak (?) ..padahal kalau pakai akal pasti langsung tak percaya karena mana mungkin truk besar bisa masuk gang dan bertabrakan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun