Mohon tunggu...
Ujang Ti Bandung
Ujang Ti Bandung Mohon Tunggu... Wiraswasta - Kompasioner sejak 2012

Mencoba membingkai realitas dengan bingkai sudut pandang menyeluruh

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Artikel Utama

Konsep Kebenaran Menyeluruh

2 Maret 2020   08:53 Diperbarui: 2 Maret 2020   19:11 577
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Images : pewarta indonesia

Dan mengapa harus melibatkan agama di samping filsafat? Karena sebagaimana manusia itu makhluk yang terbatas maka filsafat yang mengekploitasi kemampuan logika akal manusia itu juga terbatas sehingga filsafat sendirian mustahil bisa mengungkap rahasia hal metafisik di balik yang fisik.

Dengan kata lain, sains semata mustahil bisa mengungkap rahasia konsep kebenaran menyeluruh karena konsep kebenaran menyeluruh itu melibatkan dunia fisik serta metafisik tidak relevan dengan sains sebagai ilmu yang hanya mengekploitasi dunia fisik.

Demikian pula filsafat sendirian mustahil bisa mengungkap kebenaran yang bersifat menyeluruh karena kekuatan logika akal manusia itu pasti terbatas, filsafat mustahil dapat mengungkap hal-hal yang di luar kekuatan logika akal manusia.

Dengan kata lain, sebagaimana analogi yang dibuat di atas maka untuk mengungkap rahasia konsep kebenaran menyeluruh manusia harus melibatkan sedikitnya tiga institusi besar: sains, filsafat, serta agama.

Nah hingga di sini hambatan pertama yang dijumpai biasanya adalah kita selalu bertemu pihak yang diawal sudah langsung mempertentangkan agama dengan sains atau agama dengan filsafat.

Sehingga bagaimana bisa konsep kebenaran menyeluruh itu lalu dapat dipahami? Akhirnya pihak yang cenderung berpandangan 'konflik' antara berbagai institusi dunia itu akan cenderung menempatkan agama, filsafat, serta sains pada kotak-kotak tertutup yang satu sama lain seolah mustahil dapat dipersatupadukan.

Siapa Pencari Kebenaran Sejati?

Masalahnya, apalagi di zaman sekarang ini yang orang sering sebut era 'post truth' saat di mana opini-opini lebih mengemuka dan berkuasa dibanding orientasi pada mencari kebenaran hakiki maka, siapa yang masih setia mencari kebenaran sejati yang bersifat menyeluruh?

Apalagi pada orang orang yang sangat memuja sains, mereka menjadikan sains sebagai satu satunya alat pencari sekaligus parameter kebenaran, bahkan hal-hal metafisis pun cenderung dilihat, dinilai, dirumuskan serta dihakimi dengan menggunakan prinsip serta dalil sainstifik.

Lalu proposisi-proposisi metafisik yang berasal dari wilayah filsafat serta agama pun divonis sebagai hanya sebagai wacana belaka, dianggap ilusi, omong kosong yang semua dianggap tidak memiliki nilai ilmiah karena tidak membawa bukti empirik langsung. 

Lalu makna 'ilmiah' pun hanya diparalelkan dengan sains serta prinsip empirisme.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun