Bagaimana kalau konsepsi tentang 'kebenaran' dilepaskan dari manusia - dari fikiran,persepsi serta kondisi kondisi humanistik ?
Para failosof post modern pasti menganggap hal itu sebagai suatu yang tidak mungkin,karena mereka memandang konsepsi kebenaran tak lebih merupakan produk alam fikiran manusia atau 'ciptaan manusia'. kebenaran dipandang sebagai himpunan kesan dan persfective manusiawi dan produk yang lahir dari berbagai kondisi humanistik
Salah seorang diantaranya adalah Michael foucault yang memang melekatkan itu dengan sejarah sebagai situasi dan kondisi manusiawi,dengan manusia sebagai subyek penela ah dan obyek yang ditela'ah, dengan bahasa,dengan kekuasaan sebagai hasrat terselubung manusia dan mungkin pernah mengaitkannya dengan aktifitas seksual menyimpang !?
Filsuf berkebangsaan Prancis ini termasuk salah seorang yang mempersoalkan kebenaran. Dalam pandangannya kebenaran merupakan suatu hal yang tidak akan pernah bisa selesai, termasuk untuk diperdebatkan dan selalu menarik untuk diperbincangkan dari waktu ke waktu oleh pemikir yang bergulat dalam masalah ilmu pengetahuan
Kebenaran dan pengetahuan dipandang sebagai suatu yang ada dalam suatu situasi historis manusia yang senantiasa berubah. dan karenanya dipandang sebagai suatu yang tidak akan pernah selesai.
Dalam buku Arkelogi Pengetahuan, dikatakan bahwa menurut Michael foucault kuasa dan kebenaran adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain karena keduanya saling berhubungan satu dengan lainnya.Kedua hal itu selalu ada dalam sejarah kehidupan manusia.
Beda dengan agama yang melekatkan kebenaran dengan Tuhan, Focault melekatkan kebenaran dengan eksistensi serta situasi kemanusiaan utamanya dengan hasrat bawah sadar manusia untuk berkuasa. kebenaran dipandang identik dengan siapa yang tengah memegang kekuasaan. kebenaran dipandang sebagai alat untuk berkuasa atau ekspressi dari hasrat untuk berkuasa dan ekpressi dari sebuah sejarah kekuasaan.Tidak ada kebenaran tunggal dalam sejarah peradaban manusia, karena yang terjadi selalu adalah soal siapa dan apa yang menjadi “episteme” pemangku kuasa dan peradaban itu.pandangan Foucault tentang kekuasaan dan hubungannya dengan kebenaran nampak menjadi sentral dari pemikirannya.
Menurutnya,suatu kuasa hanya dapat terlaksana dalam atau lahir dari sebuah wacana. Wacana bukanlah sesuatu yang tetap. Ia terus berubah dari waktu ke waktu. Dengan demikian perubahan kuasa dan juga wacana secara otomatis mengakibatkan perubahan konsepsi kebenaran. Oleh karena itulah, suatu konsepsi kebenaran tidak berlaku mutlak dan tetap. Kebenaran diakui dalam sejarah hidup manusia dan berbeda-beda dalam setiap masyarakat. Jadi, menurut Foucault tidak ada satu kebenaran pun yang disiapkan untuk semua masyarakat. Suatu konsepsi kebenaran yang berlaku dalam suatu masyarakat belum tentu berlaku untuk semua masyarakat.
Sebab itulah kebenaran menjadi suatu 'permainan' yang nampak rumit untuk difahami beda dengan bila manusia melihatnya sebagai milik satu Tuhan maka kebenaran menjadi suatu yang lebih mudah difahami dan juga disepakati termasuk oleh kaum awam karena tidak disandarkan pada situasi-kondisi dan perubahan perubahan
Dan karena itulah dalam pandangannya kebenaran adalah suatu yang relatif-bergantung siapa yang mengatakan, bergantung sang penulis narasi sejarah, bergantung siapa yang tengah memegang kekuasaan
Maka kebenaranpun menjadi suatu yang absurd-benar dan salahnya bisa bergantung situasi dan keadaan sehingga sebenarnya tak pantas lagi disebut sebagai kebenaran melainkan sekedar 'pemikiran'