Mohon tunggu...
Ujang Ti Bandung
Ujang Ti Bandung Mohon Tunggu... Wiraswasta - Kompasioner sejak 2012

Mencoba membingkai realitas dengan bingkai sudut pandang menyeluruh

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Artikel Utama

Batas Iman dan (Sekaligus) Batas Toleransi

17 Oktober 2019   07:45 Diperbarui: 20 Oktober 2019   08:56 1045
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
© Getty Images/iStockphoto/LeoPatrizi 19.07.2019, RELIGION MONITOR: Religious tolerance is widespread – but it does not extend to Islam

Dewasa ini konsep 'toleransi' telah menjadi suatu gagasan atau pandangan dunia alias 'worldview' tersendiri. 

Menjadi suatu wacana yang populer sebagaimana juga prinsip HAM-demokrasi. itu terjadi karena ada peran-eksistensi kaum intelektual dibelakangnya yang menjadi penggagas ide nya

Pada kenyataannya dalam era kekinian konsep toleransi telah menjadi suatu yang banyak diwacanakan, diajarkan, dianjurkan, dipublikasikan, dikomunikasikan kepada publik atau 'dimasyarakatkan'.

Hal itu dilakukan mungkin para penggagas toleransi melihat bahwa di masyarakat dunia ada banyak keragaman agama -kepercayaan dan gagasan toleransi itu dibuat dengan maksud untuk agar tidak terjadi benturan benturan di antara yang berbeda-beda itu karena hal itu dianggap  dapat berubah menjadi konflik terbuka.

images : Hidayatullah.com
images : Hidayatullah.com
Hal itu tentu suatu yang sah-sah saja, utamanya adalah untuk agar jangan terjadi konflik sosial. tetapi yang tidak boleh ada dalam fikiran para penggagas toleransi adalah satu hal ini:

Jangan pernah mewacanakan gagasan toleransi dengan maksud untuk meniadakan benturan antar keyakinan atau benturan antar kepercayaan, karena itu sama dengan hendak melebur tiap perbedaan agar perbedaan itu menjadi tidak ada!

Karena adanya benturan kepercayaan adalah sebuah keniscayaan pada masyarakat yang berbeda kepercayaan dan itu harus diterima sebagai realitas

Salah satunya adalah dengan berupaya mengobok obok-mengganggu-memprovokasi fikiran publik yang memiliki suatu iman-keyakinan tertentu agar juga terbuka dalam arti menerima.

Maksud 'menerima' di sini adalah mau membenarkan keyakinan yang berbeda atau berlawanan dengan keyakinannya. memprovokasi agar mau terbuka terhadap keyakinan orang lain dan makna 'terbuka' di sini adalah ya, mau membenarkan.

Bentuk provokasi itu di antaranya adalah dengan mengecam fanatisme, mengecam keteguhan pada keyakinan sendiri, atau mengeluarkan kata-kata seperti: "Jangan merasa benar sendiri" (logikanya, lha, apa harus membenarkan apa yang saya yakini salah?).

Padahal makna 'toleransi' yang sesungguhnya adalah cukup dengan bersikap menghormati keyakinan atau kepercayaan yang berbeda dengannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun