Mohon tunggu...
Ujang Ti Bandung
Ujang Ti Bandung Mohon Tunggu... Wiraswasta - Kompasioner sejak 2012

Mencoba membingkai realitas dengan bingkai sudut pandang menyeluruh

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Opini, Kebenaran atau Pembenaran?

3 September 2018   17:18 Diperbarui: 3 September 2018   17:56 851
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sering di wacana kan dikalangan kaum intelektual bahwa saat ini adalah era 'post truth'. Budayawan Sujiwo tejo pun sedikit mengungkit hal itu di ILC - Indonesia Lawyer Club. saat dimana manusia lebih fokus-orientasi atau bahkan di kuasai oleh opini opini ketimbang memahami hakikat kebenaran yang sesungguhnya. saat dimana kebenaran 'mati',demikian penegasannya.

Ini sebenarnya paralel dengan al hadits tentang suasana menjelang akhir zaman dimana al hadits melukiskan bahwasanya saat itu 'kebenaran menjadi terbalik'-yang benar akan dipandang salah dan yang salah akan dipandang benar-air nampak seperti api dan api nampak seperti air-suasana yang serba terbolak balik.dan yang melakukan semua itu adalah kacamata sudut pandang manusia diantaranya melalui 'opini'.

Opini opini dapat membalikkan kebenaran sehingga menjadi seperti nampak tidak benar dihadapan publik.dan sebaliknya dapat membalikkan ketidakbenaran sehingga menjadi nampak benar.walau tentu tidak semua opini itu muatannya salah.tetapi fakta bahwa opini dapat menampilkan sesuatu yang benar dan sebaliknya juga bisa menampilkan sesuatu yang salah paralel-identik dengan sifat manusia yang dapat jatuh kepada benar dan juga dapat jatuh kepada salah

Hal yang sering manusia lupa adalah mereka tidak bisa membedakan antara 'Kebenaran' dengan 'pembenaran' dan itu terjadi saat manusia terlalu percaya atau terlalu bergantung pada opini opini dan lupa mendalami hakikat-substansi dari sesuatu. contoh : soal agama,manusia sering menelan atau memahami agama sebagaimana yang di opini kan oleh manusia ketimbang mendalami serta lalu memahami hakikat agama itu sendiri. bahwasanya menurut opini agama itu begini atau begitu dan lalu mereka menelan nya begitu saja. demikian pula dengan konsep konsep lain termasuk yang manusia buat sendiri semisal konsep HAM-demokrasi dlsb.

Hakikatnya opini dapat mengindoktrinasi fikiran publik sehingga mereka 'tidak bisa berfikir sendiri dan secara mandiri'

.............

Sebenarnya sungguh sangat memprihatinkan bahwasanya masih banyak orang  yang belum dapat membedakan antara 'Kebenaran' dengan sekedar 'pembenaran' dan itu analogi nya ibarat belum bisa membedakan antara  air murni dengan air bercampur atau antara manusia dengan bayangannya

Perbedaan mendasarnya adalah; Kebenaran (dengan K besar) berafiliasi kepada dan bekerja untuk Tuhan -sang maha benar pencipta Kebenaran sedang pembenaran ber afiliasi dan bekerja untuk manusia agar dirinya atau pandangannya 'nampak benar' dan kepentingan maupun tujuan manusia itu tidak bisa satu dan tidak bisa sama, itu sebab opini bisa berlainan antara satu dengan lainnya. 

Sehingga beda dengan Kebenaran yang substansi nya satu sesuai hakikat Tuhan yang adalah hanya mungkin ada satu,pembenaran ber substansi banyak mengikuti cara pandang serta kepentingan manusiawi yang berbeda beda

Dan sebab itu bila ingin memeriksa apakah opini yang dibuat manusia itu benar atau salah maka acukan saja kepada Kebenaran menurut sang maha penciptanya. sehingga prinsip mendasar yang paling realistis perihal bagaimana sikap kita menghadapi beragam opini opini yang bertebaran adalah ambil yang benarnya dan buang yang salahnya,dan itu artinya jangan pernah menelannya secara mentah mentah atau jangan mengkultuskan siapapun pembuat opini-opini

Demikian pula ada perbedaan mendasar perihal bagaimana memperolehnya;  untuk memperoleh Kebenaran manusia harus menggali hingga ke kedalaman atau harus berfikir secara mendalam,sedang untuk menerima pembenaran terkadang cukup dengan hanya menelan nya begitu saja bahkan secara mentah mentah

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun