Mohon tunggu...
Ujang Ti Bandung
Ujang Ti Bandung Mohon Tunggu... Wiraswasta - Kompasioner sejak 2012

Mencoba membingkai realitas dengan bingkai sudut pandang menyeluruh

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Hakim Vonis Jessica Bersalah dan Lonceng Kematian Keadilan bagi Otto Hasibuan

27 Oktober 2016   21:47 Diperbarui: 31 Oktober 2016   07:21 5369
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
KOMPAS.com / GARRY ANDREW LOTULUNG Jessica Kumala Wongso usai menjalani sidang putusan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (27/10/2016)

Jadi, tulisan ini sebenarnya lebih kepada tujuan filosofis-sekedar ingin melihat bagaimana cara manusia mencari dan menggapai kebenaran--dalam hal ini di dunia pengadilan-- dan lalu menyikapinya dengan bingkai hukum. Secara lebih spesifik, tulisan ini lebih mengedepankan melihat bagaimana manusia ‘bermain logika’ di dunia pengadilan. Tentu bukan berlandaskan ide-ide kosong karena di dunia pengadilan, logika yang dibangun harus berpijak pada fakta empirik langsung sekecil atau seminim apa pun fakta empirik itu, tak boleh memainkan logika dengan bersandar pada sekedar berandai-andai atau apalagi mengarang-ngarang.

Tetapi itulah, seperti orang beriman akan diuji oleh orang tak beriman, teis oleh atheis, maka bila bermain logika di dunia pengadilan, bersiaplah sebab akan diuji oleh orang orang yang landasan pandangannya bertumpu pada ‘prinsip empirisme’ yang dalam kasus peradilan Jessica peran itu dimainkan oleh Otto Hasibuan dkk..

.....................................

Perlu sedikit saya tambahkan bahwa manusia itu dikaruniai Tuhan peralatan berfikir yang berlapis yaitu : dunia indera- akal-hati,dan mengapa harus berlapis ? sebab dalam realitas kehidupannya manusia akan atau harus berhadapan dengan beragam problematika kehidupan yang bersifat kompleks,bukan saja yang bersangkutan dengan dunia fisik melainkan juga yang bersangkutan dengan dunia metafisik termasuk persoalan gaib.itu sebab ketiga peralatan berfikir itu saling meng cover-saling mengisi kelemahan yang lain,akal meng cover kelemahan dunia indera manusia yang teramat sangat terbatas itu,dan demikian pula hati meng cover kelemahan akal yang juga memiliki batas kekuatannya tersendiri.

Sebab itulah dalam tiap permasalahan yang tak bisa diselesaikan melulu dengan menggunakan prinsip pembuktian empirik yang adalah serba terbatas-tidak komplit seperti kasus yang menimpa Jessica maka nalar-akal harus dimaksimalkan untuk meng cover nya untuk kelak memberi keyakinan pada hat,karena sungguh naif apabila dalam keserba terbatasan input yang dapat diberikan oleh dunia inderawi akal secara mutlak melulu harus bergantung pada eksistensi dunia inderai.dan itulah yang membedakan antara rasionalist sejati dengan empiris sejati adalah bahwa rasionalis sejati itu menempatkan akal sebagai peralatan berfikir yang memiliki kemandirian untuk memutuskan serta merumuskan diantara input dunia inderawi yang serba terbatas,sebaliknya kaum empiris sejati (yang identik dengan 'materialist') menundukkan akal nya mutlak pada input yang dapat diberikan dunia inderawi semata,misal mereka tak percaya Tuhan karena input dunia inderawi tak dapat memberikannya,walau fakta rasional perihal adanya Tuhan itu dapat selalu ditemukan dalam realitas,tetapi rumusan akhir kaum materialist selalu bergantung pada input dunia inderawi nya 

Sekian,

Bandung 27 Oktober 2016

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun