Mohon tunggu...
Muh NurulIkhsan
Muh NurulIkhsan Mohon Tunggu... Lainnya - Ekonomi Syariah IAIN BONE

Ekonomi Syariah untuk perekonomian Indonesia yang lebih baik

Selanjutnya

Tutup

Money

Pentinya Penerapan Murabahah dalam Perbankan Syariah

13 Juni 2020   21:35 Diperbarui: 13 Juni 2020   21:30 208
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Melihat konstruksi industri perbankan di Indonesia diikuti dengan bermunculannya bank syariat yang menawarkan produk berbeda dengan produk perbankan konvensional, antara lain produk murabahah yang merupakan produk andalan dari bank syariat sehingga proporsinya paling mendominasi di antara produk lainnya. Murabahah adalah akad jual beli barang dengan harga jual sebesar biaya perolehan ditambah keuntungan yang disepakati yang di dalamnya penjual harus mengungkapkan biaya perolehan barang kepada pembeli, keterbukaan inilah yang sangat di pegang erat dalam ekonomi islam terkhususnya pada lembaga keuangan islam. Berdasarkan perkembangan peraturan perbankan yang terakhir, pemerintah melalui Bank Indonesia akhirnya menerbitkan undang-undang yang lebih spesifik menjelaskan tentang perbankan syariat yaitu undangundang No. 21 Tahun 2008. Undang-undang ini menjadikan perbankan syariat sebagai landasan hukum yang jelas dari sisi kelembagaan dan sistem operasional. Kehadiran undang-undang ini memicu peluang yang lebih besar yang diberikan kepada masyarakat untuk mendapatkan pelayanan perbankan sepenuhnya yang sesuai dengan syariat Islam. Salah satunya adalah perbankan syariat menawarkan transaksi yang tidak berlandaskan pada konsep bunga, diharapkan dapat lebih optimal melayani kalangan masyarakat yang belum dapat tersentuh oleh perbankan konvensional dan memberikan pembiayaan dalam pengembangan usaha berdasarkan sistem syariat Islam. Perbankan syariat menjalankan sistem operasionalnya dengan memberlakukan sistem bagi hasil (profit and lost sharing) dan berbagi risiko (risk sharing) dengan nasabahnya yang memberikan penjelasan atas setiap perhitungan keuangan atas transaksi yang dilakukan sehingga akan meminimalkan kegiatan spekulatif dan tidak produktif. Dalam ajaran Islam, sebuah transaksi yang melibatkan dua orang antara pembeli dan penjual tidak boleh ada yang merasa dirugikan. Keduanya harus dapat saling bekerja sama dan melakukan transaksi sesuai dengan kesepakatan yang menandakan bahwa tidak ada salah satu pihak yang merasa dirugikan karena kesepakatan tersebut merupakan sebuah akad (perjanjian) yang telah disetujui bersama. Dengan dikeluarkan Undang-Undang No.10 Tahun 1998. Dalam hal ini Bank Indonesia selaku regulator keuangan memberikan kesempatan kepada lembaga keuangan yaitu, Bank Indonesia untuk memutuskan dan melakukan percepatan perbankan syariat. Hal ini dibuktikan dengan diperbolehkan bahkan dianjurkan bank konvensional untuk membuka unit usaha syariat (bank konvensional yang membuka cabang syariat). Bank Indonesia sebagai lembaga pengawas dan Pembina perbankan di Indonesia memberikan dorongan untuk tumbuhnya industri bank yang sehat dan berkelanjutan, di antaranya adalah dengan memperkuat bargaining bank di dunia perbankan melalui program penguatan industri perbankan yang dikenal dengan Asosiasi Perbankan Indonesia (API). Berdasarkan sisi perusahaan yaitu kemampuan dan efektivitas kinerja perusahaan terutama yang berhubungan dengan finansial dan tingkat kesehatan bank, sedangkan dari sisi operasional usaha yaitu kemampuan menjaga kepercayaan nasabah serta kemampuan pengelolaan. Berdasarkan data yang dikeluarkan Bank Indonesia ditunjukkan bahwa produk pembiayaan yang disalurkan oleh bank syariat masih tinggi peminatnya di kalangan masyarakat. Hal ini terbukti Analisis Penerapan Pembiayaan Murabahah dari tujuh tahun terakhir jumlah angka pembiayaan terus meningkat. Produk pembiayaan yang sangat diminati adalah murabahah yakni mencapai sekitar 46,161 miliar pada Juni 2012, dan yang kedua adalah produk pembiayaan musyarakah yakni mencapai sekitar 16,295 miliyar pada Juni 2012. Secara umum efektivitas fungsi intermediasi perbankan syari'ah tetap terjaga seiring pertumbuhan dana yang dihimpun maupun pembiayaan yang relatif tinggi dibandingkan perbankan nasional, serta penyediaan akses jaringan yang meningkat dan menjangkau kebutuhan masyarakat secara lebih luas sehingga masih memiliki fundamental yang cukup kuat untuk memanfaatkan potensi membaiknya perekonomian nasional.

Pengertian Murabahah adalah akad jual beli barang dengan harga jual sebesar biaya perolehan ditambah keuntungan yang disepakati dan penjual harus mengungkapkan biaya perolehan barang tersebut kepada pembeli. Adapun pengertian murabahah menurut Rivai dan Veithzal (2008: 145) adalah : Akad jual beli atas suatu barang, dengan harga yang disepakati antara penjual dan pembeli, setelah sebelumnya penjual menyebutkan dengan sebenarnya harga perolehan atas barang tersebut dan besarnya keuntungan yang diperolehnya. Jenis-jenis Murabahah Murabahah sesuai jenisnya dapat dikategorikan dalam: murabahah tanpa pesanan, artinya ada yang beli atau tidak, bank syariat menyediakan barang. Dan murabahah berdasarkan pesanan, artinya bank syariat baru akan melakukan transaksi jual beli apabila ada pesanan. Murabahah berdasarkan pesanan dapat dikategorikan dalam sifat yang mengikat, artinya murabahah berdasarkan pesanan tersebut mengikat untuk dibeli oleh nasabah sebagai pemesan; dan sifat yang tidak mengikat artinya walaupun nasabah telah melakukan pemesanan barang, namun nasabah tidak terikat untuk membeli barang tersebut. Dari cara pembayaran murabahah dapat dikategorikan menjadi pembayaran tunai dan pembayaran tangguh. Dalam praktik yang dilakukan oleh bank syariat saat ini adalah Murabahah berdasarkan pesanan, sifatnya mengikat dengan cara pembayaran tangguh. Pembiayaan murabahah yang dilakukan oleh ba'i dan musytari adalah perjanjian jual-beli, jika seseorang datang kepada bank syariah dan ingin meminjam dana untuk membeli barang tertentu, misalnya mobil atau rumah, suka atau tidak suka ia harus melakukan jual-beli dengan bank syariah, bank syariah bertindak sebagai ba'i dan nasabah sebagai musytari, begitulah cara dari bank untuk memperoleh manfaat (keuntungan) yaitu dari laba penjualan atas barang bukan dari kelebihan yang disyaratkan dalam perjanjian pinjam-meminjam karena bagaimanapun juga bank syariah sebagai lembaga komersial pasti ingin mendapatkan keuntungan. Keuntungan yang diperoleh pihak ba'i adalah mark up (laba) dari penjualan barang dalam pembiayaan murabahah. 8 Besarnya mark up untuk setiap pembiayaan berbeda, besar kecilnya mark up dipengaruhi oleh besar kecilnya risiko yang ditanggung untuk pembiayaan tersebut, besarnya mark up justru tidak dipengaruhi oleh lamanya jatuh tempo pembiayaan seperti yang biasa diterapkan dalam perjanjian kredit pada bank konvensional yang menggunakan prinsip semakin lama suatu kredit yang diberikan maka semakin banyak pula bunga yang didapat oleh pihak bank (time value of money). Kesepakatan (akad) dalam pembiayaan murabahah ketika telah terjadi, maka besarnya harga sudah tidak dapat berubah lagi, namun untuk menghindari terjadinya wanprestasi oleh musytari yaitu tidak membayar ataupun terlambat mengangsur pembiayaan murabahah maka dalam perjanjian tersebut telah disetujui sebuah klausul tentang pembayaran denda yang harus dibayar oleh musytari ketika musytari terlambat dalam melakukan pembayaran angsuran. Denda yang diterima oleh ba'i bukan merupakan salah satu unsur pendapatan bank syariah (ba'i), karena denda yang diperoleh tersebut digunakan sebagai dana sosial yang salah satunya disalurkan melalui Qard al-Hasan, ini adalah salah satu sisi positif perbankan syariah disamping sebagai lembaga komersial perbankan syariah juga berfungsi sebagai lembaga sosial demi kemaslahatan umat. Pihak musytari dalam pembiayaan ini dimungkinkan membeli sendiri barang yang diinginkan, hal ini terjadi karena pihak musytari memaksa pihak ba'i dengan berbagai alasan, misalnya mencari barang dengan harga yang lebih murah, agar mendapatkan diskon, padahal bank syariah sudah menjamin bahwa pihak bank selaku ba'i bisa mendapatkan barang dengan harga yang paling murah dan jika ada diskon pun menjadi hak musytari, tetapi bagaimanapun juga sebagai bentuk pelayanan yang memuaskan dan tidak mengecewakan musytari, misalnya untuk menghindari pembelian barang oleh ba'i yang tidak sesuai dengan kriteria ataupun spesifikasi yang dikehendaki oleh pihak musytari, maka bank selaku ba'i membolehkan musytari untuk membeli sendiri barang yang diinginkan dari supplier dengan cara ba'i memberikan kuasa kepada musytari dengan wakalah. Berdasarkan hal tersebut, seberapa jauh bank syariah selaku ba'i dapat mengawasi dan memastikan bahwa dana yang diberikan tersebut benarbenar digunakan untuk pengadaan barang yang sesuai dengan yang diperjanjikan, apalagi terhadap kebutuhan barang yang jenisnya banyak terutama jenis murabahah untuk kebutuhan modal kerja dan keperluan konsumtif. Pada umumnya bank syariah selaku ba'i mempunyai kendala teknis terhadap pengadaan barang karena bank syariah tidak mempunyai persediaan barang dan spesialisasi barang yang dijual sementara musytari membutuhkan barang yang beragam jenisnya.

Deskripsi proses pembiayaan murabahah: (1) calon musytari membutuhkan barang namun tidak/belum mempunyai dana tunai kemudian mengajukan pembiayaan murabahah pada bank syariah, setelah musytari memenuhi persyaratan pengajuan permohonan, terjadi negosiasi margin antara musytari dengan ba'i; (2) setelah proses negosiasi dan terjadi kesepakatan bersama maka terjadi akad murabahah; (3) ba'i membeli barang sesuai yang diinginkan oleh musytari sebagaimana yang telah menjadi kesepakatan 1. Persyaratan & Negosiasi 2. Akad Murabahah 3. Menyerahkan dana & Memberikan kuasa 4. Pembelian oleh Nasabah Bank Syariah (Ba'i) Nasabah Pembiayaan Murabahah 5. Penyerahan barang 6. Menyerahkan bukti pembelian 7. Bayar Sekaligus / Angsuran Supplier (Pemasok) Bagan 1: Mekanisme pembiayaan murabahah melalui wakalah/perwakilan 1. Persyaratan & Negosiasi 2. Akad Murabahah 4. Kepemilikan berpindah 6. Menerima Barang Bank Syariah Nasabah Pembiayaan Murabahah (Musytari) 5. Penyerahan barang 3. Beli Barang 7. Bayar Cash / Angsuran Supplier (Pemasok) Bagan 2: Mekanisme pembiayaan murabahah secara langsung 116 dalam akad murabahah; (4) ketika terjadi akad maka kepemilikan barang langsung berpindah dari ba'i kepada musytari; (5) penyerahan atau pengiriman barang dari supplier kepada musytari, dalam hal ini tidak perlu harus melalui ba'i tetapi langsung kepada musytari kecuali diperjanjikan lain; (6) pihak musytari telah menerima barang dan sesuai dengan yang telah disepakati; (7) musytari akan membayar/mengembalikan dana berupa harga pokok ditambah dengan margin keuntungan yang telah disepakati baik secara sekaligus saat jatuh tempo maupun secara angsuran. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, peran bank selaku ba'i dalam pembiayaan murabahah lebih tepat digambarkan sebagai pembiaya dan bukan penjual barang, karena bank tidak memegang barang, tidak pula mengambil risiko atasnya. Kerja bank (ba'i) hampir semuanya hanya terkait dengan penanganan dokumen-dokumen. Kontrak murabahah umumnya ditanda-tangani sebelum ba'i mendapatkan barang yang dipesan oleh musytari, dalam kontrak tersebut musytari lah yang harus berhati-hati dan mematuhi hukum dan aturan yang terkait dengan pengiriman barang, rasio laba, dan spesifikasi yang benar. Musytari sendirilah yang menanggung semua tanggungjawab atas denda atau sanksi hukum yang diakibatkan dari pelanggaran hukum tersebut. Ba'i tidak berkeinginan memikul tanggungjawab yang terkait dengan barang, karena itu segala risiko yang terkait dengannya yang secara teoritis harus ditanggung ba'i, secara efektif telah terhindarkan. Musytari menyelesaikan kerugian tersebut bukan dengan ba'i akan tetapi dengan pihak supplier.

DAFTAR PUSTAKA

Prabowo, B. A. (2009). Konsep Akad Murabahah Pada Perbankan Syariah (Analisa Kritis Terhadap Aplikasi Konsep Akad Murabahah Di Indonesia Dan Malaysia). Jurnal Hukum Ius Quia Iustum, 16(1), 106--126. https://doi.org/10.20885/iustum.vol16.iss1.art7

Yusuf, M. (2013). Analisis Penerapan Pembiayaan Murabahah Berdasarkan Pesanan dan Tanpa Pesanan serta Kesesuaian dengan PSAK 102. Binus Business Review, 4(1), 15. https://doi.org/10.21512/bbr.v4i1.1032

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun