Mohon tunggu...
Maiton  Gurik
Maiton Gurik Mohon Tunggu... Relawan - Pengiat Literasi Papua

| Bebaskan Gagasan |

Selanjutnya

Tutup

Politik

Otsus dalam Politik Militer

6 November 2018   13:09 Diperbarui: 6 November 2018   13:31 256
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

DISKUSI yang difasilitasi oleh Yayasan Pembangunan Kesejahtraan Masyarakat (Yapkema) Kabupaten Paniai, dilaksanakan di Aula SD Yegeka, Ugibutu, Enarotali dan dihadiri perwakilan dari pemerintah daerah/ASN lembaga adat, agama/gereja, LSM/organisasi masyarakat sipil, tokoh perempuan, tokoh pemuda serta pemerhati dibidang kesehatan, pendidikan, ekonomi dan infrastruktur. Dari hasil diskusi tersebut beberapa peserta menyatakan; "..dalam diskusi kami semua bilang Otsus gagal. Itu sudah direkam. 

Jadi, kami harap apa yang kami sampaikan itu bisa diteruskan kemana-mana supaya semua tahu bahwa orang Paniai tidak mau otsus...". Ada lagi yang menyatakan; "...Otsus gagal dan lebih baik ditiadakan dan ditarik kembali ke Jakarta...". Adapula yang menyatakan "...kami sepakat Otsus gagal, karena apa yang kami sampaikan sesuai dengan kondisi rill yang terjadi selama ini di Paniai dan Papua pada umumnya." (SUARAPAPUA.COM; 29/10/2018).

Yang terbaru, Yulianus Wau Abaruda menyatakan "..selama ini penyaluran dana Otonomi Khusus kepada masyarakat Kabupaten Mamberamo Raya tidak tepat sasaran..." (bisnis.papua.com; 1/11/2018). 

Sementara yang paling tegas, Socratez Sofyan Yoman: "...peluang untuk Papua lepas dari Indonesia adalah ketidakseriusan pemerintah pusat dan daerah melaksanakan otsus.." (Suara Bagi Kaum Tak Bersuara: hal:109).

Pernyataan ungkapan diatas baru sebagian orang - belum yang lain. Karenanya, penulis diartikan Otonomi Khusus 'hanya untuk orang-orang tertentu dan khusus.' Otsus  kini beranjak pada usia lebih dari 17 tahun dan 3 tahun lagi berakhir, tidak termasuk tahun 2018. 

Negara mempunyai semacam aturan yang dijelaskan dalam pasal 18b ayat1 UUD 1945, mengakui dan menghormati satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa. Pun, dalam keputusan politik penyatuan Papua menjadi bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia pada hakikatnya mengandung cita-cita luhur - kenyataannya tidak. Berbagai kebijakan dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan yang sentralistik belum sepenuhnya memenuhi rasa keadilan, damai dan bebas. Negara masih belum bisa mensejahteraan masyarakat Papua. 

Negara tidak serius mendukung penuh penegakan hukum yang selalu penyimpang dan mati ditengah jalan. Negara belum mampu menyelesaikan berbagai kasus pelanggaran HAM berat di Papua dan belum memberikan penghormatan terhadap Hak Asasi Manusia bagi masyarakat Papua. Persoalan sejarah politik Papua masih perlu diselesaikan. 

Upaya penyelesaian masalah tersebut kini masih dinilai kurang menyentuh. Memicu berbagai bentuk kekecewaan dan ketidakpuasan muncul karena aspirasi masyarakat menumpuk di meja Jakarta.

Sementara disatu sisi, kesempatan reformasi memberi peluang bagi timbulnya pemikiran dan kesadaran baru untuk menyelesaikan berbagai permasalahan di Papua. Cita-cita reformasi itu hanyalah tinggal cerita. Pemerintahan Presiden Jokowi sudah beberapa kali berkunjung ke Papua, tetapi masalah tetap sama. Tak ujung berakhir. 

Wilayah domain pemerintah sipil menguasai kekuatan politik militer. Masyarakat sipil diancam dan diteror atas nama keamanan negara. Masyarakat sipil dicap sebagai OPM, Makar dan pengacau negara. Stigma itu dipelihara oleh militer hingga dikejar dan diburu sana-sini. Masyarakat dijadikan subyek buruan ketimbang obyek pembangunan. 

Kepala daerah bersujud dan berikan pembiaran terhadap militer dengan argumentasi itu tugas mereka/negara. Politisi Papua tersandera dengan hegemoni politik militer. Militer secara leluasa operasi diwilayah masyarakat sipil (lihat: merdeka.com; 4/11/2018).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun