Barangkali nama-nama besar alumni Pondok Modern Darussalam Gontor Ponorogo Jawa Timur, tidak lagi asing di benak publik Indonesia. Kita mengenal almarhum Nurcholish Madjid, Hidayat Nur Wahid, Din Samsuddin, Hasyim Muzadi, Lukman Hakim (Menteri Agama), Emha Ainun Nadjib (Budayawan), Yudi Latif, Ahmad Fuadi, dan sederet tokoh yang kini berkiprah di kancah nasional.
Sebagian di antara mereka pernah mengenyam pendidikan hingga mancanegara. Mungkin tak terhitung jumlahnya, alumni pesantren tersebut berperan di tingkat nasional dan internasional.Â
Gontor telah menghasilkan lulusan yang tidak hanya berperan dalam bidang pendidikan. Tetapi juga di aspek politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Hal ini berkaitan erat dengan proses pendidikan yang kompleks selama kader-kader Gontor itu belajar di pesantren.
Di pesantren tersebut, para santri bisa menjadi penulis, budayawan, ilmuwan alam, ahli bahasa, olahragawan, pendidik, dan politisi. Ini berkaitan dengan pendidikan di Gontor yang tidak hanya memiliki misi menghasilkan lulusan yang menjadi mubaligh dalam arti umum.
Di pesantren yang memiliki sistem modern itu, santri tidak hanya menguasai bahasa Arab, Inggris, beserta kitab-kitab klasik dan modern. Tetapi juga santri diberikan kebebasan menggali dan mengembangkan potensi dirinya.Â
Sistem pendidikan 24 jam dengan fasilitas memadai, membuat santri familiar dengan beragam kegiatan. Dari pagi hingga sore, santri dididik untuk belajar dan menguasai beragam mata pelajaran.Â
Di saat yang sama, setelah mencapai kelas tertentu, santri diberikan pilihan untuk masuk dalam beragam kegiatan dan sarana pendidikan seperti olahraga, melukis, musik, khot, media massa, pramuka, serta puluhan fasilitas lainnya.
Sistem pendidikan yang ketat, terkontrol, dan disiplin yang tinggi membuat waktu santri dipergunakan secara maksimal untuk belajar dan mengembangkan diri. Dari segi penguasaan bahasa Arab dan Inggris, pengurus pesantren tidak memperbolehkan santri menggunakan bahasa daerah dan nasional---selain di waktu-waktu tertentu. Hal ini membuat pelajar terbiasa berkomunikasi dengan dua bahasa internasional itu.
Selama empat tahun belajar, kemampuan linguistik itu terasah dengan baik. Inilah yang membuat alumni-alumni Gontor dengan mudah menyabet beasiswa dalam negeri ataupun luar negeri.Â