Waktu duduk di Sekolah Dasar (SD), berulang kali Rahmawati diserang penyakit demam, flu, dan tipes. Acap kali orang tuanya membawanya ke klinik yang dikelola kader-kader Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Makassar. Rahmawati pernah dirawat selama sebulan di klinik itu. Sebabnya, karena terserang tipes. Karena itu pula, dia dapat mengenal sebagian besar anggota organisasi berbasis Islam yang mengabdi di lembaga itu. Lalu, ingatannya terhadap HMI melekat kuat. Organisasi yang didirikan Lafran Pane ini seolah menyihir jiwanya. Ketertarikan pada HMI telah muncul seiring perkenalannya dengan kader-kader organisasi tersebut.
Sekira 1980, orang-orang Makassar pada umumnya yang tinggal tak jauh dari rumah Rahmawati, familiar dengan sejumlah kader HMI yang ditugaskan di klinik tersebut. Sehingga melekat dalam ingatan publik bahwa HMI sebagai pengobat pasien dari beragam kalangan.
Setiap pasien yang pernah dirawat, tertanam dalam ingatannya tentang HMI beserta kader-kadernya yang bekerja di lembaga kesehatan khusus tersebut. Sudah lumrah, ketika ada penduduk yang terserang penyakit, maka klinik itu menjadi pilihan utama.
Keterikatan pada organisasi yang memiliki bendera hijau hitam itu semakin  kuat ketika kakak Rahmawati bernama Salfiani dikader di HMI. Setelah ikut basis training, Salfiani kerap bercerita tentang proses perkaderan di organisasi yang didirikan pada 5 Februari 1947 itu. Rahmawati yang mulai beranjak remaja, terkesan dengan proses perkaderan yang mengedepankan nilai-nilai Alquran dan sunnah Nabi Muhammad Saw tersebut. Dalam ingatannya, HMI digambarkan sebagai organisasi yang menghimpun para pemuda yang kritis dan idealis.
Seiring berjalannya waktu, perempuan yang kini duduk sebagai anggota DPRD Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) itu, lulus dari Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di Makassar. Dia ingin melanjutkan pendidikan di ibu kota provinsi Sulawesi Selatan itu. Namun orang tuanya meminta Rahmawati melanjutkan pendidikan di Kukar. Awalnya perempuan yang pandai menjahit itu menolaknya. Namun setelah dibujuk, dengan berat hati, dia memenuhi permintaan kedua orang tuanya.
Rahmawati diterima di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Kutai Kartanegara (Unikarta). Di kampus tersebut, HMI belum dibentuk.
Tak lama setelah dia kuliah di kampus yang didirikan pada tahun 1984 itu, Salfiani mengikuti loka karya di HMI Cabang Samarinda. "Kakak saya waktu itu peserta dari Makassar. Kegiatan loka karya diadakan Pengurus Besar HMI. Â Di situ dia mengikuti kegiatan sekitar seminggu. Setelah kegiatan, dia menyempatkan diri menjenguk saya di Danau Murung (Tenggarong)," kenang Rahmawati.
Di tengah diskusi hangat dengan kakaknya, Rahmawati meminta agar dipulangkan ke Makassar. Melanjutkan pendidikan di kota kelahirannya. Alasannya, masih seperti dulu, ingin menjadi aktivis HMI. Namun Salfiani berhasil meyakinkannya, bahwa Rahmawati dapat mendirikan organisasi tersebut di Kota Raja---sebutan untuk Kota Tenggarong.
Surat "Cinta" Dari Samarinda
Sudah berulang kali HMI Cabang Samarinda meminta pada pimpinan kampus Unikarta untuk mendelegasikan mahasiswa agar mengikuti basic training. Namun tidak satu pun yang dibalas. Ketika latihan dasar itu kembali diselenggarakan kader-kader HMI Cabang Samarinda pada 1990, Salfiani berkomunikasi dengan teman-temannya semasa loka karya di Korps HMI-Wati Samarinda. Dia meminta Rahmawati diikutsertakan dalam latihan sebagai prasyarat menjadi anggota HMI itu.