Mohon tunggu...
setiadi ihsan
setiadi ihsan Mohon Tunggu... Dosen - Social Worker, Lecturer.

Menulis itu tentang pemahaman. Apa yang kita tulis itulah kita.

Selanjutnya

Tutup

Ramadan

Puasa Ramadan: Ujian atau Latihan?

8 Mei 2019   12:06 Diperbarui: 11 Mei 2019   02:48 78
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tebar Hikmah Ramadan. Sumber ilustrasi: PAXELS

Puasa. Ya, puasa sering menjadi padanan kata dari Shaum atau siyam (Arabic), yang secara etimologi berarti menahan. Menahan dari makan, minum dan sex. Ini satu definisi puasa, yaitu puasa di bulan Ramadhan. Lho, ada puasa di luar definisi itu. Adalah. Misal, puasa dari berkata-kata seperti yang dilakukan Maryam, atau tidak makan/minum 2 bulan berturut-turut akibat konsekuensi dari "zihar", yaitu sumpah utk tidak menyentuh istri. Si suami harus puasa 2 bulan berturut-turut ketika zihar-nya dibatalkan. Nah, artinya dalam puasa ini ga berlaku donk menahan hubungan sex (artinya hanya menahan dari makan/minum) wong zihar sendiri berhubungan dengan janji utk tidak menyentuh istri, kok.

Dan dalam Islam, dinyatakan bahwa puasa ini bukanlah hal baru, tapi telah dijalankan juga oleh ummat sebelumnya. Artinya utk agama-agama Samawi, Yahudi dan ummat Kristiani, puasa ini juga sudah dikenal dan dijalankan.


Puasa Ramadhan, itu dilakukan setiap tahun, di bulan Ramadhan. Tujuannya pun sudah kita ketahui bersama. yaitu, Taqwa. Beretimologi sebagai kata takut, taqwa adalah manifestasi dari keimanan akan Tuhan dengan menjalankan aturan Tuhan, melaksanakan segala perintahNya sekaligus menjauhi larangaNya.

Taqwa menjadi satu-satunya indikator Tuhan dalam membedakan level manusia satu dari yang lainnya. Yang terbaik dimata Tuhan adalah (hanya) derajat ketaqwaan. 

Ketika puasa Ramadhan berujung kepada harapan ketaqwaan dari para pelakunya, pertanyaanya adalah apakah ketaqwaan ini merupakan learning outcome atau status/gelar?

Ketika ketaqwaan dipandang sebagai sebuah learning outcome, maka kita bisa bersepakat bahwa puasa Ramadhan adalah sebuah pendidikan dan/atau pelatihan (diklat). Dengan demikian muttaqien (orang yang mempunyai kualifikasi taqwa) adalah sebuah kualifikasi. Seorang Muttaqien dipandang tahu, faham dan siap menerapkan keilmuan, skill dan attiitude dalam perilaku keseharian. 

Sebaliknya, ketika taqwa merupakan status atau gelar yang diterima, maka puasa Ramadhan adalah arena ujian. Mereka yang lolos ujian, mendapat gelar muttaqien, dan dia boleh berbangga dan berbahagia sebagai pemenang. Uniknya, pemenang di bulan puasa Ramadhan ini tak seperti dalam sebuah kejuaraan. Jurinya, adalah diri sendiri. Sejauh mana kita dianggap berjaya, cukup dengan melihat, membaca dan mengkaji ciri-ciri orang bertaqwa. Semua kriteria itu sudah termaktub dalam wahyuNya. Dan, semoga tidak melupakan alat ukur alami, yaitu hati nurani.

Nah, sekarang kembali kepada kita, apakah kita mau menjadi pembelajar sejati sebagai muttaqien, yang semakin berisi, semakin menunduk, humble, dan bijak dalam mengarungi kehidupan, atau menjadi seorang pemenang yang ditengah upaya mempertahankan diri sebagai juara, kekalahan senantiasa mengintip.

Baik sebagai diklat atau ujian, puasa Raamdhan faktanya hanya diadakan setahun sekali. Mengambil hikmah Ramadhan sebagai diklat atau ujian sesungguhnya sangat menentukan perjalanan sebelas bulan ke depan.

Bagi penulis, kalau Ramadhan ini adalah dijadikan sebagai ujian, dan berakhir dengan status kemenangan atau kekalahan, adalah hal yang tidak bijak. 

Mengapa? 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun