Mohon tunggu...
Setyawan 82
Setyawan 82 Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis

Tajamnya peluru yaka akan pernah bisa mengalahkan tajamnya pena. Ketajaman pena bermanfaat saat digunakan untuk hal yang patut.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Balada "Togog" di Madiun

15 November 2017   12:13 Diperbarui: 15 November 2017   12:27 1701
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bila kita penyuka wayang kulit, maka kita tidak asing dengan tokoh Togog. Kehadiran Togog dikenal sebagai tokoh titisan dewa yang banyak memberi nasehat bagi tokoh wayang antagonis. Berbeda dengan Punokawan yang dikenal berpihak pada tokoh wayang protagonis. Tingkah laku Togog sering membuat gemes dan kesal. Hal ini karena Togog adalah sosok yang lugu, licik, ngeyelan dan sok tahu.

Suatu hari saya berkesempatan tinggal beberapa hari dalam rangka liburan di Madiun, Jawa Timur. Madiun terkenal dengan jajanan kulinernya. Ada Brem sejenis makanan gula-gula manis hasil fermentasi dan ada Pecel Madiun yang sudah cukup dikenal seantero Indonesia. Oh, ya, Madiun juga dikenal sebagai kota yang mewariskan banyak bangunan peninggalan jaman Belanda yang biasa kita sebut dengan istilah heritage. Sebagai salah satu penggemar kereta api, tentu saja saya tertarik menyusuri stasiun dan beberapa bangunan lawas peninggalan Staatsspoorwegen (SS) pada masa penjajahan Belanda.

Aset SS kita ketahui bersama sudah dibesteming-kan (diperuntukkan khusus untuk negara) kepada negara Republik Indonesia pada saat itu kepada Djawatan Kereta Api Republik Indonesia (DKA) sebagai pendahulu PT Kereta Api Indonesia. Kekayaan aset negara itu dapat kita lacak melalui arsip yang biasa disebut Grondkaart.

Melihat sejarah perjalanan aset kereta api di Madiun, dewasa ini diketahui rupanya beberapa telah disertipikatkan oleh BPN kepada PT KAI (Persero). Tentu saja ini merupakan kabar baik dan layak kita acungi jempol sebagai langkah baik yang ditempuh PT KAI dalam rangka menyelamatkan asetnya dari para debitur bermasalah. Debitur adalah sebutan bagi penyewa aset PT KAI dalam hal ini lahan berupa sebidang tanah baik dengan bangunan di atasnya maupun hanya tanahnya saja. Di Madiun sendiri lebih banyak aset berupa tanahnya saja yang disewakan.

Ketika saya makan di salah satu warung pecel Madiun, perhatian saya terfokus pada lembaran koran yang dipakai untuk mincuk (membungkus) pecel, namun belum sempat digunakan dan tertumpuk di meja penjual Pecel. Lembaran itu saya ambil dan baca hingga purna. Betapa kaget ketika membaca isi berita dalam potongan koran itu. Ternyata di Madiun juga ada penguasaan lahan aset PT KAI oleh debitur bermasalah yang tidak mau membayar biaya sewa dengan berbagai dalih. Bahkan arah permasalahan bergeser menjadi upaya mensertipikatkan aset KAI atau bahasa halusnya merampok aset (ngecu). Dari selembar koran tadi, membuat saya ingin tahu lebih banyak, apa yang sebenarnya terjadi. Pencarian informasi pun saya mulai.

Waktu yang tidak begitu lama berlibur di Madiun membuat saya semakin menyibukan diri mencari narasumber dan data. Tak hanya mencari informasi kepada masyarakat setempat, saya juga sempatkan bertanya kepada rekan saya yang kebetulan bekerja di PT KAI (Persero) dan saat ini kebetulan dinas di Daop 7, Madiun.

Sejauh mata memandang ada tiga organisasi paguyuban penyewa perumahan atau aset negara di Madiun. Namun, perhatian saya terfokus kepada salah satunya yang memang cenderung lebih vokal dan aktif ketimbang lainnya sebut saja MP. Paguyuban ini diketuai oleh seorang debitur yang berambisi (kemaruk) untuk menguasai aset PT KAI (Persero). Sebut saja dengan inisial DMO atau kita sebut saja Togog. Namun, Togog yang ini  hidup dijaman millenial. Karena orang yang dimaksud ini mirip sekali dengan Togog, yaitu sosok yang bloon atau o'on dengan apa yang telah dilakukannya.

Singkat cerita Togog melalui paguyubannya mencoba menggalang kekuatan untuk memenangkan pengakuannya. Karena sudah tidak mendapat dukungan komunitasnya kini ia mencari dukungan hingga luar Madiun. Togog memainkan muslihatnya dan menipu masyarakat dengan janji-janji dan keterangan palsu di daerah Kabupaten Madiun, Kota Madiun, dan Ponorogo (termasuk daerah Slahung dan Dolopo).

Awal mula bertolak dari kesepakatan sewa yang dibuat Togog kepada Daop 7 PT KAI (Persero) di Madiun. Persoalan pertama muncul ketika terjadi ketidak cocokan mengenai kenaikan harga sewa yang ditetapkan oleh Direksi PT KAI kepada para penyewa aset. Menurut alasan Togog, kenaikan harga sewa ini tidak sah karena diputuskan secara sepihak oleh PT KAI (Persero). Sebaliknya entah sadar atau tidak Togog sendiri sudah melakukan pelanggaran atas aset PT KAI. Pelanggaran ini mencakup perombakan dan perubahan fisik yang dilakukan oleh Togog terhadap bangunan milik PT KAI yang disewanya tanpa pemberitahuan atau seijin PT KAI sebagai pemilik.

Selain itu Togog juga telah melakukan penyimpangan terhadap kesepakatan sewa yaitu, melakukan komersialisasi atas aset yang disewanya. Jika awalnya ia mengaku bahwa rumah sewaan hanya digunakan untuk hunian dan usaha kecil-kecilan, pada kenyataannya ia mengontrakan kepada pihak ketiga tanpa memberitahu dan seizin PT KAI.

Pelanggaran ketiga oleh Togog adalah melakukan perluasan sepihak atas aset tanah yang ia sewa dari 66 m2 menjadi 200 m2dan tidak menyampaikan perluasan itu pada kesepakatan sewa yang baru. Alih-alih menyampaikan, Togog belum mengajukan permohonan perluasan. Oleh karena itu perilaku Togog bisa dianggap sebagai korupsi dan penyerobotan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun